[Bagian 4]Sejarah kelas pekerja perempuan merupakan kisah tentang ketahanan, perjuangan, dan transformasi di berbagai era dan wilayah. Sepanjang sejarah, kaum perempuan telah memainkan peran penting dalam gerakan buruh, selalu memperjuangkan upah, kondisi kerja, dan hak sosial yang lebih baik.Dalam Revolusi Industri, perempuan kelas pekerja amat berperan dalam pabrik tekstil, tambang batubara, dan layanan rumah tangga. Mereka mengalami jam kerja yang panjang, upah rendah, dan kondisi berbahaya, namun mereka mengorganisir pemogokan dan gerakan buruh dalam menuntut perlakuan yang adil.Partisipasi buruh perempuan meningkat selama awal abad ke-20, khususnya selama masa perang. Dalam Perang Dunia I dan Perang Dunia II, kaum perempuan mengambil peran di pabrik, galangan kapal, dan industri lainnya, membuktikan kemampuan mereka di bidang yang secara tradisional didominasi kaum lelaki. Namun, banyak yang terdesak dari pekerjaan ini seusai perang berakhir.Pada pertengahan hingga akhir abad ke-20, gerakan feminis bersinggungan dengan perjuangan buruh, yang mengarah pada kemajuan signifikan dalam hak-hak di tempat kerja. Perempuan memperjuangkan upah yang sama, cuti hamil, dan perlindungan terhadap diskriminasi di tempat kerja. Meningkatnya industri jasa juga mengubah sifat pekerjaan perempuan, dengan lebih banyak peluang di bidang pendidikan, perawatan kesehatan, dan administrasi.Saat ini, kelas pekerja perempuan terus menghadapi tantangan, termasuk kesenjangan upah, pekerjaan yang tidak menentu, dan hambatan bagi kemajuan karier. Namun, mereka tetap berada di garis depan gerakan buruh, mengadvokasi upah yang adil, kondisi kerja yang lebih baik, dan kesetaraan gender di tempat kerja di seluruh dunia.Kaum buruh akan sangat terlihat perannya di negara-negara berkembang dan industri padat karya seperti manufaktur, pertanian, dan konstruksi. Di pusat-pusat perkotaan, pekerja menggerakkan sektor jasa dan infrastruktur. Di daerah pedesaan, buruh tani memainkan peran penting dalam ketahanan pangan dan ekonomi lokal.Buruh atau pekerja, amat mudah dikenali dalam pekerjaan yang melibatkan tubuh dan hasilnya nyata. Contoh, pekerja konstruksi, pembersih jalan, operator pabrik, buruh tani, dan pekerja rumah tangga sering melakukan tugas mereka di ruang terbuka atau dalam kondisi dimana usaha, keringat, dan pengulangan pekerjaan mereka dapat terlihat secara langsung. Bentuk-bentuk pekerjaan ini cenderung dikaitkan dengan kelas buruh dan acapkali diremehkan meskipun jelas terlihat perannya.Buruh juga tampak penting dikala para pekerja bergerak melalui aksi mogok, demonstrasi, dan aktivitas serikat pekerja. Momen-momen perlawanan atau advokasi kolektif menyoroti buruh sebagai kekuatan sosial dan politik, yang menarik perhatian pada kondisi tempat orang bekerja. Peristiwa-peristiwa ini acapkali menyoroti ketidaksetaraan, tuntutan akan martabat, dan perjuangan atas upah dan hak.Sebaliknya, banyak bentuk pekerjaan modern semakin tidak terlihat. Misalnya, pekerja ekonomi lepas (seperti kurir makanan atau pengemudi transportasi umum) beroperasi dalam kondisi yang terpisah-pisah dan terisolasi. Demikian pula, pekerjaan perawatan (pengasuh anak, pengasuh lansia, perawat) dan pekerjaan emosional (layanan pelanggan, pramugari) sering diabaikan, walaupun pekerjaan tersebut penting. Ketidaktampakan tersebut diperburuk manakala pekerjaan tersebut dilakukan di ruang pribadi, seperti rumah, atau di lingkungan virtual dimana upaya fisik tak langsung terlihat.Bentuk-bentuk pekerjaan yang paling terlihat sering dikaitkan dengan status rendah dan upah rendah, sementara pekerjaan