Minggu, 14 Juli 2024

Ocehan Seruni (18)

"Cangik sedang mengobral barang dagangannya. Kali ini, 'perangkat dalam.'
'Ayoo kakak! Pake pakaian dalam kakak,' serunya seraya menawarkan barang obralannya kepada seorang gadis berdandan menor yang lewat.
'Silahkan kakak, pakaian dalamnya istimewa. Bisa dipakai hingga 80 tahun dan melar sampai 190 tahun! Ayo kakak, pake pakaian dalamnya kakak,' desaknya seraya menyodorkan barang dagangannya.
'Enggaak!' bentak sang gadis seraya memelototi sang saudagar malang sebelum melangkah pergi.
'Ooo gak pake pakaian dalam too, ndak popo, yang penting gak masuk angin,' ucap Cangik sembari terus menjajakan obralannya."

“Salah satu karakteristik kunci atau ciri utama bangsa yang kuat ialah Kohesi Sosial. Kohesi sosial dapat diibaratkan sebuah keluarga, yang anggotanya saling mendukung, percaya, dan peduli. Kendati ada perbedaan dan konflik yang kadang terjadi, ikatan cinta dan saling menghormati tetap memelihara keutuhan keluarga bersama-sama, sebagaimana kohesi sosial mengikat sebuah bangsa. Masyarakat yang kohesif bagaikan permadani, yang dirajut dari beragam benang dan warna guna membangun desain terpadu dan rumit. Setiap benang menambah keindahan dan kekuatan permadani, melambangkan betapa keberagaman dan persatuan berpadu membentuk bangsa yang kuat dan dinamis.
Kohesi sosial laksana sarang lebah, dimana setiap lebah berperan dan bekerja secara kolektif demi kesejahteraan sarangnya. Kerjasama, komunikasi, dan tujuan bersama, memastikan kelangsungan hidup dan kesuksesan sarang tersebut, yang mencerminkan bagaimana masyarakat yang kohesif beroperasi. Masyarakat yang kohesif ibarat taman yang dirawat dengan baik, dimana setiap tanaman, betapapun berbedanya, tumbuh subur secara harmonis. Perawatan rutin, saling mendukung, dan lingkungan bersama membantu taman tumbuh subur, melambangkan bagaimana komunitas yang berbeda dapat hidup berdampingan dan saling mendukung,” lanjut Seruni sambil memperhatikan Pohon Beringin di perisai sang Garuda.

"Kohesi sosial merujuk pada kekuatan hubungan dan rasa solidaritas di antara para anggota suatu komunitas atau masyarakat. Ia melibatkan kesediaan anggotanya bekerjasama dan berupaya demi well-being rakyatnya. Kohesi sosial bagaikan fondasi sebuah bangunan. Tanpa landasan yang kokoh, bahkan struktur yang dibangun dengan sangat indah pun bakalan runtuh. Demikian pula, sebuah negara yang dibangun di atas ikatan sosial yang kuat, kepercayaan, dan nilai-nilai bersama, dapat bertahan menghadapi tantangan dan tetap stabil.
Terdapat beberapa komponen kunci Kohesi Sosial. Kepercayaan dan timbal-balik merupakan komponen mendasar kohesi sosial yang berkontribusi pada kekuatan hubungan dan kerjasama dalam suatu komunitas atau masyarakat.
Kepercayaan mengacu pada kepercayaan-diri dan keyakinan pada individu terhadap niat, keandalan, dan kompetensi orang lain. Ia melibatkan kesediaan rasa peduli terhadap orang lain berdasarkan ekspektasi positif terhadap perilaku mereka. Kepercayaan dibangun atas keyakinan bahwa orang lain akan memenuhi komitmen dan kewajibannya secara konsisten. Individu dan institusi yang dapat dipercaya mematuhi prinsip dan nilai etika, serta bertindak adil dan jujur. Komunikasi yang transparan menumbuhkan kepercayaan dengan memastikan kejelasan dan mengurangi kesalahpahaman. Kepercayaan tumbuh manakala perilaku dan tindakan, konsisten sepanjang waktu, menunjukkan keandalan.

Timbal-balik mengacu pada pertukaran manfaat, bantuan, atau tindakan antara individu atau kelompok. Hal ini melibatkan memberi dan menerima dukungan, bantuan, atau kerjasama dengan harapan bahwa tindakan serupa akan terulang kembali di masa depan. Timbal-balik menyertakan rasa saling menguntungkan dimana kedua belah pihak berkontribusi terhadap well-being atau kepentingan masing-masing. Tindakan timbal balik acapkali dipandu oleh norma-norma sosial yang mengedepankan keadilan, kerjasama, dan saling membantu. Timbal-balik membantu membangun dan memperkuat hubungan dengan memupuk kepercayaan dan kerjasama.
Rasa saling percaya dan timbal-balik mengurangi kesalahpahaman dan konflik dengan mendorong komunikasi terbuka dan pemahaman antara individu dan kelompok. Kepercayaan dan timbal-balik meningkatkan modal sosial, yang memfasilitasi tindakan kolektif dan ketahanan masyarakat. Modal sosial mengacu pada jaringan hubungan dan kepercayaan dalam suatu komunitas.
Kepercayaan terhadap institusi, semisal lembaga pemerintah atau organisasi masyarakat, sangat penting bagi efektivitas dan legitimasinya. Hubungan timbal-balik antara warga negara dan lembaga memperkuat tatakelola dan pemberian layanan. Organisasi lokal, seperti perkumpulan lingkungan atau kelompok sukarelawan, mengandalkan kepercayaan dan timbal-balik di antara anggotanya agar mencapai tujuan komunitas, semisal menyelenggarakan acara atau memberikan dukungan kepada warga yang membutuhkan. Dalam bisnis, kepercayaan antara mitra, pemasok, dan pelanggan, sangat penting bagi keberhasilan transaksi dan hubungan jangka panjang. Pertukaran nilai timbal-balik berkontribusi terhadap keberlanjutan dan pertumbuhan bisnis.
Faktor-faktor semisal pengkhianatan di masa lalu, konflik kepentingan, atau informasi yang keliru, dapat mengikis kepercayaan dan menghambat hubungan timbal-balik. Kesenjangan dalam kekuasaan, kekayaan, atau akses terhadap sumber daya, dapat melemahkan hubungan timbal-balik, sehingga menyebabkan pertukaran atau eksploitasi yang tak setara. Norma dan nilai budaya dapat mempengaruhi persepsi kepercayaan dan timbal-balik, sehingga mempengaruhi interaksi dalam komunitas atau masyarakat yang beragam.

Francis Fukuyama menggarisbawahi peran penting kepercayaan dalam membangun masyarakat yang makmur dan kohesif. Kepercayaan memupuk kerjasama, mengurangi biaya transaksi, dan memungkinkan pembentukan organisasi yang lebih besar dan efektif. Masyarakat dengan kepercayaan tinggi cenderung menunjukkan kohesi sosial, kinerja ekonomi, dan efektivitas kelembagaan yang lebih kuat. Membangun dan memelihara kepercayaan melalui norma-norma budaya, lembaga-lembaga yang efektif, dan kebijakan-kebijakan inklusif, sangat penting dalam mendorong kohesi sosial dan mencapai kemakmuran yang berkelanjutan.
Francis Fukuyama menggali peran penting dari kebajikan sosial, khususnya kepercayaan, dalam mendorong kemakmuran ekonomi dan kohesi sosial. Ia mengeksplorasi bagaimana berbagai tingkat kepercayaan sosial dan kehadiran modal sosial dapat berdampak pada kinerja ekonomi, efektivitas kelembagaan, dan keharmonisan masyarakat. Fukuyama berpendapat bahwa kepercayaan merupakan landasan modal sosial, yang penting bagi kelancaran fungsi masyarakat dan perekonomian. Kepercayaan mengurangi biaya transaksi, memfasilitasi kerjasama, dan memungkinkan pembentukan organisasi yang lebih besar dan kompleks. Ia menekankan bahwa kepercayaan interpersonal, kepercayaan yang saling dimiliki individu, sangat penting bagi kohesi sosial. Tingkat kepercayaan antarpribadi yang tinggi menghasilkan ikatan komunitas yang lebih kuat dan kemauan yang lebih besar dalam bekerjasama demi tujuan bersama.
Dalam masyarakat dengan kepercayaan tinggi, terdapat rasa kohesi sosial yang lebih besar karena masyarakat lebih cenderung berkolaborasi, berbagi informasi, dan berperan dalam tindakan kolektif. Kohesi ini meningkatkan stabilitas dan ketahanan masyarakat. Masyarakat dengan kepercayaan tinggi, semisal Jepang, Jerman, dan Amerika Serikat, cenderung berperekonomian yang lebih kuat. Masyarakat ini dapat membangun organisasi ekonomi yang lebih besar dan fleksibel, sebab kepercayaan tak hanya mencakup keluarga dan teman dekat, melainkan pula jaringan yang lebih luas.
Fukuyama menyoroti pengaruh signifikan nilai-nilai budaya dan norma sosial terhadap tingkat kepercayaan dalam masyarakat. Budaya yang menekankan nilai-nilai sosial semisal kejujuran, timbal balik, dan tanggungjawab komunitas, cenderung menumbuhkan tingkat kepercayaan dan kohesi sosial yang lebih tinggi.
Norma-norma sosial yang mengedepankan kepercayaan dan kerjasama, berkontribusi pada masyarakat yang kohesif. Tatkala para individu menginternalisasikan norma-norma ini, mereka cenderung ikut dalam perilaku yang memperkuat ikatan sosial dan saling mendukung.
Masyarakat dengan kepercayaan institusional yang tinggi dapat menerapkan kebijakan dan reformasi dengan lebih efektif, karena masyarakat lebih cenderung mendukung dan mematuhi keputusan institusional. Kepercayaan terhadap institusi, semisal pemerintah, sistem hukum, dan institusi pendidikan, sangat penting bagi kohesi sosial. Lembaga yang efektif, transparan, dan akuntabel, meningkatkan kepercayaan dan kerjasama masyarakat.

