Rabu, 31 Juli 2024

Ocehan Seruni (31)

"Di kepulauan Metro Andongsekar yang marak, tempat sinar matahari mengecup laut dan sang jabal berkisik dalam klandestin, hiduplah dua sosok misterius: Mr T dan Miss V. Keduanya, legenda dengan hak-nya masing-masing, walaupun dengan latarbelakang yang amat beda.
Mr T—bukan Laurence Tureaud sang bintang the A-Team, dedengkot misterius besar dalam dunia judol, ahli dalam penyamaran. Doi mampu menjadi siapa saja, dimana saja, dan kapan saja. Ada yang ngomong bahwa doi mantan pesulap yang beralih ke ilmu hitam perjudian setelah kelincinya lepas. Yang lain percaya bahwa doi seorang teknolog jenius yang berhasil menembus kode alam bawah. Gak ada yang tahu pasti. Operasinya sama peliknya dengan kucing dalam topi pesulap merah, dan identitasnya misteri yang terbalut enigma, dibumbui sedikit intrik.
Di sisi lain spektrum, ada Miss V—mirip dengan Scarlet 'Black Widow' Johansson di Marvel, seorang vigilante kebajikan. Doi kepala Agen Perlindungan Kebermanfaatan, yang didedikasikan memberantas kebatilan dalam masyarakat. Miss V dikenal karena patuh banget ama hukum, dan kompas moralnya yang pantang nyerah. Doi pernah lho bikin kapok seekor bajing loncat karena nimbun terlalu banyak kacang mete, dengan dalih bahwa itu bentuk perjudian dengan alam semesta.
Suatu hari, cantrik Janaloka, kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Andongsekar, memutuskan, enough was enough. Doi nyatain perang terhadap Mr T, bersumpah mengungkap kedok penjudi yang sulit ditangkap itu, dan menyeretnya ke pengadilan. Pernyataan Janaloka menggemparkan seluruh negeri. Sang Prabu dan Kepala Bregada Nasional garuk-garuk kepala, kepoin siapa sih Mr T ini, lagian doi kok gak pernah ngundang-ngundang ke malam pesta poker diam-diamnya.
Sementara itu, Miss V melihat peluang. Doi mutusin bergabung dengan Janaloka, berharap dapat membersihkan negeri dari pengaruh Mr T yang merusak. Bersama-sama, mereka meluncurkan serangkaian kampanye kesadaran publik, memperingatkan warga tentang bahaya judol. Mereka bahkan membuat slogan eksotis: 'Jangan Pertaruhkan Nyawa Anda, Bermainlah dengan Aman Bersama Miss V!'
Saat investigasi berlangsung, rumor pun beredar. Ada yang bilang Mr T nyingit di tempat yang mudah terpampang, nyamar sebagai pedagang kaki lima jualan lotre. Yang lain mengklaim, doi telah melarikan diri ke pulau terpencil, tempat doi ngajarin beruk main blackjack. Media asing pun heboh, dengan tajuk utama semisal 'Mr T: The Man, The Myth, The Mystery' dan 'Miss V’s Virtue Crusade: Can She Catch the Gambler?'
Pada akhirnya, kebenaran masihlah elusif. Mr T selalu lepas dari bekukan, legendanya berkembang dari hari ke hari. Miss V, tanpa gentar, bersumpah terus berjuang demi kebajikan, sebuah keluhuran di suatu masa. Dan Janaloka? Ya, doi jadi pahlawan nasional, dikenang atas kewiraannya melawan dunia judol yang suram.
Maka dari itu, hikayat Mr T dan Miss V, jadi bagian cerita rakyat Andongsekar, sebuah kisah tentang intrik, kebajikan, dan ajang pertarungan abadi antara darmabakti dan angkaramurka."

"Nah, sekarang mari kita buat sebuah perumpamaan. Di imperium Innovatia, para penguasanya para pemimpin bisnis yang amat kaya dan sangat berpengaruh," Seruni melanjutkan perbincangan kita.
"Mereka membangun kekayaannya melalui inovasi dan kewirausahaan. Akan tetapi, saat mereka naik ke tampuk kekuasaan, mereka menghadapi tantangan memerintah kekaisaran seraya mempertahankan kepentingan bisnis mereka. Para penguasa Innovatia mendirikan badan regulasi yang disebut Titian Kencana guna mengawasi perdagangan dan perniagaan. Semestinya, Titian Kencana memastikan persaingan yang wajar dan melindungi kepentingan warga negara. Seiring berjalannya waktu, para pengusaha berkuasa di Innovatia itu, yang merupakan sekutu dekat para penguasa, mulai mempengaruhi Titian Kencaana. Mereka melobi aturan yang menguntungkan bisnisnya, semisal tarif tinggi terhadap barang-barang impor dan subsidi bagi industri mereka. Banyak pejabat Titian Kencana mantan karyawan Dewan Saudagar. Selepas masa jabatannya, mereka sering kembali ke posisi yang menguntungkan di dalam dewan. Pintu putar ini memunculkan keadaan dimana para regulator lebih berpihak pada kepentingan para pengusaha daripada warga negara.
Akibatnya, warga Innovatia mengalami harga-harga yang lebih tinggi dan hanya punya sedikit pilihan. Bisnis kecil berusaha bersaing, dan inovasi melambat lantaran aturan lebih memihak pada pemain kakap. Beberapa warga negara mulai mengadvokasi reformasi. Mereka mendorong transparansi dan akuntabilitas di Titian Kencana, yang bertujuan memutus siklus regulatory capture dan memastikan bahwa regulasi melayani kepentingan publik. Dalam analogi ini, para penguasa Innovatia merepresentasikan para pengusaha yang menjadi regulator. Titian Kencana melambangkan badan regulator, dan Dewan Saudagar menggambarkan kelompok kepentingan khusus yang menawan para regulator. Dilema warga menyoroti impak negatif regulatory capture terhadap publik.

Konsepsi Regulatory Capture diperkenalkan oleh George Stigler, seorang ekonom peraih Nobel, pada tahun 1970-an. Regulatory capture terjadi karena para industriawan berinsentif yang kuat mempengaruhi regulator, sementara warga negara perorangan, yang kurang terpengaruh secara langsung, kurang termotivasi dan minim sumber daya guna memperjuangkan kepentingan mereka. Stigler berpendapat bahwa badan-badan regulator acapkali berakhir melayani kepentingan industri yang mereka atur ketimbang kepentingan publik. Hal ini terjadi karena industriawan punya insentif yang kuat mempengaruhi regulator guna membangun kondisi yang menguntungkan bagi mereka. Para industriawan menginvestasikan sumber daya agar menawan para regulator karena manfaat dari regulasi yang menguntungkan (semisal berkurangnya persaingan atau harga yang lebih tinggi) dapat menjadi substansial. Para regulator, di sisi lain, akan dipengaruhi oleh janji pekerjaan masa depan dalam industri atau manfaat lainnya.