profesional atau manajerial berstatus tinggi mungkin melibatkan jam kerja panjang dan upaya mental tetapi sering dibingkai sebagai pemimpin atau inovasi daripada sebagai pekerjaan. Hal ini mencerminkan bagaimana narasi budaya dan struktur kelas menentukan apa yang kita kenal sebagai "pekerjaan." Visibilitas pekerjaan dipengaruhi oleh bagaimana pekerjaan yang berbeda digambarkan di televisi, film, iklan, dan media sosial. Misalnya, dokter dan pengacara sering diagungkan, sementara petugas kebersihan, pekerja gudang, atau pengemudi pengiriman mungkin sama sekali tidak ada dalam narasi publik. Hal ini berkontribusi pada persepsi yang menyimpang tentang siapa yang bekerja dan bagaimana masyarakat berfungsi.Para pekerja merupakan tulang punggung perekonomian mana pun. Merekalah orang-orang yang memproduksi barang, menyediakan layanan, memelihara infrastruktur, dan mendorong inovasi. Tanpa pekerja, sistem ekonomi akan lumpuh, karena takkan ada yang mengoperasikan mesin, membangun rumah, mengajar anak-anak, merawat orang sakit, atau bahkan menanam tanaman pangan.Tanpa pekerja, perekonomian tak dapat berjalan. Mereka merupakan tulang punggung produksi barang dan jasa. Tenaga kerja yang sehat, terampil, dan mendapat kompensasi yang layak akan meningkatkan produktivitas dan daya saing nasional. Oleh karenanya, kesejahteraan dan perlindungan tenaga kerja merupakan isu utama dalam kebijakan pembangunan ekonomi.Jadi, mengapa pekerja penting bagi perekonomian? Pada tingkat paling dasar, tenaga kerja merupakan faktor produksi. Pekerja menyumbangkan waktu, energi, dan keterampilan mereka membuat segala sesuatu yang dikonsumsi dalam suatu perekonomian—mulai dari makanan dan pakaian hingga teknologi dan transportasi. Setiap produk dan layanan yang ada di pasar merupakan hasil usaha manusia.Tatkala orang bekerja, mereka tak semata menghasilkan barang dan jasa, tapi juga beroleh penghasilan. Penghasilan ini memungkinkan mereka membelanjakan uang untuk barang dan jasa lain, yang menstimulasi permintaan. Permintaan ini mendorong bisnis agar tumbuh, yang mengarah pada lebih banyak investasi, lebih banyak pekerjaan, dan produktivitas yang lebih tinggi. Dengan cara ini, pekerja menjadi produsen sekaligus konsumen, yang menciptakan siklus aktivitas ekonomi.Melalui pekerjaan mereka, para pekerja berkontribusi terhadap perekonomian tak hanya dengan berproduksi, tetapi juga dengan membayar pajak. Pajak ini membantu mendanai layanan publik seperti pendidikan, perawatan kesehatan, transportasi, dan keamanan nasional. Tanpa tenaga kerja yang kuat dan stabil, pemerintah akan kekurangan sumber daya keuangan untuk menyediakan layanan penting yang bermanfaat bagi seluruh warga negaranya.Jika sebuah negara mengalami tingkat pengangguran yang tinggi, maka akan timbul berbagai dampak sosial dan ekonomi yang gawat. Banyaknya orang yang tidak bekerja berarti banyak individu dan keluarga yang kehilangan penghasilan, yang kemudian dapat menyebabkan kemiskinan, kelaparan, dan meningkatnya kesenjangan sosial.Dari sisi ekonomi, pengangguran menyebabkan penurunan daya beli masyarakat, sehingga konsumsi menurun dan bisnis mengalami penurunan pendapatan. Hal ini bisa membuat perusahaan mengurangi jumlah tenaga kerja, yang pada akhirnya memunculkan lingkaran pengangguran. Selain itu, pengangguran yang tinggi juga dapat menimbulkan keresahan sosial, meningkatnya angka kriminalitas, dan turunnya kepercayaan publik terhadap pemerintah dan institusi.Di sisi fiskal, pengangguran membebani anggaran negara karena pemerintah harus menyediakan lebih banyak bantuan sosial seperti tunjangan