Fukuyama membahas bagaimana kebijakan ekonomi dan sosial dapat mempengaruhi kepercayaan dan kohesi sosial. Kebijakan yang mendorong kesetaraan ekonomi, mobilitas sosial, dan akses terhadap peluang, dapat meningkatkan kepercayaan dan kohesi. Meskipun kebijakan redistribusi dan kesejahteraan dapat mendukung kohesi sosial dengan mengurangi kesenjangan, kebijakan tersebut hendaklah dirancang dengan cara yang mendorong kemandirian dan keterlibatan masyarakat, bukan ketergantungan.
Fukuyama mengatasi tantangan yang ditimbulkan oleh globalisasi, yang dapat melemahkan kohesi sosial dengan meningkatkan kesenjangan ekonomi dan mengikis struktur sosial tradisional. Kendati keberagaman dapat memperkaya masyarakat, keberagaman juga menghadirkan tantangan bagi kohesi sosial. Fukuyama menekankan perlunya kebijakan dan praktik inklusif yang menumbuhkan kepercayaan dan kerjasama di antara berbagai kelompok.
Kebijakan dan praktik yang membangun dan memelihara kepercayaan sangat penting bagi kohesi sosial. Hal ini termasuk mendorong transparansi, akuntabilitas, dan integritas di lembaga-lembaga publik dan swasta. Berinvestasi dalam modal sosial melalui inisiatif pembangunan komunitas, pendidikan, dan kebijakan inklusif, dapat memperkuat kohesi sosial. Mendorong keterlibatan dan partisipasi masyarakat menumbuhkan rasa memiliki dan saling mendukung.
Kebijakan ekonomi hendaknya bertujuan mengurangi kesenjangan sekaligus mendorong pertumbuhan dan inovasi. Menyeimbangkan efisiensi ekonomi dengan keadilan sosial membantu menjaga kohesi sosial. Tatakelola yang efektif dan inklusif yang mewakili kepentingan seluruh anggota masyarakat akan meningkatkan kepercayaan dan kohesi sosial. Memastikan bahwa beragam suara didengar dan dipertimbangkan merupakan hal yang sangat penting bagi keharmonisan masyarakat.

Partha Dasgupta dan Ismail Serageldin (dkk) mengkaji secara komprehensif modal sosial dari berbagai sudut disiplin ilmu. Mereka mengumpulkan kontribusi dari para ekonom, sosiolog, ilmuwan politik, dan pakar lainnya mengeksplorasi konsep modal sosial dan implikasinya terhadap pembangunan dan kohesi sosial. Mereka mendefinisikan secara luas Modal Sosial sebagai jaringan, norma, dan kepercayaan sosial yang memfasilitasi koordinasi dan kerjasama demi keuntungan bersama. Hal ini mencakup jaringan sosial yang menghubungkan orang-orang dan norma-norma timbal-balik dan kepercayaan yang muncul dari jaringan-jaringan ini.
Mengukur modal sosial merupakan hal yang rumit karena sifatnya yang tak berwujud. Tingkat modal sosial yang tinggi dikaitkan dengan kinerja ekonomi yang lebih baik, populasi yang lebih sehat, dan pemerintahan yang lebih stabil dan efektif. Modal sosial memainkan peran penting dalam kinerja perekonomian dengan mengurangi biaya transaksi, memfasilitasi arus informasi, dan memungkinkan tindakan kolektif. Kepercayaan dan jaringan dapat menghasilkan pasar yang lebih efisien dan institusi yang berfungsi lebih baik. Masyarakat dengan modal sosial yang kuat dapat memobilisasi sumber daya secara lebih efektif dan lebih tahan terhadap guncangan ekonomi.
Kebijakan yang memperkuat jaringan sosial, mendorong keterlibatan masyarakat, dan membangun kepercayaan dapat meningkatkan modal sosial dan menghasilkan hasil sosial dan ekonomi yang lebih baik. Program yang mendukung pengembangan masyarakat dan tata kelola lokal dapat meningkatkan modal sosial. Memberdayakan masyarakat untuk mengambil tindakan kolektif dan berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan akan menumbuhkan rasa kepemilikan dan saling mendukung.

Mereka berpendapat bahwa Kepercayaan merupakan komponen fundamental dari modal sosial. Mereka mengeksplorasi bagaimana kepercayaan antar individu (kepercayaan interpersonal) dan kepercayaan terhadap institusi (kepercayaan institusional) berkontribusi terhadap kohesi sosial dan kesejahteraan kolektif. Strategi untuk membangun kepercayaan mencakup mendorong lembaga-lembaga inklusif, mendorong transparansi dan akuntabilitas, serta mendorong interaksi sosial di berbagai kelompok.
Ikatan modal sosial yang tinggi dalam suatu kelompok terkadang dapat menimbulkan eksklusi atau permusuhan terhadap pihak luar. Keseimbangan antara mengikat, menjembatani, dan menghubungkan modal sosial diperlukan untuk memaksimalkan dampak positif dan meminimalkan dampak negatif. Menjembatani dan menghubungkan modal sosial sangat penting untuk mendorong inklusivitas dan kohesi sosial yang lebih luas.
Efektivitas dan sifat modal sosial bervariasi antar konteks budaya dan sosial yang berbeda. Apa yang berhasil di satu komunitas atau negara mungkin tidak berhasil di negara lain, hal ini menyoroti perlunya pendekatan yang spesifik konteks untuk membangun dan memanfaatkan modal sosial. Norma dan nilai budaya memainkan peran penting dalam membentuk modal sosial. Memahami konteks budaya sangat penting untuk mempromosikan dan memanfaatkan modal sosial secara efektif dalam upaya pembangunan.

Mendorong partisipasi dalam kegiatan masyarakat, tatakelola lokal, dan kesukarelaan dapat membangun jaringan sosial dan menumbuhkan kepercayaan. Inisiatif keterlibatan masyarakat haruslah bersifat inklusif dan bertujuan menyatukan berbagai kelompok. Membangun institusi yang transparan, akuntabel, dan responsif, akan meningkatkan kepercayaan institusi. Kebijakan yang mendorong tatakelola yang baik, mengurangi korupsi dan menjamin akses yang adil terhadap layanan, merupakan bagian penting menumbuhkan modal sosial.
Berinvestasi dalam proyek pengembangan masyarakat yang mendorong tindakan kolektif dan pemecahan masalah lokal dapat memperkuat modal sosial. Pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan partisipatif memastikan pembangunan bersifat inklusif dan berkelanjutan. Memfasilitasi interaksi dan kerjasama antar kelompok yang berbeda (menjembatani modal sosial) dan antara komunitas dan lembaga (menghubungkan modal sosial) dapat meningkatkan kohesi dan integrasi sosial. Program yang mendorong dialog dan kerjasama antar budaya, sangatlah bermanfaat. Inisiatif pendidikan yang mengajarkan nilai-nilai kepercayaan, kerjasama, dan tanggungjawab sipil, dapat membangun modal sosial sejak usia muda. Program budaya yang merayakan keberagaman dan mendorong saling pengertian, juga berkontribusi terhadap kohesi sosial.

Fukuyama juga mengeksplorasi bagaimana masyarakat beradaptasi dan pulih dari tantangan-tantangan sosial dan moral. Ia menekankan pentingnya sosialitas bawaan manusia, norma dan nilai bersama, institusi yang tangguh, dan modal sosial dalam membangun kembali tatanan sosial dan menjaga kohesi sosial. Dengan mendorong keterlibatan masyarakat, memperkuat institusi, mendorong nilai-nilai bersama, mengatasi kesenjangan ekonomi, dan beradaptasi terhadap perubahan teknologi, masyarakat dapat membangun kembali kohesi sosial dan berkembang dalam menghadapi tantangan yang sedang berlangsung.
Ia membahas betapa pesatnya kemajuan teknologi dan pergeseran ekonomi, khususnya yang terkait dengan era informasi, telah mengganggu struktur dan norma sosial tradisional. Gangguan-gangguan ini menantang bentuk-bentuk kohesi sosial yang sudah ada. Perubahan budaya pada tahun 1960an dan 1970an, termasuk revolusi seksual, bangkitnya individualisme, dan merosotnya otoritas tradisional, juga berkontribusi terhadap melemahnya kohesi sosial.
Meskipun terdapat gangguan, Fukuyama berpendapat bahwa manusia berkecenderungan bawaan terhadap sosialitas. Artinya, masyarakat secara alami berupaya membentuk ikatan sosial dan membangun komunitas yang kohesif. Ia berpendapat bahwa masyarakat punya kemampuan beradaptasi dan menyusun kembali tatanan sosial berdasarkan sosialitas bawaan ini, bahkan setelah periode gangguan yang berarti.