Stigler menyertakan beberapa studi kasus mendalam yang menggambarkan dinamika penawanan regulator dan benturannya pada berbagai industri. Misalnya, dalam Regulasi Kelistrikan, Stigler meneliti bagaimana badan regulasi sering tak mampu mengendalikan harga secara efektif dan bagaimana industri kelistrikan dapat mempengaruhi regulator mengamankan cuan yang menguntungkan. Ia juga membahas regulasi federal tentang harga minyak bumi, menyoroti bagaimana kebijakan regulasi dapat menyebabkan konsekuensi yang tak diinginkan, semisal kekurangan pasokan dan distorsi pasar. Studi kasus lainnya berfokus pada industri gas alam, mengeksplorasi bagaimana kerangka regulasi dapat dimanipulasi oleh pelaku industri dalam mempertahankan harga tinggi dan membatasi persaingan. Stigler juga menyentuh penyalahgunaan ekologis dalam produksi energi, membahas bagaimana badan regulasi terkadang mengabaikan masalah lingkungan karena tekanan industri. Studi kasus ini memberikan contoh konkret tentang bagaimana penawanan para regulator terjadi dan implikasinya yang lebih luas terhadap efisiensi pasar dan kesejahteraan publik.
Teori pilihan publik (public choice theory), seperti yang dibahas Stigler, menerapkan prinsip-prinsip ekonomi untuk mempelajari perilaku politik. Stigler berpendapat bahwa regulator, seperti semua individu, bertindak demi kepentingan pribadi mereka sendiri. Ini berarti mereka akan dipengaruhi oleh keuntungan pribadi, semisal prospek pekerjaan masa depan dalam industri yang mereka atur. Teori pilihan publik meneliti bagaimana politisi dan birokrat membuat keputusan. Teori ini menunjukkan bahwa tindakan mereka seringkali didorong oleh keinginan memaksimalkan perlengkapan mereka sendiri, yang dapat mencakup memperoleh suara, menambah kekuasaan, atau mengamankan keuntungan finansial. Teori ini menyoroti peran kelompok kepentingan khusus dalam membentuk kebijakan regulasi. Kelompok-kelompok ini punya dorongan yang kuat melobi para regulator yang menguntungkan mereka, bahkan pun jika regulasi tersebut bukan untuk kepentingan publik. Stigler juga memperkenalkan gagasan tentang 'market for regulation (pasar untuk regulasi)', dimana industri dan kelompok kepentingan bersaing mempengaruhi hasil regulasi. Persaingan ini dapat mengarah pada regulasi yang menguntungkan kelompok yang well-organized dan well-funded.

Brink Lindsey dan Steven Teles menyajikan analisis terperinci tentang bagaimana kepentingan khusus yang kuat memanipulasi proses pembuatan kebijakan bagi keuntungan mereka, yang mengarah pada pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat dan meningkatnya ketimpangan. Lindsey dan Teles mengidentifikasi beberapa mekanisme utama yang menyebabkan hal ini terjadi.
Regulasi-regulasi regresif merupakan aturan dan kebijakan yang secara tak proporsional menguntungkan orang kaya dan berkuasa, seringkali dengan mengorbankan masyarakat umum. Misalnya, celah pajak dan subsidi bagi industri tertentu dapat menyebabkan konsentrasi kekayaan di kalangan elit. Hal ini membuka arena dolanan yang tak seimbang, dimana orang kaya semakin kaya sementara mobilitas ekonomi bagi yang lainnya terhambat. Keadaan ini juga dapat menyebabkan alokasi sumber daya yang tak efisien, memperlambat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Subsidi-subsidi pengambilan risiko (subsidies for risk-taking), terutama terlihat di sektor keuangan, subsidi ini mendorong bank dan lembaga keuangan lainnya mengambil risiko yang berlebihan, mengetahui bahwa mereka akan diselamatkan jika terjadi kekeliruan. Hal ini dapat menyebabkan krisis keuangan, seperti yang terlihat pada krisis keuangan global tahun 2008. Biaya krisis ini acapkali ditanggung oleh pembayar pajak, sementara keuntungan dari usaha berisiko hanya dinikmati oleh elit keuangan.
Undang-undang kekayaan intelektual dimaksudkan untuk melindungi inovasi, tetapi jika terlalu ketat, undang-undang tersebut dapat menghambat persaingan dan inovasi. Perusahaan besar dapat menggunakan paten dan hak cipta untuk mempertahankan kendali monopoli atas pasar. Hal ini membatasi pendatang baru dan inovasi, yang menyebabkan harga lebih tinggi dan lebih sedikit pilihan bagi konsumen. Ini memungkinkan pula perusahaan mapan mempertahankan dominasinya dan terus meraup untung besar.
Persyaratan perizinan untuk profesi tertentu dapat terlalu ketat, sehingga memunculkan hambatan masuk bagi profesional baru. Kendati beberapa regulsi diperlukan bagi keselamatan publik, perizinan yang terlalu ketat dapat melindungi bisnis mapan dari persaingan. Hal ini mengurangi peluang berwirausaha dan bekerja, terutama bagi individu berpenghasilan rendah yang minim sumber daya memenuhi persyaratan ini. Keadaan ini juga menyebabkan biaya layanan yang lebih tinggi karena berkurangnya persaingan.
Kebijakan semisal undang-undang zonasi dan pembatasan bangunan dapat membatasi pasokan perumahan, terutama di area yang diinginkan. Kontrol ini seringkali didorong oleh sentimen NIMBY (Not In My Backyard), dimana penduduk yang ada menentang pembangunan baru. Situasi ini menaikkan biaya perumahan, sehingga menyulitkan orang membeli rumah, terutama di daerah perkotaan. Pula, memperburuk ketimpangan, karena orang yang lebih kaya mampu tinggal di daerah ini sementara yang lain tak mampu.
Mekanisme-mekanisme ini menggambarkan bagaimana regulatory capture dapat mendistorsi pasar dan hasil kebijakan agar menguntungkan pihak yang berkuasa, yang mengarah pada konsekuensi ekonomi dan sosial lebih luas.

Daniel Carpenter, David Moss, dan kontributor lainnya mengusulkan beberapa strategi mengurangi regulatory capture. Mereka menawarkan beberapa strategi termasuk peningkatan transparansi, melibatkan pembuatan proses regulasi yang terbuka dan dapat diakses oleh publik. Hal ini dapat mencakup penerbitan notulen rapat, dasar pengambilan keputusan, dan data yang digunakan dalam keputusan regulasi. Strategi ini dapat memberikan manfaat jika transparansi membangun kepercayaan publik terhadap lembaga regulasi. Regulator cenderung bertindak demi kepentingan publik jika tindakan mereka tunduk pada pengawasan publik. Akan tetapi, membuat informasi regulasi yang kompleks dapat diakses dan dipahami oleh publik dapat menimbulkan lebih banyak tantangan.
Badan pengawas independen dapat memantau badan pengawas untuk memastikan mereka tak dipengaruhi secara tidak semestinya oleh kepentingan khusus. Badan-badan ini dapat mengaudit keputusan, menyelidiki pengaduan, dan menegakkan kepatuhan. Strategi ini dapat memberikan beberapa manfaat, antara lain imparsialitas (pengawasan independen dapat memberikan pemeriksaan yang tidak bias terhadap tindakan pengawas) dan pencegahan (keberadaan pengawasan dapat mencegah regulator terlibat dalam praktik korupsi). Walau demikian, pengawasan yang efektif memerlukan pendanaan dan sumber daya yang memadai, dan memastikan independensi sejati badan pengawas dapat menjadi tantangan.
Melibatkan publik dalam proses regulasi dapat mengimbangi pengaruh kepentingan khusus. Hal ini dapat dilakukan melalui dengar pendapat publik, periode komentar, dan konsultasi pemangku kepentingan. Partisipasi publik menghadirkan berbagai sudut pandang yang lebih luas dalam proses pengambilan keputusan. Keputusan yang melibatkan masukan publik cenderung dipandang absah. Tapi, mendorong partisipasi publik yang bermakna dapat menjadi hal yang sulit, terutama jika publik merasa masukan mereka takkan membuat perbedaan. Memastikan bahwa semua pemangku kepentingan yang relevan terwakili dapat menjadi tantangan.
Membatasi masa jabatan pejabat regulator dan mendorong rotasi personel dapat mencegah regulator terlalu dekat dengan para industriawan yang mereka awasi. Rotasi membawa ide dan perspektif baru ke dalam badan regulator. Rotasi mengurangi kemungkinan regulator mengembangkan hubungan yang akrab dengan pelaku industri. Namun, rotasi yang sering dapat mengganggu kesinambungan dan memori kelembagaan. Akan sulit pula menemukan personel yang berkualifikasi, yang bersedia mengambil peran regulator jangka pendek.
Menegakkan aturan konflik kepentingan yang ketat memastikan bahwa regulator tak punya kepentingan pribadi atau finansial yang dapat membahayakan keputusan mereka. Aturan yang jelas membantu menjaga integritas keputusan regulasi. Aturan tersebut meningkatkan kepercayaan publik terhadap proses regulasi. Kendati demikian, penegakan aturan konflik kepentingan yang efektif dapat menjadi tantangan. Memastikan pengungkapan potensi konflik secara menyeluruh dan jujur ​​dapat menjadi hal yang sulit.
Menggalakkan penelitian empiris yang ketat untuk mendiagnosis dan mengukur penangkapan regulasi, dapat menghasilkan reformasi yang lebih tepat dan efektif. Keputusan yang didasarkan pada data empiris cenderung lebih efektif. Penelitian dapat mengidentifikasi area tertentu tempat penawanan paling mungkin terjadi, sehingga memungkinkan intervensi yang ditargetkan. Namun bagaimanapun, memperoleh data yang andal bisa jadi sulit. Menerjemahkan temuan penelitian ke dalam reformasi regulasi praktis bisa jadi menantang.
Jika strategi-strategi ini diterapkan secara efektif, dapat membantu membangun lingkungan regulasi yang lebih tahan terhadap penawanan dan lebih selaras dengan kepentingan publik.