pengangguran, bantuan pangan, dan dukungan perumahan. Sementara itu, pemasukan negara dari pajak penghasilan berkurang, yang dapat menimbulkan defisit anggaran dan memperlemah kemampuan negara dalam membiayai sektor penting semisal pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.Lantas, siapa dong yang bertanggungjawab menyediakan pekerjaan bagi para warga negara? Pada prinsipnya, penciptaan lapangan kerja merupakan tanggungjawab bersama antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat. Namun demikian, pemerintah berperan strategis dan sentral dalam memastikan kondisi ekonomi yang mendukung pertumbuhan lapangan kerja serta menyediakan kesempatan kerja yang layak bagi seluruh warga negara.Pemerintah bertanggungjawab menyusun kebijakan ekonomi yang dapat mendorong pertumbuhan dan investasi. Hal ini mencakup kebijakan perpajakan, stabilitas harga, pembangunan infrastruktur, dan kepastian hukum. Jika iklim usaha sehat, maka perusahaan swasta akan lebih percaya diri berkembang dan merekrut tenaga kerja.Pemerintah juga menciptakan lapangan kerja secara langsung dengan merekrut tenaga kerja di sektor publik semisal pendidikan, kesehatan, keamanan, transportasi, dan pelayanan publik lainnya. Pada masa krisis, pemerintah dapat menjalankan program padat karya atau proyek infrastruktur untuk menekan angka pengangguran.Peran penting lainnya ialah memastikan bahwa warga negara memiliki keterampilan dan kompetensi yang dibutuhkan pasar kerja. Hal ini dilakukan melalui pendidikan, pelatihan vokasional, dan program sertifikasi. Tenaga kerja yang terampil akan lebih mudah mendapat pekerjaan dan mampu beradaptasi dengan perubahan zaman.Pemerintah dapat merangsang pertumbuhan lapangan kerja melalui dukungan pada sektor-sektor baru seperti ekonomi digital, energi terbarukan, dan teknologi. Bantuan dalam bentuk subsidi, insentif pajak, dan pembentukan inkubator bisnis akan menumbuhkan usaha baru dan menyerap tenaga kerja.Pemerintah wajib memastikan bahwa pekerjaan yang tersedia layak dan manusiawi. Ini termasuk menetapkan dan menegakkan upah minimum, jaminan keselamatan kerja, hak berserikat, dan perlindungan terhadap diskriminasi atau eksploitasi.Melalui layanan ketenagakerjaan, pelatihan ulang, dan asuransi pengangguran, pemerintah dapat mendampingi dan menghubungkan masyarakat dari masa tanpa pekerjaan menuju kembali ke dunia kerja.So, tingginya pengangguran membawa dampak yang amat luas. Walaupun sektor swasta merupakan pencipta lapangan kerja utama, tanggungjawab utama tetap berada di pundak pemerintah untuk menciptakan kondisi, regulasi, dan kebijakan yang memungkinkan masyarakat mendapatkan pekerjaan yang layak. Pemerintah yang sukses adalah pemerintah yang mampu menyejahterakan rakyatnya melalui lapangan pekerjaan.Para pekerja yang terampil dan termotivasi membantu meningkatkan produktivitas—yang berarti menghasilkan lebih banyak dengan sedikit usaha atau sumber daya. Dalam perekonomian berbasis ilmu dan teknologi tinggi, kreativitas dan kemampuan memecahkan masalah pekerja berkontribusi pada inovasi, yang membantu bisnis tetap kompetitif dan menghasilkan keberhasilan ekonomi jangka panjang.Tingkat pekerja yang tinggi menghasilkan kohesi sosial yang lebih besar. Ketika orang memiliki akses ke pekerjaan yang layak, mereka cenderung merasa aman, merasa dihargai, dan penuh harapan tentang masa depan. Hal ini mengurangi kemiskinan, kejahatan, dan keresahan sosial, yang semuanya penting bagi lingkungan ekonomi yang sehat.Seiring berkembangnya ekonomi karena globalisasi, teknologi, dan perubahan lingkungan, pekerja memainkan peran