Fukuyama berpendapat bahwa pemulihan tatanan sosial memerlukan penetapan kembali norma-norma ini, yang penting terhadap interaksi sosial dan kepercayaan yang kohesif. Kohesi sosial sangat terkait dengan norma dan nilai moral bersama. Dikala masyarakat mengalami gangguan, terdapat periode kebingungan moral, namun seiring berjalannya waktu, norma dan nilai baru dapat muncul memulihkan kohesi sosial.
Institusi memainkan peran penting dalam memelihara dan memulihkan kohesi sosial. Lembaga yang tangguh dapat beradaptasi terhadap perubahan dan membantu masyarakat mengatasi gangguan dengan memberikan stabilitas dan memperkuat norma-norma sosial. Kepercayaan pada institusi sangat penting bagi kohesi sosial. Selama periode disrupsi, membangun kembali kepercayaan terhadap institusi diperlukan guna membangun kembali tatanan sosial.
Fukuyama membahas penurunan modal sosial, seperti menurunnya keterlibatan masyarakat dan melemahnya jaringan sosial, sebagai faktor penting terganggunya kohesi sosial. Ia menekankan keutamaan membangun kembali modal sosial melalui keterlibatan masyarakat, partisipasi masyarakat, dan penguatan jaringan sosial guna memulihkan kohesi sosial. Ia menganjurkan kebijakan ekonomi inklusif yang menjamin akses yang adil terhadap peluang dan sumber daya sebagai sarana memperkuat kohesi sosial. Ketimpangan ekonomi dapat memperburuk gangguan sosial dan melemahkan kohesi sosial. Mengatasi kesenjangan melalui kebijakan yang mendorong keadilan ekonomi dan mobilitas sosial sangat penting memulihkan kohesi.

Masyarakat perlu menemukan keseimbangan antara mempertahankan struktur sosial tradisional dan beradaptasi dengan tantangan modern. Keseimbangan ini sangat penting mempertahankan kohesi sosial dalam menghadapi perubahan yang sedang berlangsung. Pendekatan inovatif terhadap organisasi sosial, tatakelola, dan pembangunan komunitas diperlukan mengatasi realitas baru dunia modern dan memulihkan kohesi sosial. Mendorong keterlibatan dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan sipil dapat membantu membangun kembali modal sosial dan memperkuat kohesi sosial. Program yang mendorong kesukarelaan, inisiatif lokal, dan proyek berbasis komunitas sangatlah penting. Membangun lembaga yang tangguh dan dapat dipercaya sangat penting menjaga kohesi sosial. Hal ini mencakup memastikan transparansi, akuntabilitas, dan tanggap terhadap kebutuhan masyarakat. Masyarakat semstinya berupaya membangun kembali norma dan nilai moral bersama yang mendorong kepercayaan, kerjasama, dan saling mendukung. Sistem pendidikan dan wacana publik memainkan peran penting dalam proses ini. Penerapan kebijakan yang mengurangi kesenjangan ekonomi dan mendorong mobilitas sosial dapat meningkatkan kohesi sosial. Hal ini mencakup akses terhadap pendidikan berkualitas, layanan kesehatan, dan peluang ekonomi yang adil. Penting merangkul kemajuan teknologi sambil memitigasi dampaknya yang mengganggu terhadap struktur sosial. Kebijakan yang mendukung pekerja, mendorong literasi digital, dan mendorong inovasi inklusif dapat membantu mencapai keseimbangan ini.

Kepercayaan dan timbal balik merupakan komponen penting dari kohesi sosial, membina kerjasama, mengurangi konflik, dan meningkatkan ketahanan masyarakat. Dengan meningkatkan rasa saling percaya dan hubungan timbal balik, masyarakat dapat membangun modal sosial yang kuat, mendukung tatakelola yang efektif, dan meningkatkan kesejahteraan secara keseluruhan. Berinvestasi dalam upaya membangun kepercayaan dan memastikan keadilan dalam pertukaran timbal-balik, teramat penting dalam menjaga komunitas yang kohesif dan inklusif.

Jaringan Sosial merupakan salah satu komponen kunci Kohesi Sosial. Jaringan sosial merujuk pada hubungan dan koneksi yang dimiliki individu dengan orang lain dalam suatu komunitas atau masyarakat. Jaringan ini bisa bersifat formal atau informal dan memainkan peran penting dalam membentuk interaksi sosial, norma, dan perilaku kolektif. Jejaring sosial terdiri dari hubungan pribadi, afiliasi, dan asosiasi yang dipelihara individu dengan anggota keluarga, teman, kolega, tetangga, dan anggota komunitas. Koneksi ini menjadi dasar komunikasi, dukungan, dan interaksi dalam masyarakat. Jejaring sosial berkekuatan ikatan antar individu yang berbeda-beda. Ikatan yang kuat melibatkan hubungan dekat dengan tingkat kepercayaan dan timbal balik yang tinggi, sedangkan ikatan yang lemah menghubungkan individu-individu di berbagai kelompok atau jaringan sosial yang berbeda.
Ada beberapa jenis Jaringan Sosial. Jaringan Pribadi, mencakup teman dekat, anggota keluarga, dan kenalan tepercaya yang memberikan dukungan emosional dan persahabatan. Jaringan Profesional, terdiri dari kolega, mentor, dan kontak profesional yang menawarkan nasihat karir, peluang, dan kolaborasi. Jaringan Komunitas, melibatkan tetangga, organisasi lokal, dan kelompok komunitas yang berkontribusi terhadap keterlibatan masyarakat, gotong royong, dan aksi kolektif.

Jaringan sosial berfungsi sebagai saluran berbagi informasi, ide, dan norma budaya. Pula, mempengaruhi keyakinan individu, perilaku, dan proses pengambilan keputusan. Arus informasi melalui jaringan dapat berdampak pada kohesi sosial dengan memupuk konsensus, membentuk sikap, dan memobilisasi tindakan kolektif.
Jaringan sosial berkontribusi terhadap modal sosial, yang mengacu pada sumber daya, kepercayaan, dan timbal-balik yang tertanam dalam hubungan dan jaringan. Tingkat modal sosial yang tinggi memperkuat ketahanan masyarakat, memfasilitasi kerjasama, dan mendukung tatakelola yang efektif.
Jaringan sosial memberikan dukungan emosional, instrumental, dan informasi kepada individu pada saat dibutuhkan atau krisis. Sistem dukungan yang kuat meningkatkan kesejahteraan dan ketahanan masyarakat. Partisipasi dalam jejaring sosial mendorong keterlibatan masyarakat, kesukarelaan, dan aktivitas kolektif yang meningkatkan kohesi dan solidaritas komunitas. Keterlibatan aktif dalam jaringan komunitas menumbuhkan rasa memiliki dan identitas bersama di antara warga.
Jaringan sosial memfasilitasi transmisi nilai-nilai budaya, tradisi, dan norma antar generasi. Ia melestarikan warisan budaya dan menggalakkan keragaman budaya dalam masyarakat. Jaringan berfungsi sebagai platform penyelesaian konflik, mediasi, dan proses rekonsiliasi. Ia memungkinkan terjadinya dialog, negosiasi, dan pembangunan konsensus di antara pihak-pihak yang berkonflik.

Platform media sosial dan forum online menghubungkan individu secara global, membina komunitas virtual berdasarkan minat, identitas, atau tujuan bersama. Jaringan ini memfasilitasi pertukaran informasi, aktivisme, dan jaringan dukungan lintas batas geografis.
Asosiasi lingkungan setempat menyatukan warga mengatasi permasalahan bersama, menyelenggarakan acara, dan mendorong kohesi komunitas. Jaringan ini memperkuat ikatan sosial, meningkatkan keamanan lingkungan, dan meningkatkan kualitas hidup warga.
Fragmentasi atau isolasi dalam jaringan sosial dapat melemahkan kohesi komunitas, mengurangi modal sosial, dan menghambat tindakan kolektif. Kesenjangan sosial ekonomi, kesenjangan budaya, atau isolasi geografis dapat berkontribusi terhadap fragmentasi sosial.
Akses yang tak setara terhadap teknologi digital dan konektivitas internet, membatasi partisipasi dalam jaringan sosial online, sehingga memperburuk kesenjangan sosial. Menjembatani kesenjangan digital sangat penting mendorong jaringan sosial yang inklusif dan memastikan akses yang adil terhadap informasi dan sumber daya.
Mempromosikan kegiatan, acara, dan pertemuan komunitas memperkuat hubungan antarpribadi dan menumbuhkan jaringan sosial baru. Membangun ruang dan peluang interaksi yang inklusif mendorong partisipasi dan kolaborasi yang beragam. Mendukung inisiatif jaringan, program bimbingan, dan proyek kolaboratif meningkatkan jaringan profesional dan peluang pengembangan karier. Membangun jaringan profesional yang kuat berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi, inovasi, dan berbagi ilmu. Penerapan kebijakan yang mendukung kohesi sosial, keragaman budaya, dan pengembangan masyarakat inklusif akan mendorong terbentuknya jaringan sosial yang tangguh. Berinvestasi pada infrastruktur sosial, ruang publik, dan sumber daya komunitas akan memperkuat ikatan sosial dan meningkatkan kesejahteraan secara keseluruhan.