Dikala para pengusaha menjadi penguasa atau vice-versa seperti pintu putar, keadaan ini kerap menimbulkan konflik kepentingan dimana kebijakan dan regulasi dapat dirancang agar menguntungkan kepentingan bisnis penguasa daripada kepentingan publik. Pengusaha yang berkuasa (Pengpeng) dapat membuat atau mempengaruhi kebijakan yang menguntungkan bisnis atau industri mereka, yang mengarah ke ajang bermain yang tak seimbang dan menghambat persaingan. Badan pengatur akan kurang ketat dalam menegakkan hukum dan regulasi terhadap bisnis yang dimiliki oleh mereka yang berkuasa, yang menyebabkan kurangnya akuntabilitas. Sumber daya publik dapat dialokasikan dengan cara menguntungkan kepentingan bisnis penguasa, semisal memberikan kontrak atau subsidi yang memberi kemenangan bagi perusahaan mereka. Para Pengpeng dapat mempengaruhi legislasi agar membangun kondisi yang memaslahatkan bisnis mereka, semisal keringanan pajak, pengurangan beban regulasi, atau hak eksklusif.

Benturan apa yang dihasilkan dari para pengusaha yang beralih menjadi penguasa ini? Impak dari para Pengpeng bisa sangat signifikan baik secara positif maupun negatif, tapi tampaknya, dampak negatifnya lebih menonjol. Di satu sisi, para pengusaha kerap membawa pola pikir berorientasi bisnis ke dalam tatakelola, dengan fokus pada pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan efisiensi. Misalnya, masa jabatan Thaksin Shinawatra di Thailand memperlihatkan pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan yang berarti. Pengalaman mereka di sektor swasta dapat menghasilkan pendekatan inovatif terhadap tatakelola dan administrasi publik. Sebastián Piñera di Chili menerapkan beberapa kebijakan yang ramah bisnis yang bertujuan meningkatkan inovasi dan kewirausahaan. Para pengusaha cenderung pragmatis dan berorientasi pada hasil, yang dapat menghasilkan pengambilan keputusan yang lebih efektif dan tepat waktu. Pendekatan ini dapat bermanfaat dalam mengatasi tantangan ekonomi dan administratif.
Di sisi lain, dikala para pengusaha menjadi penguasa, kepentingan bisnisnya dapat berbenturan dengan tugas publik mereka. Hal ini dapat menghasilkan kebijakan yang menguntungkan bisnis atau industri mereka, seperti yang terlihat pada kasus Silvio Berlusconi di Italia, dimana kerajaan medianya menimbulkan kekhawatiran tentang bias media dan konflik kepentingan. Penawanan para regulator dapat menjadi lebih jelas ketika para penguasa berkepentingan bisnis yang menonjol. Hal ini dapat merusak efektivitas kerangka kerja regulasi dan mengikis kepercayaan publik. Beberapa penguasa-pengusaha mengadopsi praktik otoriter demi melindungi kepentingan bisnis mereka atau mengonsolidasikan kekuasaan. Thaksin Shinawatra menghadapi tuduhan merusak lembaga-lembaga demokrasi dan pelanggaran hak asasi manusia selama masa jabatannya. Perpaduan kekuatan bisnis dan politik dapat menyebabkan ketidakpercayaan publik terhadap lembaga-lembaga pemerintah. Hal ini dapat diperburuk jika ada persepsi korupsi atau favoritisme. Contohnya, Donald Trump, masa kepresidenannya ditandai dengan upaya deregulasi yang signifikan, pemotongan pajak, dan fokus pada peningkatan ekonomi. Namun, transaksi bisnisnya dan potensi konflik kepentingan merupakan sumber kontroversi yang konstan. Silvio Berlusconi, masa jabatannya sebagai Perdana Menteri ditandai dengan berbagai pertarungan hukum dan tuduhan menggunakan kekuatan politiknya demi melindungi kepentingan bisnisnya. Kontrolnya atas outlet media juga menimbulkan kekhawatiran tentang kebebasan pers dan demokrasi.

Implikasi jangka panjang adanya Pengpeng bisa sangat mendalam. Para Pengpeng kerap sangat berfokus pada pertumbuhan ekonomi, inovasi, dan efisiensi. Ketajaman bisnis mereka dapat mengarah pada penerapan kebijakan yang mendorong kewirausahaan, menarik investasi, dan menciptakan lapangan kerja. Contohnya, masa jabatan Thaksin Shinawatra di Thailand menghasilkan pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan. Namun, kebijakannya akan secara tak proporsional lebih memihak pada bisnis besar atau industri tertentu, yang berpotensi mengabaikan bisnis kecil dan sektor lainnya. Hal ini dapat menyebabkan ketidakseimbangan ekonomi dan meningkatnya kesenjangan.
Para Pengpeng dapat menerapkan pendekatan yang berorientasi pada hasil dan pragmatis terhadap tatakelola, yang berpotensi menghasilkan pengambilan keputusan yang lebih efektif dan tepat waktu. Sebastián Piñera di Chili menerapkan beberapa kebijakan yang berpihak pada bisnis yang bertujuan meningkatkan inovasi dan kewirausahaan. Penggabungan kekuatan bisnis dan politik dapat menyebabkan konflik kepentingan, penangkapan regulasi, dan ketidakpercayaan publik. Ketika kebijakan tampaknya lebih memihak pada kepentingan bisnis penguasa, hal itu dapat mengikis kepercayaan publik terhadap lembaga pemerintah.
Pengpeng mungkin mendorong reformasi yang menyederhanakan birokrasi dan mengurangi korupsi, memanfaatkan pengalaman mereka di sektor swasta untuk meningkatkan efisiensi sektor publik. Di sisi lain, peran gandanya dapat merusak integritas kerangka regulasi. Misalnya, masa jabatan Silvio Berlusconi di Italia menimbulkan kekhawatiran tentang bias media dan konflik kepentingan karena kendalinya atas outlet media besar.
Pengpeng dapat memprioritaskan pembangunan ekonomi, yang dapat mengarah pada peningkatan infrastruktur, pendidikan, dan perawatan kesehatan. Akan tetapi, fokus mereka pada pertumbuhan ekonomi akan mengorbankan pertimbangan sosial dan lingkungan. Kebijakannya lebih memprioritaskan kepentingan industri dan komersial ketimbang perlindungan lingkungan dan kesejahteraan sosial.
Pengpeng dapat membawa perspektif baru ke dunia politik, menantang status quo, dan memperkenalkan solusi inovatif untuk masalah yang sudah lama ada. Namun ada risiko kecenderungan otoriter, dimana para penguasa dapat mengonsolidasikan kekuasaan melindungi kepentingan bisnis mereka. Hal ini dapat merusak lembaga dan proses demokrasi, semisal yang terlihat pada masa jabatan Thaksin Shinawatra di Thailand, yang menghadapi tuduhan merusak lembaga demokrasi dan pelanggaran hak asasi manusia.
Jika dikelola dengan baik, pendekatan kewirausahaan dapat menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, peningkatan layanan publik, dan ekonomi yang lebih dinamis. Tapi, jika konflik kepentingan dan regulasi tak ditangani dengan baik, dapat menyebabkan masalah jangka panjang semisal korupsi, kesenjangan ekonomi, dan melemahnya lembaga demokrasi.
Berikut ini, dua contoh historis dimana jalinan antara kekuatan bisnis dan politik telah menyebabkan kerusakan serius. Mobutu Sese Seko yang memerintah Zaire dari tahun 1965 hingga 1997, mengumpulkan kekayaan pribadi yang sangat besar melalui praktik korupsi, termasuk eksploitasi sumber daya alam negara tersebut. Rezimnya ditandai oleh korupsi ekstrem, salah urus ekonomi, dan pelanggaran hak asasi manusia. Infrastruktur dan ekonomi negara tersebut memburuk secara signifikan, yang menyebabkan kemiskinan dan ketidakstabilan yang meluas. Marcos, yang memerintah Filipina dari tahun 1965 hingga 1986, menggunakan kekuatan politiknya untuk memperkaya dirinya bareng konco-koncona. Rezimnya ditandai oleh korupsi dan kronisme yang meluas. Salah urus ekonomi dan korupsi menyebabkan kemerosotan ekonomi yang parah, meningkatnya kemiskinan, dan keresahan sosial. Pemerintahannya berakhir dengan pemberontakan rakyat, tetapi kerusakan jangka panjang pada lembaga dan ekonomi negara tersebut sangat dalam. Contoh-contoh ini menyoroti potensi bahaya dari regulatory capture dan perpaduan kekuatan bisnis dan politik. Semua ini menggarisbawahi pentingnya lembaga yang kuat, transparansi, dan akuntabilitas untuk mencegah kerusakan tersebut.