penting dalam beradaptasi dengan industri dan tantangan baru. Misalnya, transisi ke energi hijau atau ekonomi digital bergantung pada pelatihan ulang dan penempatan kembali tenaga kerja ke sektor-sektor yang sedang berkembang.Para pekerja bukan semata peserta dalam ekonomi—merekalah fondasinya. Mereka memungkinkan produksi, merangsang konsumsi, membayar pajak, berkontribusi pada inovasi, dan menyatukan masyarakat. Tanpa pekerja, takkan ada perekonomian, hanya sistem abstrak tanpa ada yang menjalankannya. Itulah sebabnya setiap strategi ekonomi berkelanjutan hendaknya menempatkan hak-hak pekerja, kesejahteraan, dan pembangunan di pusat kebijakan dan perencanaan.Peran buruh telah mengalami perubahan yang amat penting sepanjang sejarah, terutama di era modern. Pada masa pra-industri, sebagian besar masyarakat bekerja di sektor pertanian, kerajinan tangan, atau usaha keluarga. Pekerjaan bersifat lokal, informal, dan belum teratur oleh hukum nasional atau pasar global.Dengan munculnya Revolusi Industri pada abad ke-18 dan ke-19, pekerja mulai masuk ke dalam sistem kerja upahan di pabrik-pabrik, pertambangan, dan industri berskala besar. Masa ini ditandai dengan jam kerja yang sangat panjang, upah yang rendah, dan kondisi kerja yang berbahaya. Buruh hampir tidak memiliki hak, dan tenaga kerja anak-anak pun banyak digunakan. Karena itu, mulai muncul gerakan buruh yang memperjuangkan upah layak, jam kerja yang manusiawi, dan kondisi kerja yang lebih aman.Memasuki abad ke-20, peran buruh semakin diakui dengan tumbuhnya serikat pekerja, praktik perundingan bersama (collective bargaining), serta lahirnya undang-undang ketenagakerjaan yang diberlakukan pemerintah. Sistem jaminan sosial, upah minimum, dan perlindungan keselamatan kerja menjadi lebih umum. Buruh tidak lagi dipandang sekadar sebagai tenaga kasar, tetapi juga sebagai pilar pembangunan nasional dan penopang ekonomi.Di era modern yang ditandai dengan digitalisasi dan globalisasi, peran buruh kembali mengalami transformasi. Banyak jenis pekerjaan baru muncul di sektor jasa, teknologi, dan industri kreatif, sementara otomatisasi dan kecerdasan buatan menggeser banyak peran kerja tradisional. Meski begitu, muncul juga tantangan baru, seperti meningkatnya pekerjaan tidak tetap (gig economy), kurangnya perlindungan sosial, dan ketimpangan pendapatan. Perdebatan modern kini tidak hanya soal upah, tetapi juga menyangkut kualitas pekerjaan, keseimbangan hidup-kerja, dan hak atas pekerjaan yang bermakna.Hari Buruh Internasional, atau yang dikenal sebagai May Day, diperingati setiap tanggal 1 Mei di banyak negara untuk menghormati gerakan buruh dan kontribusi para pekerja terhadap masyarakat.Asal-usulnya bermula dari akhir abad ke-19 di Amerika Serikat, terutama dari insiden Haymarket di Chicago pada tahun 1886. Saat itu, para buruh Amerika sedang memperjuangkan hak untuk bekerja 8 jam sehari. Pada tanggal 1 Mei 1886, ratusan ribu buruh melakukan mogok kerja massal di berbagai kota. Di Chicago, unjuk rasa yang awalnya damai berubah menjadi kekerasan setelah terjadi ledakan bom yang menewaskan polisi dan warga sipil.Insiden Haymarket menjadi simbol perjuangan buruh dan menginspirasi gerakan buruh di seluruh dunia. Pada tahun 1889, Kongres Buruh Internasional Kedua (Second International), yang beranggotakan partai-partai buruh dan sosialis, menetapkan 1 Mei sebagai hari peringatan internasional bagi perjuangan kaum pekerja. Sejak saat itu, May Day diperingati sebagai hari untuk merayakan capaian buruh, menuntut keadilan kerja, dan menggaungkan hak-hak pekerja di berbagai belahan dunia.
[Bagian 1]