Robert D. Putnam mengkaji penurunan modal sosial di Amerika Serikat selama paruh kedua abad ke-20 dan implikasinya terhadap kohesi sosial. Putnam berpendapat bahwa jaringan sosial membangun ikatan kepercayaan dan timbal-balik yang penting bagi masyarakat yang berfungsi dengan baik. Menurunnya partisipasi dalam organisasi kemasyarakatan, perkumpulan, dan kelompok sosial menyebabkan melemahnya kohesi sosial. Jaringan sosial yang pernah menghubungkan individu dan mendorong keterlibatan masyarakat kini telah berkurang. Terkikisnya jaringan sosial dan modal sosial mempunyai implikasi yang luas terhadap kesejahteraan masyarakat, termasuk dampak terhadap kesehatan masyarakat, kemakmuran ekonomi, dan pemerintahan yang demokratis.
Putnam menekankan perlunya membangun kembali jaringan sosial melalui keterlibatan masyarakat, kesukarelaan, dan kebijakan yang mendorong interaksi sosial dan kepercayaan.

Christakis dan Fowler mengkaji bagaimana jaringan sosial mempengaruhi berbagai aspek perilaku manusia, termasuk kesehatan, emosi, dan pengambilan keputusan. Mereka berpendapat bahwa struktur dan dinamika jaringan sosial berdampak besar terhadap hasil individu dan kolektif. Mereka menjelaskan bagaimana perilaku dan emosi dapat menyebar melalui jaringan sosial, dengan menyoroti konsep 'tiga tingkat pengaruh', yang menunjukkan bahwa efek dapat menyebar melalui teman, teman dari teman, dan bahkan teman dari teman-teman.
Mereka mengkaji bagaimana jaringan sosial terbentuk dan berkembang, menekankan dinamika yang mempengaruhi struktur dan perilaku jaringan tersebut. Mereka mengidentifikasi faktor-faktor kunci seperti homofili, transitivitas, dan sentralitas yang membentuk jaringan sosial. Homofili adalah kecenderungan individu bergaul dan terikat dengan orang lain yang serupa. Kesamaan ini dapat didasarkan pada berbagai atribut, termasuk demografi (usia, jenis kelamin, ras), status sosial, minat, kepercayaan, atau perilaku. Homofili memainkan peran penting dalam pembentukan jaringan sosial. Orang cenderung menjalin hubungan dengan orang lain yang serupa dengan mereka, sehingga mengarah pada kelompok atau kumpulan individu serupa dalam jaringan yang lebih besar. Kesamaan ini dapat memperkuat perilaku dan sikap yang ada, karena individu lebih cenderung berbagi dan memvalidasi masing-masing sudut pandang. Meskipun homofili memperkuat ikatan dalam kelompok, ia juga dapat menyebabkan segmentasi atau fragmentasi dalam jaringan yang lebih besar, yang berpotensi memunculkan ruang gema atau kelompok dimana sudut pandang yang berbeda cenderung tak dapat ditemukan.

Transitivitas mengacu pada kecenderungan teman dari teman menjadi teman. Ia menggambarkan kemungkinan jika A berteman dengan B, dan B berteman dengan C, maka kemungkinan besar A dan C akan menjadi teman juga. Transitivitas mengarah pada pembentukan triad tertutup (kelompok tiga orang dimana masing-masing anggota terhubung dengan dua orang lainnya), memperkuat kekompakan dan stabilitas jaringan. Transitivitas yang tinggi meningkatkan kepadatan jaringan, yang berarti terdapat lebih banyak interkoneksi antar anggota. Hal ini dapat meningkatkan aliran informasi dan sumber daya dalam jaringan. Dengan membangun kelompok yang terjalin erat, transitivitas berkontribusi pada kohesi sosial dan saling mendukung, karena anggota jaringan saling terhubung melalui berbagai jalur.
Sentralitas mengacu pada pentingnya atau pengaruh suatu node (individu) dalam suatu jaringan. Node pusat merupakan node yang punya banyak koneksi atau node yang menjembatani berbagai bagian jaringan. Individu dengan sentralitas tingkat tinggi berkoneksi yang baik dan dapat mempengaruhi banyak orang secara langsung. Individu dengan sentralitas keterhubungan yang tinggi bertindak sebagai jembatan atau perantara, menghubungkan berbagai bagian jaringan dan memfasilitasi arus informasi. Individu dengan sentralitas kedekatan yang tinggi dapat dengan cepat menjangkau dan mempengaruhi orang lain.
Jaringan sosial berkembang ketika anggota baru bergabung, anggota lama keluar, dan koneksi terbentuk atau dibubarkan. Proses dinamis ini dipengaruhi oleh homofili, transitivitas, dan sentralitas node yang terus berkembang. Jaringan sosial tunduk pada mekanisme umpan-balik dimana struktur jaringan mempengaruhi perilaku individu, yang pada gilirannya mempengaruhi evolusi jaringan. Misalnya, individu mungkin menjadi lebih sentral ketika mereka memperoleh pengaruh, sehingga semakin menarik koneksi baru.
Konteks budaya dan kemasyarakatan yang lebih luas mempengaruhi pembentukan dan evolusi jaringan sosial. Norma, nilai, dan peristiwa eksternal dapat membentuk cara individu terhubung dan berinteraksi. Perubahan teknologi, khususnya dalam komunikasi, telah mengubah cara jaringan sosial berkembang. Platform media sosial, misalnya, memungkinkan terbentuknya jaringan berskala besar dan beragam yang dapat berkembang pesat.

Jaringan sosial mendorong kohesi sosial dengan membina hubungan, mendukung keterlibatan komunitas, dan menyebarkan nilai-nilai budaya. Jaringan sosial yang kuat berkontribusi pada modal sosial, ketahanan, dan tindakan kolektif dalam masyarakat, mendorong pembangunan inklusif dan meningkatkan kualitas hidup individu dan komunitas. Berinvestasi dalam membentuk dan memelihara jaringan sosial yang beragam dan saling berhubungan sangat penting untuk membangun masyarakat yang kohesif dan tangguh.

Nilai dan Norma Bersama merupakan pula salah satu komponen kunci Kohesi Sosial. Nilai dan norma bersama mengacu pada keyakinan, prinsip, dan standar perilaku bersama yang diterima dan diterapkan secara luas dalam suatu komunitas atau masyarakat. Pemahaman bersama ini, menjadi dasar interaksi sosial, kerjasama, dan identitas kolektif. Nilai-nilai bersama mencakup keyakinan mendasar, prinsip etika, dan standar moral yang memandu perilaku individu dan kolektif. Keduanya mencerminkan landasan budaya, agama, filosofis, atau ideologis yang membentuk norma-norma masyarakat. Norma merupakan aturan atau harapan informal yang mengatur perilaku, interaksi, dan peran yang sesuai dalam komunitas. Keduanya menentukan apa yang dipandang dapat diterima, diperbolehkan, atau tabu dalam berbagai konteks sosial.
Nilai dan norma bersama berkontribusi terhadap identitas budaya dengan memperkuat solidaritas kelompok, warisan, dan tradisi. Keduanya meningkatkan rasa memiliki dan tujuan bersama di antara anggota komunitas. Nilai-nilai bersama memberikan kerangka etika bagi pengambilan keputusan, membimbing individu dan institusi dalam dilema etika dan penilaian moral. Keduanya menggalakkan integritas, keadilan, dan akuntabilitas dalam tindakan pribadi dan kolektif.

Nilai-nilai dan norma-norma bersama menumbuhkan rasa persatuan, kohesi, dan saling menghormati di antara individu dan kelompok yang berbeda dalam masyarakat. Keduanya memperkuat ikatan sosial dan mendorong kolaborasi menuju tujuan bersama. Nilai-nilai dan norma-norma umum memfasilitasi komunikasi yang efektif, saling pengertian, dan penyelesaian konflik di antara anggota masyarakat. Mereka mengurangi kesalahpahaman dan meningkatkan empati dan toleransi. Nilai-nilai bersama berkontribusi pada pembentukan identitas kolektif dan identitas kelompok, memperkuat rasa memiliki dan loyalitas terhadap masyarakat atau bangsa. Mereka menetapkan identitas budaya dan warisan, melestarikan tradisi dan praktik budaya. Konsensus mengenai nilai-nilai dan norma-norma bersama mendorong stabilitas sosial dengan menyediakan kerangka kerja bagi ketertiban sosial, kerjasama, dan pengaturan perilaku. Mereka mengurangi ketegangan sosial dan mendorong kohesi sosial pada saat terjadi perubahan atau ketidakpastian.
Dalam masyarakat demokratis, nilai-nilai bersama mencakup penghormatan terhadap hak asasi manusia, supremasi hukum, dan tanggungjawab sipil. Norma-norma keterlibatan masyarakat, semisal memilih, menjadi sukarelawan, dan berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat, mendorong partisipasi demokratis dan kohesi sosial. Etika profesional dan kode etik menetapkan norma-norma bersama di antara para profesional, memastikan integritas, keadilan, dan akuntabilitas di bidangnya masing-masing. Pedoman etika meningkatkan kepercayaan dan profesionalisme dalam profesi seperti kedokteran, hukum, dan bisnis.