Jadi, apa peran masyarakat sipil dalam mengidentifikasi dan menangani pola-pola regulatory capture? Contoh-contoh regulatory capture yang merugikan acapkali menunjukkan beberapa pola umum. Regulator atau pemimpin politik memiliki kepentingan finansial atau pribadi yang menonjol dalam industri yang mereka atur. Hal ini menyebabkan pengambilan keputusan yang bias, yang lebih mengutamakan kepentingan mereka sendiri daripada kepentingan publik. Misalnya, kerajaan media Silvio Berlusconi mempengaruhi keputusan politiknya, yang menimbulkan kekhawatiran tentang bias media dan konflik kepentingan.
Badan regulator tak mampu menegakkan hukum dan peraturan secara ketat, seringkali karena tekanan dari pelaku industri yang kuat. Hal ini mengakibatkan kurangnya akuntabilitas dan dapat menyebabkan kerugian ekonomi dan sosial yang berarti. Kelonggaran SEC terhadap lembaga keuangan sebelum krisis keuangan 2008 adalah contoh penting.
Kebijakan dan peraturan dibuat untuk menguntungkan industri atau perusahaan tertentu, kerapkali mereka yang punya hubungan dekat dengan para pemimpin politik. Hal ini membuka persaingan yang tak seimbang, menghambat persaingan, dan dapat menyebabkan ketidakseimbangan ekonomi. Kebijakan Thaksin Shinawatra di Thailand selalu menguntungkan bisnis telekomunikasinya.
Perpaduan kekuatan bisnis dan politik mengikis kepercayaan publik terhadap lembaga pemerintah. Hal ini dapat menyebabkan ketidakstabilan politik, keresahan sosial, dan melemahnya proses demokrasi. Kepresidenan Donald Trump mengalami ketidakpercayaan publik yang signifikan karena adanya konflik kepentingan dan kurangnya transparansi.
Fokus pada kepentingan pribadi atau bisnis menyebabkan kebijakan ekonomi yang buruk dan salah urus. Hal ini dapat mengakibatkan kemerosotan ekonomi, meningkatnya kemiskinan, dan kerusakan jangka panjang pada pembangunan negara. Rezim Mobutu Sese Seko di Zaire adalah contoh nyata bagaimana korupsi dan salah urus dapat menghancurkan ekonomi sebuah negara.
Para pemimpin dapat mengadopsi praktik otoriter demi mengonsolidasikan kekuasaan dan melindungi kepentingan mereka. Hal ini melemahkan lembaga-lembaga demokrasi dan dapat menyebabkan pelanggaran hak asasi manusia. Pemerintahan Ferdinand Marcos di Filipina ditandai oleh otoritarianisme dan kerusakan parah pada pemerintahan yang demokratis.
Proses pengambilan keputusan tidak transparan, dan hanya ada sedikit pengawasan atau akuntabilitas publik. Hal ini memungkinkan terjadinya kekuasaan yang tidak terkendali dan dapat menyebabkan korupsi yang meluas. Kurangnya transparansi dalam proses regulasi seringkali memperburuk efek dari regulatory capture.

Masyarakat sipil memainkan peran penting dalam mengidentifikasi dan menangani pola-pola regulatory capture. Organisasi masyarakat sipil (OMS) dapat meningkatkan kesadaran tentang penangkapan regulasi dan dampaknya. Mereka mengadvokasi transparansi, akuntabilitas, dan reformasi guna mencegah regulatory capture. Dengan mendidik masyarakat dan pembuat kebijakan, OMS dapat membangun tekanan untuk perubahan dan mempromosikan kebijakan yang melayani kepentingan publik. OMS memantau lembaga-lembaga regulasi dan industri untuk mengidentifikasi contoh-contoh penangkapan regulasi. Mereka sering menerbitkan laporan dan melakukan investigasi untuk mengungkap konflik kepentingan dan korupsi.
Masyarakat sipil mendorong dan memfasilitasi partisipasi publik dalam proses regulasi. Ini termasuk menyelenggarakan konsultasi publik, forum, dan kampanye mengumpulkan masukan dari berbagai pemangku kepentingan. Peningkatan partisipasi publik memastikan bahwa keputusan regulasi mencerminkan berbagai kepentingan yang lebih luas, sehingga mengurangi pengaruh pelaku industri yang kuat.
OMS dapat mengambil tindakan hukum menentang keputusan regulasi yang dipengaruhi oleh regulatory capture. Ini termasuk mengajukan tuntutan hukum, mendukung whistleblower, dan mengadvokasi kerangka hukum yang lebih kuat. Gugatan hukum dapat membatalkan regulasi yang bias dan menetapkan preseden untuk tatakelola yang lebih transparan dan akuntabel.
Masyarakat sipil berkontribusi pada pengembangan kebijakan dan regulasi dengan menyediakan keahlian, penelitian, dan rekomendasi. Mereka sering berkolaborasi dengan pemerintah dan organisasi internasional untuk merancang kerangka regulasi yang efektif. Dengan berpartisipasi dalam pengembangan kebijakan, OMS membantu menciptakan regulasi yang adil, transparan, dan sesuai dengan kepentingan publik.
OMS agar sering membangun koalisi dengan organisasi lain, termasuk media, akademisi, dan gerakan akar rumput, untuk memperkuat dampaknya. Koalisi ini dapat memobilisasi dukungan yang lebih luas untuk reformasi dan menciptakan front persatuan melawan penangkapan regulasi.
Masyarakat sipil berupaya memberdayakan masyarakat yang terdampak oleh penangkapan regulasi, memberi mereka perangkat dan pengetahuan untuk mengadvokasi hak-hak mereka. Masyarakat yang berdaya dapat secara lebih efektif menentang regulasi yang tak wajar dan menuntut akuntabilitas dari regulator dan industri.

Trus, jika seorang pengusaha terpilih menduduki jabatan publik, semisal menteri atau presiden, apa saja pertimbangan penting terkait keterlibatan mereka dengan bisnisnya? Kita ngomongin dalam obrolan berikutnya, biidznillah."

Kemudian nyanyian Seruni yang penuh perasaan menyampaikan emosi yang mendalam,

Do we need somebody just to feel like we're alright?
[Butuhkah kita seseorang semata agar kita merasa fine-fine aja?
Is the only reason you're holding me tonight
[Hanya itukah alasan dikau mendekapku malam ini
'cause we're scared to be lonely? *)
[lantaran kita takut kesepian?]
Kutipan & Rujukan:
- George J. Stigler, Citizen and the State: Essays on Regulation, 1975, University of Chicago Press
- Brink Lindsey & Steven Teles, The Captured Economy: How the Powerful Enrich Themselves, Slow Down Growth, and Increase Inequality, 2017, Oxford University Press
- Daniel Carpenter & David Moss (Eds.), Preventing Regulatory Capture: Special Interest Influence and How to Limit It, 2013, Cambridge University Press
*) "Scared to be Lonely" written by Giorgio Tuinfort, Nathaniel Campany, Kyle Shearer, and Georgia Ku

Selasa, 30 Juli 2024

Ocehan Seruni (30)

"Akhirnya, hari yang dinanti-nanti oleh dua sahabat, Cangik dan Limbuk, pun tiba. Untuk pertama kalinya dalam sejarah Summer Olympics, acara pembukaan diadakan di luar stadion. Sebaliknya, seremoni tersebut diadakan di sepanjang Sungai Seine, dengan para atlet berparade di atas perahu. Hampir 100 biduk membawa sekitar 10.500 atlet di sepanjang Sungai Seine, melewati berbagai tempat bersejarah di Paris seperti Notre Dame dan Louvre.
'Selamat datang, hadirin sekalian, di acara yang paling ditunggu tahun ini! Upacara pembukaan Olimpiade Paris, tempat tradisi bertemu… yah, sebut saja, penuh dengan ‘creative freedom,’ seru sang tour guide.
'Lihat, itu Aya Nakamura dan band metal Gojira,' kata salah seorang penonton.
'Kok ada seorang 'drag queen [ratu waria, biasanya seorang lelaki yang mengenakan pakaian dan riasan wanita. Drag queen merupakan bagian penting dari budaya LGBTQ+. Istilah ini berasal dari bahasa gaul teater Inggris pada abad ke-19. Salah satu teori dari terma ini berasal dari sensasi rok panjang yang terseret di lantai]' yang memimpin parade? Tapi bentar, itu kaan sepertinya ‘The Last Supper’ di atas kendaraan hias?” tanya yang lain.
'Menurutku, pertunjukannya kek gabungan dari ‘The Last Supper’ dan ‘Moulin Rouge.’ Kebebasan artistik!” jawab yang lain.
'Tapi, gak perlu juga sih ngubah ‘The Last Supper’ menjadi kabaret, keles?” yang lain kepo.
'Itu bukan ‘The Last Supper,’ tapi perayaan Dionysus! Loe tahu kaan, dewa anggur dan pesta pora Yunani!” kata yang lain, membela pertunjukan tersebut.
'Iyaa tahu, kebebasan artistik di satu sisi, tapi rasanya kok seperti divine comedy,” tanggap yang lain.
'Itulah yang kita lihat. Sebuah seremoni yang mendorong batas-batas ekspresi artistik sambil berjingkat-jingkat di tepi kontroversi. Yang penting kita ingat, ini semua tentang menyeimbangkan kebebasan dengan rasa-hormat,” jelas sang tour guide.
Terlepas dari kontroversi, Cangik dan Limbuk menikmati pertunjukan sembari tetap mengingat pelajaran berharga bahwa dalam dunia seni dan budaya, mendorong batas-batas itu, esensial, tapi penting pula menghormati keyakinan dan nilai-nilai yang beragam dari para global audience.
Menyeimbangkan artistic freedom dengan respect terhadap kepekaan budaya dan agama amatlah krusial, terutama di panggung global seperti itu. Sungguh menakjubkan melihat keceriaan kreativitas dan inklusivitas, walakin, sama krusialnya memastikan bahwa dalam mengekspresikannya, tak semestinya dengan tak sengaja menyinggung atau mengalienasi orang lain."
Dan sekarang, kuy kita balik ke topik pembicaraan!

"Aturan perburuhan merupakan komponen penting dari kerangka hukum dan regulasi yang mengatur hubungan antara pengusaha, pekerja, dan pemerintah. Aturan-aturan ini melindungi hak-hak pekerja, mendorong perlakuan yang fair, dan memastikan kondisi kerja yang aman dan setara," lanjut Seruni.
"Undang-undang perburuhan mengatur pembentukan, ketentuan, dan pemutusan kontrak kerja. Undang-undang tersebut sering menguraikan persyaratan minimum perjanjian kerja. Undang-undang upah minimum menetapkan jumlah terendah yang secara hukum dapat dibayarkan oleh pemberi kerja kepada karyawan. Ketentuan pembayaran lembur juga meregulasi kompensasi jam kerja di luar kerja standar mingguan. Undang-undang menetapkan jam kerja maksimum, waktu istirahat, dan hari libur untuk mencegah kerja berlebihan dan memastikan keseimbangan kehidupan kerja. Regulasi membedakan antara pekerja penuh waktu, paruh waktu, sementara, dan kontrak, dengan hak dan perlindungan yang berbeda untuk setiap kategori.
Ketentuan perburuhan memberikan landasan untuk melindungi hak-hak pekerja, dan memastikan karyawan diperlakukan secara adil dan bermartabat. Undang-undang melarang diskriminasi berdasarkan ras, jenis kelamin, usia, agama, disabilitas, dan karakteristik lain yang dilindungi, serta mendorong kesempatan yang sama dalam perekrutan, promosi, dan pemutusan hubungan kerja. Undang-undang mengharuskan pemberi kerja menyediakan lingkungan kerja yang aman dan sehat, bebas dari pelecehan, kekerasan, dan kondisi yang tidak aman. Ini termasuk regulasi tentang standar keselamatan di tempat kerja dan prosedur menangani keluhan.

Undang-undang perburuhan acapkali mendukung hak pekerja dakam membentuk dan bergabung dengan serikat pekerja. Serikat pekerja ini, memainkan peran penting dalam perundingan bersama, yaitu menegosiasikan ketentuan ketenagakerjaan, seperti upah, jam kerja, dan tunjangan, atas nama anggota serikat pekerja; dan aksi industrial, yaitu mengatur hak dan prosedur mogok kerja, penutupan pabrik, dan aksi kolektif lainnya guna menyelesaikan perselisihan ketenagakerjaan. Kerangka hukum menyediakan mekanisme dalam menyelesaikan perselisihan ketenagakerjaan, semisal mendorong para pihak menyelesaikan konflik di luar pengadilan melalui pihak ketiga yang netral. Pengadilan atau tribunal khusus dapat dibentuk menangani perselisihan ketenagakerjaan, yang memastikan penanganan khusus kasus-kasus terkait ketenagakerjaan.
Undang-undang perburuhan kerap memuat ketentuan tentang sistem jaminan sosial, yang dapat mencakup tunjangan pengangguran (bantuan keuangan bagi individu yang kehilangan pekerjaan), asuransi kesehatan (akses ke perawatan medis dan manfaat asuransi kesehatan), dan uang pensiun (rencana tabungan pensiun dan sistem pensiun bagi pekerja).
Guna memastikan kepatuhan terhadap undang-undang perburuhan, pemerintah membentuk badan pengatur atau inspektorat bagi para buruh. Badan-badan ini bertanggungjawab memantau kepatuhan (memeriksa tempat kerja, meninjau catatan, dan menyelidiki pengaduan untuk memastikan pemberi kerja mematuhi undang-undang perburuhan) dan penegakan hukum (memberikan hukuman, denda, atau sanksi lain kepada pemberi kerja yang melanggar undang-undang perburuhan).
Undang-undang perburuhan berkembang untuk mengatasi tantangan dan perubahan baru dalam tenaga kerja, semisal ekonomi gig dan pekerja lepas (freelance work). Regulasi dikembangkan untuk mengatasi hak dan perlindungan pekerja gig, yang kerapkali tak memiliki tunjangan kerja tradisional. Dengan maraknya telecommuting, undang-undang perburuhan beradaptasi untuk mengatasi masalah remote work, semisal keselamatan tempat kerjanya, kompensasi biaya kerja jarak jauh, dan menjaga batasan kehidupan kerjanya.