Keberagaman budaya dalam masyarakat dapat menyebabkan perbedaan nilai, norma, dan interpretasi terhadap perilaku yang dapat diterima. Menyeimbangkan pluralisme budaya dengan nilai-nilai sosial bersama memerlukan dialog, toleransi, dan rasa hormat terhadap perbedaan budaya. Keberagaman budaya dalam masyarakat dapat menyebabkan perbedaan nilai, norma, dan interpretasi terhadap perilaku yang dapat diterima. Menyeimbangkan pluralisme budaya dengan nilai-nilai sosial bersama memerlukan dialog, toleransi, dan rasa hormat terhadap perbedaan budaya.
Mempromosikan pendidikan mengenai nilai-nilai bersama, tanggungjawab sipil, dan keragaman budaya menumbuhkan pemahaman dan rasa hormat di antara individu dan komunitas. Sekolah, universitas, dan organisasi masyarakat memainkan peran penting dalam menyebarkan dan memperkuat nilai-nilai bersama. Mendorong dialog terbuka, wacana publik, dan perdebatan yang saling menghormati mengenai nilai-nilai dan norma-norma masyarakat akan mendorong terciptanya konsensus dan saling pengertian. Melibatkan beragam suara dalam pembuatan kebijakan dan proses pengambilan keputusan akan memperkuat tata kelola demokratis dan kohesi sosial.
Kepemimpinan beretika dan teladan yang dilakukan oleh institusi, tokoh masyarakat, dan publik figur memperkuat nilai-nilai dan standar etika bersama. Pemimpin yang mewujudkan integritas, keadilan, dan inklusivitas, menginspirasi kepercayaan dan mendorong komitmen kolektif terhadap tujuan bersama.

Jonathan Haidt menggali secara mendalam bagaimana nilai-nilai bersama dan landasan moral berkontribusi terhadap kohesi sosial. Jonathan Haidt menyajikan Teori Landasan Moral, yang mengidentifikasi beberapa nilai atau landasan moral inti yang dimiliki bersama di seluruh budaya tetapi diprioritaskan secara berbeda di antara individu dan kelompok. Teori Landasan Moral Haidt berpendapat bahwa beberapa landasan moral inti membentuk moralitas manusia lintas budaya. Landasan ini mencakup Kepedulian/kerusakan: Kepedulian terhadap kesejahteraan orang lain, dan penghindaran bahaya; Keadilan/kecurangan: Kepedulian terhadap keadilan, timbal-balik, dan fairness; Loyalitas/pengkhianatan: Kesetiaan pada kelompok, keluarga, atau komunitas seseorang, dan keengganan terhadap pengkhianatan; Otoritas/subversi: Penghormatan terhadap otoritas, hierarki, dan tradisi, versus perlawanan terhadap struktur-struktur ini; Kesucian/degradasi: Penghormatan terhadap yang suci atau murni, dan rasa muak terhadap yang profan atau tidak murni; Kebebasan/penindasan: Menghargai kebebasan dan otonomi, serta menentang paksaan dan dominasi.
Individu dan kelompok memprioritaskan landasan moral ini secara berbeda. Misalnya, kelompok politik konservatif cenderung lebih menekankan kesetiaan, otoritas, dan kesucian dibandingkan kelompok liberal, yang kerap mengutamakan kepedulian, keadilan, dan kebebasan. Perbedaan penekanan ini menyebabkan perbedaan intuisi dan penilaian moral mengenai isu-isu sosial.
Ideologi dan afiliasi politik seringkali sejalan dengan landasan moral tertentu. Kalangan konservatif mungkin memandang kebijakan melalui kacamata kesetiaan terhadap negara, penghormatan terhadap otoritas, dan pelestarian nilai-nilai tradisional, sementara kaum liberal memprioritaskan keadilan, kepedulian terhadap kelompok rentan, dan kebebasan dari penindasan. Ketika individu merasa bahwa landasan moral inti mereka terancam, mereka menjadi lebih terpolarisasi. Misalnya, perdebatan mengenai imigrasi dapat menimbulkan kekhawatiran mengenai kesetiaan terhadap negara (bagi kelompok konservatif) atau keadilan dan kepedulian terhadap imigran (bagi kelompok liberal), yang mengarah pada penguatan posisi dan meningkatnya polarisasi.
Di lingkungan media dan media sosial saat ini, orang acapkali mengelilingi diri mereka dengan orang-orang yang berpikiran sama dan informasi yang memperkuat intuisi moral mereka. Hal ini membuka ruang gema dimana perspektif moral yang berbeda jarang ditemui, sehingga memperkuat polarisasi. Landasan moral berkontribusi pada pembentukan identitas kelompok. Individu menyelaraskan diri dengan kelompok yang bernilai-nilai moral sama, sehingga mengarah pada solidaritas dalam kelompok dan permusuhan di luar kelompok. Fenomena ini dapat memperparah polarisasi ketika individu memandang orang-orang di luar komunitas moral mereka sebagai orang yang dicurigai secara moral atau bahkan tak bermoral. Para pemimpin politik dan media sering menyusun isu-isu dengan cara yang menarik landasan moral tertentu dari basis mereka. Pembingkaian ini dapat meningkatkan respons emosional dan semakin memperdalam perpecahan antar kelompok dengan prioritas moral yang berbeda.
Dengan memahami bagaimana perbedaan landasan moral membentuk sikap politik dan sosial, Haidt memberikan wawasan tentang mekanisme yang mendorong polarisasi. Mengenali dan mengatasi perbedaan-perbedaan ini sangat penting dalam mendorong dialog, saling pengertian, dan kerjasama lintas perbedaan ideologi. Haidt menggarisbawahi interaksi kompleks antara psikologi moral, nilai-nilai budaya, dan perilaku politik, yang menawarkan jalan menuju penjembatanan kesenjangan dalam masyarakat yang semakin terpolarisasi.

Nilai-nilai dan norma-norma bersama merupakan komponen penting dari kohesi sosial, yang memberikan kerangka umum bagi persatuan, komunikasi, dan perilaku etis dalam masyarakat. Keduanya memajukan identitas budaya, stabilitas sosial, dan ketahanan kolektif dengan memupuk rasa saling menghormati, pengertian, dan kerjasama di antara individu dan kelompok yang beragam. Memperkuat konsensus mengenai nilai-nilai bersama melalui pendidikan, dialog, dan kepemimpinan beretika akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mendorong pembangunan inklusif.

Salah satu komponen kunci Kohesi Sosial berikutnya adalah Inklusi dan Kesetaraan. Inklusi dan kesetaraan merujuk pada prinsip dan penerapan yang bertujuan memastikan perlakuan adil, kesempatan yang setara, dan partisipasi bagi seluruh individu dalam suatu komunitas atau masyarakat. Prinsip-prinsip ini berfokus pada mengatasi kesenjangan, mendorong keberagaman, dan menumbuhkan rasa memiliki di antara kelompok-kelompok yang berbeda. Inklusi dan kesetaraan memprioritaskan penyediaan akses yang setara terhadap sumber daya, peluang, dan layanan tanpa memandang latarbelakang, karakteristik, atau keadaan individu. Tujuan dari program ini untuk menghilangkan hambatan yang menghambat partisipasi dan kemajuan berdasarkan faktor-faktor seperti ras, etnis, gender, disabilitas, status sosial ekonomi, atau orientasi seksual. Merangkul keberagaman bermakna mengakui dan menghargai perbedaan dalam perspektif, pengalaman, dan identitas dalam masyarakat. Keadilan memastikan bahwa individu dan kelompok yang beragam memiliki keterwakilan, suara, dan pengaruh dalam proses pengambilan keputusan dan urusan masyarakat.
Kesetaraan mencakup prinsip-prinsip keadilan sosial, fairness, dan ketidakberpihakan dalam mengatasi kesenjangan sistemik, diskriminasi, dan marginalisasi. Hal ini bertujuan untuk memperbaiki kelemahan historis dan struktural mencapai pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan.
Inklusi melibatkan pembangunan lingkungan, kebijakan, dan praktik yang dapat diakses dan mengakomodasi beragam kebutuhan dan preferensi. Hal ini memastikan bahwa individu penyandang disabilitas, misalnya, berkesempatan yang sama dalam berpartisipasi penuh dalam kegiatan sosial, ekonomi, dan budaya.

Inklusi dan kesetaraan menumbuhkan rasa persatuan, saling menghormati, dan solidaritas antar individu dan kelompok dengan latar belakang dan identitas berbeda. Keduanya memperkuat ikatan sosial dan mengurangi perpecahan dengan mengedepankan pemahaman, empati, dan nilai-nilai bersama. Praktik inklusif dan kebijakan yang adil membangun modal sosial dengan melibatkan beragam perspektif, talenta, dan kontribusi dalam komunitas. Keduanya memupuk kepercayaan, kolaborasi, dan tindakan kolektif, yang mengarah pada ketahanan dan kohesi masyarakat yang lebih kuat. Mengatasi kesenjangan melalui kebijakan inklusif dan peluang yang adil membantu mengurangi kesenjangan sosial dan mendorong mobilitas ke atas. Hal ini meningkatkan hasil ekonomi, kesehatan, dan kesejahteraan secara keseluruhan bagi kelompok masyarakat yang terpinggirkan atau kurang terlayani. Lingkungan inklusif mendorong inovasi, kreativitas, dan pemecahan masalah dengan memanfaatkan beragam perspektif dan pengalaman. Kesetaraan dalam akses terhadap pendidikan, pekerjaan, dan sumber daya menumbuhkan bakat dan mendorong pertumbuhan ekonomi dan inovasi.
Inisiatif tindakan afirmatif mendorong inklusi dan kesetaraan dengan memberikan peluang dan menghilangkan hambatan bagi kelompok yang secara historis terpinggirkan dalam pendidikan, pekerjaan, dan layanan publik. Kebijakan-kebijakan ini bertujuan mencapai keberagaman dan keterwakilan di institusi dan tempat kerja. Prinsip desain universal memastikan bahwa lingkungan, produk, dan layanan dapat diakses oleh semua individu, termasuk penyandang disabilitas. Hal ini mendorong inklusivitas dengan mengakomodasi beragam kebutuhan dan preferensi tanpa memerlukan adaptasi atau modifikasi khusus.