Undang-undang perburuhan memainkan peran penting dalam membentuk lingkungan ekonomi dan sosial sebuah negara. Undang-undang ini bertujuan menyeimbangkan kepentingan pemberi kerja dan pekerjanya, mendorong perlakuan yang wajar, dan berkontribusi pada tenaga kerja yang stabil dan produktif.
Marié McGregor, Adriette Dekker dan Mpfariseni Budeli (dkk) membahas hakikat hubungan kerja, termasuk definisi pekerjaan, pemberi kerja, dan jenis kontrak kerja. Mereka mendefinisikan Pekerjaan sebagai hubungan dimana seorang individu (yang bekerja) setuju melakukan pekerjaan atau layanan di bawah arahan dan kendali orang atau badan lain (pemberi kerja) dengan imbalan remunerasi. Hubungan ini diatur oleh kontrak kerja, baik yang tersurat maupun tersirat.
Karakteristik mendasar dari hubungan kerja adalah unsur pengendalian. Pemberi kerja berhak mengarahkan dan mengawasi pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja, termasuk menetapkan jam kerja, memberikan instruksi, dan menentukan bagaimana tugas harus diselesaikan. Subordinasi ini, membedakan pekerja dari kontraktor independen, yang biasanya memiliki lebih banyak otonomi atas cara mereka melakukan pekerjaan. Dalam hubungan kerja, pekerja diharapkan secara pribadi menyediakan layanan yang disepakati. Ini berarti bahwa yang bekerja tak dapat mendelegasikan tugas mereka kepada orang lain tanpa persetujuan pemberi kerja. Sifat layanan yang bersifat pribadi lebih jauh membedakan pekerja dari kontraktor, yang dapat mensubkontrakkan pekerjaan.
Terdapat kewajiban bersama dalam hubungan pekerjaan. Pekerja berkewajiban melakukan pekerjaan sesuai yang disepakati, sementara pemberi kerja berkewajiban membayar pekerja atas pekerjaan yang telah dilakukan. Pertukaran bersama ini menjadi dasar hubungan kontraktual.
Hubungan kerja dapat bervariasi dalam hal durasi. Hubungan tersebut dapat bersifat permanen, berjangka waktu tertentu, atau sementara. Namun, ciri yang menentukan adalah harapan akan kontinuitas atau keteraturan dalam pengaturan kerja. Tak seperti kontraktor independen, yang biasanya dipekerjakan untuk proyek atau tugas tertentu, pekerja seringkali bekerja secara lebih berkelanjutan. Pekerja menerima remunerasi dalam bentuk upah atau gaji, yang dapat disertai dengan tunjangan semisal hak cuti, asuransi kesehatan, dan kontribusi pensiun. Sifat dan struktur pembayaran ini, biasanya diatur oleh kontrak kerja dan undang-undang ketenagakerjaan yang relevan.
Hubungan kerja tunduk pada berbagai perlindungan hukum dan kewajiban berdasarkan hukum perburuhan. Ini termasuk hak-hak yang terkait dengan pemecatan yang tak wajar, diskriminasi, kondisi kerja, dan banyak lagi. Pekerja punya perlindungan hukum khusus yang umumnya tak berlaku bagi kontraktor independen.
Hubungan kerja diformalkan melalui kontrak kerja, yang dapat tertulis atau lisan. Kontrak ini menguraikan syarat dan ketentuan kerja, termasuk tugas pekerjaan, remunerasi, jam kerja, dan rincian relevan lainnya. Ia berfungsi sebagai kerangka hukum yang mengatur hak dan kewajiban baik pemberi kerja maupun pekerjanya.

Undang-undang perburuhan kerap bertujuan melindungi hak-hak pekerja, memastikan upah yang wajar, menyediakan kondisi kerja yang aman, dan mencegah eksploitasi. Undang-undang ini dianggap perlu guna memperbaiki kegagalan pasar dimana pemberi kerja mungkin lebih berkuasa daripada pekerjanya.
Robert Baldwin, Martin Cave, dan Martin Lodge menyoroti bagaimana regulasi perburuhan dapat dipengaruhi oleh kelompok kepentingan, semisal serikat pekerja, asosiasi pengusaha, atau entitas politik. Kelompok-kelompok ini dapat mempengaruhi perumusan dan penegakan undang-undang perburuhan, terkadang memprioritaskan kepentingan mereka di atas manfaat publik yang lebih luas. Undang-undang perburuhan tradisional seringkali mengambil pendekatan perintah dan kendali, dengan aturan dan peraturan khusus yang harus dipatuhi oleh pemberi kerja, seperti undang-undang upah minimum, standar kesehatan dan keselamatan serta jam kerja.
Baldwin, Cave, dan Lodge berpendapat bahwa regulasi merupakan respons terhadap permintaan publik untuk memperbaiki kegagalan pasar, seperti monopoli atau eksternalitas [efek samping atau akibat dari suatu kegiatan industri atau komersial yang mempengaruhi pihak lain tanpa tercermin dalam biaya barang atau jasa yang dilibatkan], dengan tujuan melindungi konsumen dan memastikan persaingan yang fair. Mereka menyebutkan tentang Private Interest Theory (Teori Kepentingan Pribadi), yang juga dikenal sebagai 'capture theory (teori penawanan)', perspektif ini berpendapat bahwa regulasi kerap melayani kepentingan kelompok tertentu (semisal pemangku kepentingan industri) daripada masyarakat luas. Regulator dapat 'tertawan' oleh entitas yang seharusnya mereka atur.

Regulatory Capture Theory (Teori Penawanan Regulatori) menyatakan bahwa badan-badan regulasi, yang dibentuk guna bertindak demi kepentingan publik, dapat 'tertawan' oleh perindustrian atau kelompok kepentingan khusus yang seharusnya mereka awasi. Perindustrian yang diatur acapkali berpengetahuan lebih rinci dan khusus tentang operasi dan kondisi pasar mereka daripada regulator. Ketidakseimbangan informasi ini, dapat menyebabkan regulator sangat bergantung pada perindustrian agar mendapatkan informasi, sehingga menjadi lebih rentan mengadopsi perspektif dan kepentingan perindustrian.
Manakala regulator pindah ke posisi perindustrian atau sebaliknya—fenomena 'revolving door (pintu putar)' yang mengacu pada pergerakan personel antara badan-badan regulasi dan perindustrian yang mereka atur—dapat menyebabkan keadaan dimana regulator lebih simpatik terhadap masalah-masalah perindustrian, yang berpotensi mengorbankan objektivitas dan efektivitas mereka.
Perindustrian dapat menawarkan peluang kerja yang menguntungkan bagi regulator, sehingga memunculkan potensi konflik kepentingan. Regulator akan lebih mengutamakan kepentingan industri, secara sadar atau tidak sadar, dengan harapan dapat mengamankan lapangan kerja di masa mendatang. Industri-industri yang kuat dapat berpengaruh politik dan ekonomi yang signifikan terhadap proses regulasi. Ini dapat mencakup upaya lobi, sumbangan kampanye, atau memanfaatkan kepentingan ekonomi agar membentuk kebijakan regulasi yang menguntungkan mereka. Industri dapat mempengaruhi kerangka hukum dan prosedur yang mengatur badan regulasi. Ini dapat membentuk ruang lingkup kewenangan regulasi, mempengaruhi pemilihan regulator, atau mempengaruhi desain regulasi agar lebih menguntungkan kepentingan industri. Seiring berjalannya waktu, badan regulasi dapat mengembangkan budaya yang lebih berpadanan dengan perindustrian yang diaturnya ketimbang kepentingan publik. Kesepadanan budaya ini, dapat dihasilkan dari interaksi yang sering terjadi dan latarbelakang yang sama antara regulator dan perwakilan industri.
Badan-badan regulasi seringkali beroperasi dengan sumber daya yang terbatas, sehingga mereka bergantung pada perindustrian guna mendapatkan informasi, penelitian, atau bahkan pendanaan dalam kasus tertentu. Ketergantungan ini, dapat mendistorsi prioritas regulator terhadap kepentingan perindustrian. Industri-industri dapat terlibat dalam perilaku strategis untuk memanipulasi proses regulasi. Ini dapat mencakup penyediaan informasi selektif, melobi regulasi yang menguntungkan, atau membangun aliansi dengan pemangku kepentingan lain guna mendorong agenda regulasi.

Benturan apa yang akan ditimbulkan oleh Regulatory Capture? Regulatory capture dapat menyebabkan penegakan regulasi yang kurang ketat, pengawasan yang berkurang, dan perlindungan yang lebih lemah bagi publik. Keputusan dapat lebih mengutamakan kepentingan industri daripada kesejahteraan publik, yang mengakibatkan regulasi yang melindungi keuntungan dengan mengorbankan masalah keselamatan, kesehatan, atau lingkungan. Ketika publik menganggap bahwa lembaga regulasi tak bertindak sesuai kepentingan terbaik mereka, dapat menyebabkan hilangnya kepercayaan terhadap regulator dan entitas yang diatur.

Steven P. Croley meneliti bagaimana lembaga regulasi dapat melayani kepentingan publik secara efektif. Croley berpendapat bahwa lembaga regulasi sesugguhnya dapat beroperasi demi kepentingan publik. Ia menentang anggapan bahwa regulasi pasti didominasi oleh kepentingan khusus atau inefisiensi birokrasi. Sebaliknya, ia memberikan bukti bahwa dalam kondisi tertentu, lembaga dapat menerapkan kebijakan yang benar-benar menguntungkan publik. Ia menekankan pentingnya transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik dalam pengambilan keputusan regulasi. Ia berpendapat bahwa elemen-elemen ini dapat meningkatkan legitimasi dan efektivitas tindakan regulasi.
Croley meneliti bagaimana lembaga mengatasi tekanan dari industri, kelompok advokasi, dan aktor politik sambil berusaha menegakkan kepentingan publik. Ia berpendapat bahwa lembaga regulasi kerapkali memiliki fitur struktural yang melindungi mereka dari tekanan politik langsung, semisal masa jabatan tetap untuk kepemimpinan, mandat undang-undang, dan persyaratan prosedural. Isolasi ini memungkinkan mereka okus pada tujuan kepentingan publik jangka panjang daripada pertimbangan politik jangka pendek.
Badan-badan tersebut dikelola oleh para ahli yang berpengetahuan khusus di bidangnya. Keahlian ini memungkinkan mereka mengambil keputusan yang tepat berdasarkan data ilmiah dan teknis, yang dapat membantu mengimbangi pengaruh perindustrian atau kelompok advokasi. Badan-badan regulasi terlibat dalam proses pertimbangan yang ekstensif, termasuk periode pemberitahuan dan komentar publik, dengar pendapat, dan konsultasi dengan para pemangku kepentingan. Proses-proses ini memberikan transparansi dan akuntabilitas, yang memungkinkan berbagai suara didengar dan dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan. Croley menyarankan bahwa badan-badan dapat menyeimbangkan berbagai kepentingan yang bersaing dengan mempertimbangkan secara cermat biaya dan manfaat dari tindakan regulasi. Dengan menggunakan analisis biaya-manfaat dan alat evaluatif lainnya, badan-badan dapat menilai dampak potensial regulasi terhadap berbagai pemangku kepentingan dan berupaya mencapai hasil yang memaksimalkan kesejahteraan sosial secara keseluruhan. Badan-badan ini beroperasi dalam kerangka hukum yang memandu tindakannya dan memastikan mereka mematuhi mandat undang-undang. Tinjauan yudisial berfungsi sebagai pemeriksaan atas keputusan regulasi, memastikan bahwa keputusan tersebut tak sewenang-wenang atau berubah-ubah dan bahwa badan-badan tersebut tak melampaui kewenangan mereka. Mereka bertanggungjawab kepada publik melalui berbagai mekanisme seperti persyaratan transparansi, pengawasan oleh badan legislatif, dan pengawasan media. Akuntabilitas ini membantu memastikan bahwa tindakan regulasi selaras dengan nilai dan kepentingan publik. Croley mengakui bahwa sementara badan-badan regulator menghadapi tantangan yang berarti, termasuk lobi dan tekanan eksternal, mekanisme ini dapat membantu mereka menavigasi tantangannya dan menjalankan kebijakan yang benar-benar melayani kepentingan publik.

Beberapa negara telah menerapkan langkah-langkah efektif mengurangi regulatory capture, yang mengarah pada lingkungan regulasi yang lebih transparan dan akuntabel. Dikenal karena proses regulasi yang transparan dan kerangka hukum yang kuat, Selandia Baru secara konsisten menduduki peringkat tinggi dalam indeks transparansi dan antikorupsi global. Denmark memiliki mekanisme yang kuat bagi partisipasi publik dan pengawasan independen, yang membantu mengurangi risiko regulatory capture. Negara ini juga memiliki kebijakan konflik kepentingan yang ketat.
Kanada telah membuat langkah signifikan dalam mengurangi regulatory capture, khususnya di sektor keuangan. Negara ini memiliki kerangka hukum yang kuat dan badan regulasi independen yang memastikan akuntabilitas. Reformasi terkini di Irlandia bertujuan mempersulit regulatory capture. Reformasi ini mencakup peningkatan transparansi dan keterlibatan publik dalam proses regulasi.

Terdapat beberapa negara khususnya dikenal mengalami regulatory capture yang akut dalam berbagai sektor. Sektor keuangan di Amerika Serikat, khususnya menjelang krisis keuangan 2008, adalah contoh yang menonjol. Hubungan dekat antara lembaga keuangan dan badan regulasi seperti SEC telah banyak dikritik. Industri taksi di Melbourne, Australia, juga sering disebut sebagai contoh. Lisensi pemerintah untuk operator taksi sangat berharga, dan reformasi regulasi telah menemui penolakan yang signifikan dari para pemangku kepentingan industri. Regulatory capture telah teramati di Indonesia, khususnya di sektor energi. Regulatory capture terlihat jelas dalam industri pembangkit listrik tenaga batu bara di Indonesia. Meskipun pemerintah bermaksud beralih ke energi terbarukan, regulasi seringkali menguntungkan bisnis di sektor batu bara. Hal ini sebagian karena banyak aktor politik yang memegang posisi regulator, pula sangat kepentingan di perusahaan batu bara. Kerangka regulasi untuk carbon capture and storage (CCS) di Indonesia juga telah menunjukkan tanda-tanda regulatory capture. Regulasi cenderung menguntungkan perusahaan minyak dan gas yang ada, memungkinkan mereka mengintegrasikan kegiatan CCS dengan operasi mereka, yang terkadang dapat memprioritaskan kepentingan industri di atas masalah lingkungan. Contoh-contoh ini menyoroti bagaimana regulatory capture dapat memengaruhi keputusan kebijakan, yang kerap mengarah pada regulasi yang menguntungkan industri tertentu dengan mengorbankan kepentingan publik yang lebih luas.

Ketika pengusaha menjadi penguasa atau ketika penguasa punya kepentingan bisnis yang serius—'Pengpeng' menurut Rizal Ramli, sesungguhnya dapat dipandang sebagai bentuk regulatory capture. Keadaan ini acapkali menimbulkan konflik kepentingan dimana kebijakan dan regulasi dapat dirancang agar menguntungkan kepentingan bisnis penguasa daripada kepentingan publik. Jalinan kekuatan bisnis dan politik ini, dapat merusak integritas kerangka regulasi dan mengikis kepercayaan publik terhadap tatakelola. Hal ini akan kita telaah pada perbincangan selanjutnya, biidznillah."