Heather McGhee mengkaji bagaimana kesenjangan rasial dan kurangnya inklusi merugikan kohesi masyarakat dan kemakmuran ekonomi, serta memberikan wawasan dalam mendorong kesetaraan yang lebih besar demi keuntungan masyarakat. Praktik diskriminatif menghilangkan peluang bagi individu berdasarkan ras, etnis, atau faktor lainnya, sehingga menghalangi mereka berkontribusi penuh terhadap pertumbuhan ekonomi dan inovasi. Diskriminasi rasial berkontribusi terhadap kesenjangan upah dan kesenjangan pendapatan, membatasi kesejahteraan ekonomi secara keseluruhan ketika kelompok-kelompok yang terpinggirkan berjuang mencapai keamanan ekonomi. Kebijakan yang berakar pada rasisme dan eksklusi melanggengkan perpecahan dalam masyarakat, menumbuhkan ketidakpercayaan dan permusuhan antar kelompok ras dan etnis yang berbeda. Segregasi fisik dan sosial berdasarkan ras dan etnis memperkuat kesenjangan dan memunculkan hambatan terhadap kohesi sosial, sehingga mengurangi peluang dalam saling memahami dan berkolaborasi lintas budaya.
Rasisme dan eksklusi melemahkan lembaga-lembaga demokrasi dengan mencabut hak masyarakat yang terpinggirkan dan mengganggu keterwakilan politik dan proses pengambilan keputusan. Ketimpangan dan ketidakadilan yang terus-menerus memicu keresahan dan protes sosial, menyoroti ketegangan dan melemahkan stabilitas yang penting bagi masyarakat yang kohesif.
Rasisme yang sistemik melanggengkan siklus kemiskinan dan eksklusi lintas generasi, membatasi mobilitas ke atas dan melanggengkan kesenjangan sosial. Kesenjangan rasial dalam akses terhadap layanan kesehatan dan keadilan lingkungan memperburuk hasil kesehatan, sehingga berdampak pada kesejahteraan masyarakat dan produktivitas secara keseluruhan. Dengan mengecualikan individu dan kelompok berbakat dari partisipasi penuh dalam masyarakat dan perekonomian, rasisme sistemik dan praktik eksklusi membatasi potensi kolektif dan inovasi yang dapat bermanfaat bagi masyarakat secara keseluruhan.
Analisis McGhee menggarisbawahi bahwa mengatasi rasisme sistemik dan mendorong inklusi bukan hanya soal keadilan; amatlah penting memupuk kohesi sosial, meningkatkan kesejahteraan ekonomi, dan memperkuat lembaga-lembaga demokrasi. Dengan menghilangkan hambatan dan mendorong kesetaraan, masyarakat dapat memaksimalkan potensi setiap individu dan membangun masa depan yang lebih bersatu dan tangguh.

Diskriminasi, bias, dan prasangka sistemik yang terus-menerus menghambat upaya mencapai inklusi dan kesetaraan yang sesungguhnya. Mengatasi norma-norma sosial yang telah mengakar dan hambatan struktural memerlukan advokasi yang berkelanjutan, reformasi kebijakan, dan perubahan budaya. Keterbatasan sumber daya dan persaingan prioritas dapat menimbulkan tantangan terhadap alokasi sumber daya yang adil dan akses terhadap peluang, khususnya di wilayah dengan sumber daya terbatas. Memprioritaskan keadilan dalam pengambilan keputusan anggaran dan perencanaan kebijakan sangat penting mencapai pembangunan inklusif.
Menetapkan dan menegakkan kebijakan dan undang-undang yang mendorong persamaan hak, non-diskriminasi, dan praktik inklusif di seluruh sektor dan lembaga merupakan kebijakan penting dalam mendorong Inklusi dan Kesetaraan, termasuk menerapkan langkah-langkah tindakan afirmatif dan inisiatif keberagaman guna memastikan keterwakilan dan peluang yang adil. Selain itu, mendorong pendidikan tentang keberagaman, kesetaraan, dan inklusi untuk menumbuhkan pemahaman, empati, dan kompetensi budaya di antara individu dan komunitas juga merupakan suatu tantangan. Meningkatkan kesadaran akan bias yang tak disadari dan mendorong bahasa dan perilaku inklusif dalam interaksi antarpribadi; melibatkan pemangku kepentingan, termasuk kelompok marginal, dalam proses pengambilan keputusan, inisiatif pengembangan masyarakat, dan upaya advokasi; serta membangun kemitraan dan koalisi guna mengatasi kesenjangan sistemik dan mendorong tindakan kolektif bagi perubahan sosial adalah beberapa kebijakan untuk mendorong Inklusi dan Kesetaraan.

Inklusi dan kesetaraan merupakan prinsip dasar pendorong kohesi sosial, persatuan, dan keadilan dalam masyarakat. Keduanya memastikan bahwa seluruh individu berkesempatan yang sama dalam berpartisipasi, berkontribusi, dan mendapatkan manfaat dari kemajuan kolektif. Dengan mengatasi kesenjangan, memupuk keberagaman, dan mendorong keadilan, praktik-praktik inklusif dan adil akan memperkuat ikatan sosial, meningkatkan ketahanan masyarakat, dan mendukung pembangunan berkelanjutan bagi seluruh anggota masyarakat. Berinvestasi dalam kebijakan inklusif, pendidikan, dan keterlibatan masyarakat sangat penting dalam membangun komunitas yang kohesif dan berkembang, yang merayakan keberagaman dan menjunjung nilai-nilai keadilan dan kesetaraan.

Komponen kunci terakhir dari Kohesi Sosial ialah Partisipasi dan Keterlibatan. Partisipasi dan keterlibatan merujuk pada keterlibatan aktif, kontribusi, dan interaksi individu dan kelompok dalam aktivitas komunitas atau kemasyarakatan, proses pengambilan keputusan, dan upaya kolektif. Komponen-komponen ini penting dalam mendorong tatakelola yang inklusif, tanggungjawab sipil, dan kohesi masyarakat. Partisipasi melibatkan individu dan kelompok yang secara aktif menyumbangkan ide, perspektif, dan upaya mereka terhadap kegiatan komunitas, proyek, atau proses pengambilan keputusan. Ia memberdayakan warga negara agar membentuk lingkungan mereka, mengadvokasi kepentingannya, dan berkolaborasi menuju tujuan bersama.
Keterlibatan mencakup tanggungjawab sipil, termasuk memberikan suara dalam pemilu, menjadi sukarelawan bagi pelayanan masyarakat, dan berpartisipasi dalam forum publik atau organisasi sipil. Hal ini meningkatkan rasa memiliki, sifat berkualitas, dan komitmen terhadap kesejahteraan dan pembangunan masyarakat. Partisipasi dalam proses demokrasi, seperti konsultasi publik, pertemuan di balaikota, dan kampanye advokasi, memperkuat tatakelola dan akuntabilitas demokratis. Ia memastikan bahwa beragam suara didengar, kepentingan terwakili, dan keputusan mencerminkan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Keterlibatan memupuk hubungan sosial, kepercayaan, dan solidaritas antar individu dan kelompok dalam komunitas. Hal ini membangun modal sosial dengan mempromosikan kolaborasi, saling mendukung, dan tindakan kolektif menuju tujuan bersama.

Partisipasi memberdayakan individu agar secara aktif berkontribusi terhadap pengembangan masyarakat, pengambilan keputusan, dan pemecahan masalah. Hal ini meningkatkan keagenan, efikasi diri, dan keterampilan kepemimpinan di antara para anggotanya, menumbuhkan rasa pemberdayaan dan kepemilikan. Keterlibatan dalam proses demokrasi mendorong transparansi, akuntabilitas, dan daya tanggap dalam pemerintahan. Hal ini memperkuat nilai-nilai demokrasi seperti kebebasan berekspresi, pluralisme, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia, serta berkontribusi terhadap stabilitas dan legitimasi politik. Kegiatan partisipatif membangun jaringan dan hubungan sosial berdasarkan kepercayaan, timbal balik, dan kepentingan bersama. Hal ini mengurangi isolasi sosial, memperkuat ketahanan masyarakat, dan mendorong kohesi sosial dengan menjembatani kesenjangan dan mendorong inklusivitas. Keterlibatan dalam inisiatif kolaboratif dan pemecahan masalah kolektif mendorong inovasi, kreativitas, dan perspektif yang beragam. Hal ini menghasilkan ide, solusi, dan pendekatan baru untuk mengatasi tantangan masyarakat dan meningkatkan kualitas hidup.
Warga berpartisipasi dalam pertemuan perencanaan lingkungan, lokakarya, atau komite dalam memberikan masukan mengenai proyek pembangunan perkotaan, perbaikan infrastruktur, atau inisiatif lingkungan. Keterlibatan mereka memastikan bahwa prioritas dan permasalahan lokal diintegrasikan ke dalam keputusan dan kebijakan perencanaan. Individu menjadi sukarelawan untuk proyek layanan masyarakat, organisasi amal, atau acara lokal untuk menyumbangkan waktu, keterampilan, dan sumber daya mereka terhadap perbaikan masyarakat. Keterlibatan relawan memperkuat ikatan sosial, meningkatkan kebanggaan masyarakat, dan memenuhi kebutuhan masyarakat melalui tindakan kolektif.

Kesenjangan sosial ekonomi, hambatan bahasa, kesenjangan digital, atau isolasi geografis dapat membatasi akses terhadap informasi, sumber daya, atau peluang dalam berpartisipasi. Mengatasi hambatan memerlukan upaya penjangkauan yang inklusif, akomodasi aksesibilitas, dan strategi keterlibatan yang disesuaikan. Ketidakpercayaan terhadap institusi, sikap apatis terhadap politik, atau kekecewaan terhadap proses partisipatif dapat membuat individu enggan terlibat aktif dalam kegiatan sipil atau pemerintahan. Membangun kepercayaan, mendorong transparansi, dan menunjukkan hasil nyata sangat penting dalam mendorong partisipasi yang bermakna.
Langkah-langkah mempromosikan Partisipasi dan Keterlibatan termasuk menyediakan platform, informasi, dan sumber daya yang dapat diakses untuk berpartisipasi, seperti forum online, pusat komunitas, atau kampanye penjangkauan; memastikan inklusivitas dengan mengakomodasi beragam kebutuhan, preferensi, dan gaya komunikasi dalam upaya keterlibatan; mendidik dan meningkatkan kesadaran tentang pentingnya keterlibatan masyarakat, hak-hak, dan tanggung jawab di antara individu, sekolah, dan organisasi masyarakat; mempromosikan program pendidikan kewarganegaraan, inisiatif pengembangan kepemimpinan, dan kegiatan keterlibatan pemuda untuk membina pemimpin sipil masa depan; mengadopsi pendekatan tata kelola kolaboratif yang melibatkan pemangku kepentingan dalam pengambilan keputusan, pengembangan kebijakan, dan proses implementasi; membangun kemitraan, koalisi, dan jaringan untuk memanfaatkan keahlian kolektif, sumber daya, dan dukungan untuk pembangunan masyarakat berkelanjutan.

Ezra Klein mengkaji peran partisipasi dan keterlibatan politik dalam membentuk dinamika sosial, dengan fokus pada dampak polarisasi terhadap kohesi sosial. Menjamurnya media partisan dan platform media sosial membuka ruang gema (echo chamber) dimana individu mengonsumsi berita dan informasi yang memperkuat keyakinan politik mereka. Penguatan terus-menerus ini memperkuat identitas politik dan menjadikannya lebih menonjol dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat cenderung memilih sumber media yang sejalan dengan pandangan politik mereka, sehingga semakin memperkuat identitas politiknya. Paparan informasi yang selektif ini mempolarisasikan opini dan meningkatkan pentingnya identitas politik.
Selama beberapa dekade terakhir, partai-partai politik di Amerika Serikat menjadi lebih homogen secara ideologis. Pemilahan ini berarti bahwa afiliasi partai semakin selaras dengan serangkaian keyakinan dan nilai tertentu, sehingga menjadikan identitas politik sebagai bagian yang lebih komprehensif dan signifikan dalam konsep diri individu. Kesenjangan yang semakin besar di antara partai-partai politik menumbuhkan mentalitas 'kita vs. mereka', dimana individu teramat mengidentifikasi diri dengan kelompok politik mereka dan memandang partai lawan sebagai pihak yang berbeda secara fundamental atau bahkan mengancam. Mentalitas ini mengintensifkan pentingnya identitas politik dalam interaksi sosial.

Identitas politik bersinggungan dengan aspek identitas lainnya, semisal ras, agama, dan gender. Interseksionalitas ini berarti bahwa afiliasi politik dapat menjadi proksi bagi identitas-identitas lain, sehingga semakin melekatkan identitas politik dalam kehidupan pribadi dan sosial. Isu-isu politik semakin banyak dibingkai dalam kerangka moral, sehingga menyebabkan individu melihat keyakinan politik mereka sebagai cerminan nilai-nilai inti dan keyakinan moral mereka. Moralisasi ini memperkuat hubungan antara identitas politik dan konsep diri.
Orang cenderung bergaul dengan orang lain yang memiliki keyakinan politik yang sama, sebuah fenomena yang dikenal sebagai homofili. Jaringan sosial, baik online maupun offline, seringkali terdiri dari individu-individu yang berpikiran sama, memperkuat identitas politik melalui interaksi sosial dan norma-norma kelompok. Dalam jaringan ini, terdapat tekanan sosial dalam menyesuaikan diri dengan pandangan politik dominan. Tekanan ini dapat mengarah pada identifikasi yang lebih kuat dengan keyakinan politik dan peningkatan polarisasi ketika individu berusaha menyelaraskan diri dengan kelompoknya. Tingkat keterlibatan dan aktivisme politik yang lebih tinggi, yang acapkali didorong oleh media sosial, menjadikan identitas politik sebagai bagian yang lebih menonjol dalam kehidupan individu. Partisipasi dalam protes, kampanye, dan diskusi online memperkuat sentralitas identitas politik. Turut dalam aktivitas politik memberikan rasa memiliki akan tujuan dan kepemilikan, menegaskan identitas politik individu dan mengintegrasikannya ke dalam konsep diri mereka secara keseluruhan. Identitas politik membentuk lingkaran sosial, mempengaruhi persahabatan, hubungan romantis, dan dinamika keluarga. Perbedaan keyakinan politik dapat menyebabkan fragmentasi sosial, dimana individu semakin banyak bersosialisasi hanya dengan orang-orang yang berpandangan politik yang sama. Identitas politik dapat menyatukan dan memecah belah. Dalam kelompok politik, mereka menumbuhkan kohesi dan solidaritas. Namun, antar kelompok yang berseberangan dapat menimbulkan konflik, ketidakpercayaan, dan perpecahan sosial.
Analisis Ezra Klein menyoroti dampak besar identitas politik terhadap konsep diri dan interaksi sosial. Dengan memahami dinamika ini, kita dapat lebih memahami tantangan polarisasi dan pentingnya mendorong keterlibatan politik yang lebih inklusif dan konstruktif dalam meningkatkan kohesi sosial.

Partisipasi dan keterlibatan merupakan bagian integral dalam mendorong kohesi sosial, tatakelola pemerintahan yang demokratis, dan ketahanan masyarakat. Dengan memberdayakan individu dan kelompok untuk secara aktif berkontribusi, berkolaborasi, dan mengadvokasi kepentingan mereka, partisipasi mendorong pembangunan inklusif, memperkuat ikatan sosial, dan membangun kapasitas kolektif untuk mengatasi tantangan bersama. Berinvestasi dalam strategi keterlibatan inklusif, pendidikan kewarganegaraan, dan praktik tatakelola kolaboratif akan meningkatkan nilai-nilai demokrasi, mendorong kesetaraan, dan mendukung pembangunan berkelanjutan bagi komunitas yang dinamis dan kohesif.

Persatuan dan kohesi sosial merupakan konsep yang saling berhubungan dan saling menguatkan. Persatuan mengacu pada keadaan bersatu atau bergabung secara keseluruhan, khususnya dalam hal tujuan, nilai, dan identitas bersama. Ia mengandung makna rasa kebersamaan dan solidaritas antar individu dan kelompok dalam suatu komunitas atau bangsa. Persatuan merupakan komponen fundamental dari kohesi sosial. Ketika masyarakat merasa bersatu, mereka akan lebih percaya, bekerjasama, dan saling mendukung, yang merupakan elemen kunci dari kohesi sosial. Persatuan dan kohesi sosial saling menguatkan. Kohesi sosial yang kuat dapat menumbuhkan rasa persatuan, dan komunitas yang bersatu akan lebih mungkin menunjukkan tingkat kohesi sosial yang tinggi.
Persatuan seringkali muncul dari nilai-nilai, tujuan, dan identitas bersama. Manakala individu mengidentifikasi diri dengan tujuan atau serangkaian nilai yang sama, mereka cenderung bertindak dengan cara yang mendorong kohesi sosial. Rasa memiliki tujuan kolektif meningkatkan persatuan dan, pada gilirannya, memperkuat kohesi sosial. Masyarakat yang punya visi bersama akan bekerjasama secara lebih efektif dalam mencapai tujuan mereka, sehingga membangun masyarakat yang kohesif.
Persatuan menumbuhkan kepercayaan di antara individu dan kelompok. Ketika masyarakat merasa bersatu, mereka akan lebih saling percaya, yang merupakan aspek penting dari kohesi sosial. Persatuan mendorong hubungan timbal-balik dimana individu saling mendukung dan membantu. Tindakan timbal balik ini memperkuat ikatan sosial dan berkontribusi pada kohesi sosial.
Persatuan sejati mencakup seluruh anggota masyarakat, memastikan bahwa setiap orang merasa dihargai dan diikutsertakan. Persatuan inklusif mendorong kohesi sosial dengan mengurangi kesenjangan dan memastikan bahwa beragam kelompok terintegrasi ke dalam tatanan sosial. Rasa persatuan mendorong partisipasi yang adil dalam kegiatan masyarakat dan proses pengambilan keputusan, sehingga semakin meningkatkan kohesi sosial dengan memastikan bahwa semua suara didengar dan dipertimbangkan.
Persatuan membantu memediasi konflik dan mengurangi ketegangan dalam komunitas. Ketika masyarakat bersatu, mereka akan lebih mungkin menyelesaikan perselisihan secara damai, sehingga menjaga dan memperkuat kohesi sosial. Selama masa krisis atau kesulitan, komunitas yang bersatu berdiri bersama dan mendukung anggotanya. Solidaritas ini meningkatkan kohesi sosial dengan menunjukkan sikap saling peduli dan bekerjasama.
Persatuan mendorong partisipasi aktif dalam kehidupan bermasyarakat. Ketika individu merasa bersatu, mereka cenderung terlibat dalam kegiatan komunitas, kerja sukarela, dan tugas-tugas sipil, yang semuanya berkontribusi pada kohesi sosial. Komunitas yang bersatu ikut dalam upaya kolaboratif dalam mengatasi tantangan bersama dan meningkatkan kesejahteraan kolektif mereka. Kolaborasi ini memperkuat ikatan sosial dan mendorong masyarakat yang kohesif.

Negara-negara dengan rasa identitas nasional yang kuat, seringkali menunjukkan tingkat kohesi sosial yang tinggi. Simbol, tradisi, dan praktik budaya bersama memupuk persatuan dan menimbulkan rasa memiliki di antara warga negara. Proyek komunitas, semisal bersih lingkungan, festival lokal, atau usaha koperasi, menyatukan masyarakat mencapai tujuan yang sama. Proyek-proyek ini meningkatkan persatuan dan kohesi sosial dengan mendorong kerja tim dan kesuksesan bersama. Gerakan sosial yang mengadvokasi tujuan bersama, seperti hak-hak sipil, perlindungan lingkungan, atau keadilan sosial, membangun persatuan di antara berbagai kelompok. Kesatuan ini memperkuat kohesi sosial dengan menyelaraskan upaya menuju visi perubahan bersama.
Keberagaman kepentingan dan identitas dalam suatu masyarakat dapat menyebabkan fragmentasi sosial jika tak dikelola secara inklusif. Mengatasi perbedaan-perbedaan ini dan menemukan titik temu sangat penting dalam menjaga persatuan dan kohesi sosial. Polarisasi politik, budaya, atau ekonomi dapat merusak persatuan dan kohesi sosial. Upaya menjembatani perpecahan dan mendorong dialog sangat penting dalam mengatasi polarisasi.
Ketimpangan ekonomi dapat mengikis kohesi sosial dengan menimbulkan perpecahan dan mengurangi peluang persatuan. Mendorong kebijakan yang adil dan pertumbuhan ekonomi yang inklusif sangat penting dalam mendorong kohesi sosial. Marginalisasi dan pengucilan kelompok tertentu melemahkan persatuan dan kohesi sosial. Memastikan bahwa seluruh anggota masyarakat merasa dihargai dan dilibatkan, merupakan hal yang penting dalam membangun komunitas yang kohesif.

Untuk mendorong Persatuan dan Kohesi Sosial, pemerintah dan organisasi hendaknya menerapkan kebijakan yang mendorong inklusivitas, kesetaraan, dan kesamaan peluang. Memastikan bahwa beragam kelompok terwakili dan punya suara dalam proses pengambilan keputusan akan menumbuhkan persatuan dan kohesi sosial. Mendorong dialog terbuka, keterlibatan masyarakat, dan pemecahan masalah secara kolaboratif akan memperkuat ikatan sosial dan mendorong persatuan. Acara komunitas, forum publik, dan inisiatif partisipatif dapat meningkatkan kohesi sosial. Sistem pendidikan hendaknya menekankan pentingnya persatuan, keberagaman, dan kohesi sosial. Mempromosikan kompetensi budaya, empati, dan tanggungjawab sipil melalui pendidikan akan membangun landasan bagi masyarakat yang kohesif.
Persatuan memupuk kepercayaan, kerjasama, dan rasa memiliki, yang semuanya penting bagi kohesi sosial. Pada gilirannya, kohesi sosial meningkatkan persatuan dengan mengedepankan nilai-nilai bersama, partisipasi inklusif, dan kesejahteraan kolektif. Membangun dan memelihara persatuan dan kohesi sosial memerlukan kebijakan inklusif, keterlibatan aktif masyarakat, dan komitmen terhadap kesetaraan dan keadilan. Bersama-sama, mereka menciptakan landasan yang kuat untuk masyarakat yang stabil, sejahtera, dan harmonis.

Persatuan dan kohesi sosial seringkali saling memperkuat secara siklis. Kesatuan awal seputar suatu sebab atau tujuan dapat memperkuat kohesi sosial melalui upaya kolaboratif dan keberhasilan bersama. Kohesi sosial yang meningkat ini, pada gilirannya, mempermudah tercapainya kesatuan dalam upaya-upaya di masa depan. Sebuah komunitas mungkin bersatu untuk membangun taman lokal. Kesatuan awal ini memperkuat ikatan dan kepercayaan sosial. Di masa depan, komunitas yang kohesif ini dapat lebih mudah bersatu untuk proyek atau tantangan lain, sehingga membuka siklus saling menguatkan.
Ketika suatu komunitas atau bangsa menghadapi visi bersama atau tantangan bersama, seperti bencana alam, gerakan sosial, atau tujuan nasional, persatuan dapat muncul ketika orang-orang bersatu demi tujuan bersama. Kesatuan ini kemudian dapat mengarah pada peningkatan kohesi sosial saat individu dan kelompok mengembangkan perilaku saling percaya, solider, dan kooperatif. Gerakan hak-hak sipil atau kampanye lingkungan kerap dimulai dengan tujuan yang menyatukan. Ketika masyarakat bersatu demi tujuan ini, mereka membangun hubungan, kepercayaan, dan kerjasama, sehingga menghasilkan kohesi sosial yang lebih kuat. Saat menghadapi bencana alam atau ancaman eksternal, masyarakat sering bersatu merespons krisis tersebut. Kesatuan ini menumbuhkan rasa saling percaya, saling mendukung, dan rasa memiliki, sehingga meningkatkan kohesi sosial.
Dalam komunitas atau negara yang telah memiliki kohesi sosial yang kuat, individu dan kelompok telah membangun kepercayaan, norma-norma bersama, dan saling mendukung. Kohesi sosial ini kemudian dapat memupuk persatuan ketika muncul tujuan atau tantangan bersama, karena masyarakat cenderung bekerjasama secara efektif. Dalam masyarakat dengan tingkat kohesi sosial yang tinggi, yang ditandai dengan kepercayaan, kesetaraan, dan partisipasi inklusif, persatuan akan lebih mudah dicapai bila diperlukan. Ikatan sosial yang ada memudahkan masyarakat bersatu dalam inisiatif baru atau merespons tantangan secara kolektif. Organisasi atau komunitas yang berbudaya kolaborasi dan saling menghormati seringkali menunjukkan kohesi sosial yang tinggi. Manakala kelompok-kelompok ini menghadapi tujuan atau tantangan baru, kekompakan mereka akan memfasilitasi transisi yang mulus menuju persatuan.
Persatuan dan kohesi sosial merupakan unsur yang saling menguatkan dan bersama-sama memberikan kontribusi terhadap kekuatan dan ketahanan masyarakat atau bangsa. Membangun persatuan dan kohesi sosial memerlukan upaya berkelanjutan dalam meningkatkan kepercayaan, inklusivitas, dan nilai-nilai bersama.

Pada episode berikutnya, kita akan membahas hubungan antara tensi sosio-politik dan kohesi sosial. Secara singkat kita akan mencermati tensi sosio-politik dari pembangunan skala besar di Indonesia, yaitu Proyek Strategis Nasional semisal BSD City dan PIK 2, biidznillah.”

Seruni pun berdendang,

Every love made a mark on your body
[Setiap cinta memberi tanda pada tubuhmu]
And you can see the reason why
[Dan dirimu dapat melihat alasan mengapa]
Am I just a zombie?
[Kuhanya seorang Zombie?]
Am I just a zombie in this lonely world? *)
[Kuhanya seorang Zombie di dunia yang sepi ini?]
Kutipan & Rujukan:
- Francis Fukuyama, The Social Virtues and the Creation of Prosperity, 1995, Free Press
- Francis Fukuyama, The Great Disruption: Human Nature and the Reconstitution of Social Order, 1999, Profilr Books
- Partha Dasgupta & Ismail Serageldin (Eds.), Social Capital: A Multifaceted Perspective, 2000, The World Bank
- Robert D. Putnam, Bowling Alone: The Collapse and Revival of American Community, 2001, Touchstone
- Nicholas A. Christakis and James H. Fowler, Connected: The Surprising Power of Our Social Networks and How They Shape Our Lives, 2011, Little, Brown Spark
- Jonathan Haidt, The Righteous Mind: Why Good People Are Divided by Politics and Religion, 2013, Penguin Books
- Heather McGhee, The Sum of Us: What Racism Costs Everyone and How We Can Prosper Together, 2021, Random House Publishing
- Ezra Klein, Why We’re Polarized, 2020, Avid Reader Press
*) "Lonely World" karya K-391, Herman Gardarfve, Jens Hult, Julianne Aurora & Victor Crone