Kemudian, Seruni menyampaikan sajak,

Di taman kekuasaan, tanaman merambat tertular,
Dimana mawar keadilan, berjuang agar bersinar.
Tangan sang tukang kebun, bergoyang bersama emasnya,
Dan rumput liar keserakahan, mencengkam jalan sebenarnya.
Kutipan & Rujukan:
- Marié McGregor, Adriette Dekker & Mpfariseni Budeli (et al), Labour Law Rules!, 2014, Siber Ink
- Robert Baldwin, Martin Cave and Martin Lodge, Understanding Regulation: Theory, Strategy and Practice, 2012, Oxford University Press
- Steven P. Croley, Regulation and Public Interests: The Possibility of Good Regulatory Government, 2008, Princeton University Press

Senin, 29 Juli 2024

Ocehan Seruni (29)

"Tatkala Prabu Surogendelo Kantong Bolong Welgeduwelbeh Tongtongsot akhirnya menandatangani regulasi yang mengizinkan organisasi keagamaan mengelola wilayah pertambangan kerajaan, maka tanpa 'shy-shy cat', Raden Pinten, kesatria dari Sawojajar, yang juga dikenal sebagai Nakula, dengan senang hati menerima tawaran tersebut. Keputusannya segera diikuti oleh Raden Darmagranti, kesatria dari Wukir Ratawu, yang juga dikenal sebagai Sadewa, meskipun ia tampak sedikit jinak-jinak merpati. Kedua kesatria ini punya motivasi yang berbeda. Raden Pinten melihatnya sebagai kesempatan emas mendapatkan sumber daya keuangan guna mendukung kegiatan sosial, pendidikan, dan keagamaannya. Pendapatan dari operasi pertambangan dapat mendanai berbagai proyek pembangunan masyarakat. Rumor yang berkembang bahwa keputusan ini merupakan bagian dari kesepakatan politik. Dengan menerima konsesi pertambangan, Raden Pinten diyakini memberi dukungan kepada rezim Welgeduwelbeh dan sekutu politiknya. Di sisi lain, Raden Darmagranti menerima tawaran Prabu Surogendelo sebab ia melihatnya sebagai peluang menghasilkan sumber daya keuangan yang cukup guna mendukung kegiatan sosial, pendidikan, dan keagamaannya. Pendapatan dari operasi penambangan dapat membantu mendanai berbagai proyek pembangunan masyarakat. Namun, Raden Darmagranti menekankan pentingnya meminimalkan dampak lingkungan. Ia berkomitmen mengelola operasi penambangan dengan cara yang melindungi lingkungan dan menjaga hubungan baik dengan masyarakat setempat.
Sementara itu, kerajaan diramaikan oleh berbagai reaksi. Sebagian melihat langkah tersebut sebagai strategi brilian meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sementara yang lain mengkritiknya sebagai manuver politik. Para pemerhati lingkungan menyuarakan keprihatinan tentang penggundulan hutan, pencemaran air, dan pengawasan regulasi. Para kritikus berpendapat bahwa organisasi keagamaan mungkin tak punya keahlian mengelola operasi yang serumit itu.
Pada akhirnya, kisah Nakula dan Sadewa menjadi topik perdebatan hangat, dengan semua orang bertanya-tanya apakah langkah berani ini akan membawa kemakmuran atau kemudaratan. Saat kesatria kembar itu mengambil keputusan, gadget milik masyarakat sipil diarahkan kepada mereka, dengan penuh semangat menunggu siapakah yang bakal muncul di layar gadgetnya: the Good Samaritankah? Atau barangkali, Nemesis?"

"Jika dikau memikirkan pasar yang ramai sebagai tempat para vendor dan pembeli berinteraksi, maka aturan perburuhan ibarat aturan pasar yang menjamin perdagangan yang adil. Tanpa aturan ini, ada penjual yang curang, ada pembeli yang mengeksploitasi, dan pasar akan menjadi kacau dan tak wajar.
Aturan perburuhan menetapkan standar upah yang adil, kondisi kerja yang aman, dan jam kerja yang wajar, seperti halnya aturan pasar yang memastikan transaksi yang layak dan transparan. Aturan perburuhan melindungi para pekerja (vendor) dan para pemberi kerja (pembeli), membangun lingkungan yang seimbang dimana semua orang dapat berkembang," Seruni melanjutkan topik sebelumnya.

"Sejarah undang-undang perburuhan merupakan perjalanan waktu yang menarik, yang mencerminkan hubungan yang terus berkembang antara pekerja, pengusaha, dan pemerintah. Babylonian Code of Hammurabi (abad ke-18 SM) merupakan salah satu contoh paling awal regulasi perburuhan, termasuk aturan tentang upah dan kondisi kerja. Di Eropa, serikat buruh meregulasi perdagangan, menetapkan standar kerja, dan melindungi kepentingan anggotanya. Revolusi Industri membawa perubahan penting, dengan urbanisasi yang pesat dan munculnya pabrik-pabrik. Periode ini menyaksikan undang-undang perburuhan pertama yang ditujukan meningkatkan kondisi kerja, semisal membatasi jam kerja dan melarang pekerja anak.
Awal tahun 1900-an menandai diperkenalkannya legislasi perburuhan yang komprehensif, termasuk pembentukan the U.S. Department of Labor pada tahun 1913 dan the Fair Labor Standards Act pada tahun 1938, yang menetapkan upah minimum dan jam kerja maksimum. Negara-negara seperti Prancis memperkenalkan kitab undang-undang perburuhan, yang menggabungkan beragam undang-undang perburuhan ke dalam satu kerangka kerja. Periode pasca perang menyaksikan pembentukan standar perburuhan internasional melalui organisasi seperti the International Labour Organization (ILO), yang mempromosikan hak-hak pekerja secara global. Pada akhir abad ke-20 dan awal abad ke-21, undang-undang perburuhan terus berkembang, menangani berbagai isu semisal kesetaraan gender, kesetaraan ras, dan hak-hak pekerja ekonomi lepas. Undang-undang perburuhan telah berubah dari perlindungan dasar bagi pekerja kasar menjadi kerangka kerja komprehensif yang memastikan perlakuan yang berimbang dan keselamatan bagi seluruh pekerja. Undang-undang tersebut memainkan peran penting dalam menjaga masyarakat yang seimbang dan adil.

Labor Laws [biasa diterjemahkan sebagai Undang-undang Ketenagakerjaan, namun dalam konteks perbincangan kita disini, daku terjemahkan sebagai Undang-undang Perburuhan guna membedakan antara Labor atau Labour (British Eng.) dan 'workforce'. Labour force atau tenaga buruh mencakup semua orang, baik yang punya pekerjaaan atau sedang mencari pekerjaan. Terma workforce atau tenaga kerja secara khusus merujuk pada sekelompok orang yang saat ini bekerja. Tenaga kerja mencakup individu yang bekerja untuk pemberi kerja, pekerja mandiri, atau bekerja sebagai kontraktor independen] merupakan komponen penting kerangka hukum dan regulasi karena mengatur hubungan antara pemberi kerja dan penerima kerja, memastikan perlakuan yang fair, kondisi kerja yang aman, dan kompensasi yang setara. Undang-undang perburuhan dirancang melindungi hak-hak dasar buruh. Undang-undang ini menetapkan standar upah minimum, mengatur jam kerja, dan memastikan kondisi kerja yang aman dan sehat. Undang-undang tersebut juga memberikan perlindungan terhadap diskriminasi, pelecehan, dan pemecatan yang tak wajar, sehingga melindungi kepentingan dan kesejahteraan karyawan. Dengan memastikan perlakuan yang pantas dan kompensasi yang layak, undang-undang perburuhan berkontribusi pada stabilitas ekonomi dan produktivitas. Ketika pekerja diperlakukan dengan baik dan dibayar dengan pantas, mereka cenderung termotivasi, produktif, dan loyal kepada peberi kerja mereka. Hal ini, pada gilirannya, mengarah pada tenaga kerja yang lebih stabil dan produktif, yang menguntungkan perekonomian secara keseluruhan.
Undang-undang perburuhan membantu mempromosikan kewajaran dan kesetaraan di tempat kerja dengan menetapkan aturan dan standar yang jelas, yang harus dipatuhi oleh pemberi kerja dan yang bekerja. Ini termasuk upah yang sama untuk pekerjaan yang sama, praktik perekrutan yang tak diskriminatif, dan perlakuan yang adil tanpa memandang ras, jenis kelamin, usia, atau karakteristik yang dilindungi lainnya. Regulasi ini bertujuan membuka lapangan bermain yang setara dan mencegah eksploitasi. Undang-undang perburuhan menyediakan pula kerangka kerja terstruktur dalam mengatur hubungan kerja. Ini termasuk pembentukan dan pemutusan kontrak kerja, tunjangan pekerja, standar keselamatan di tempat kerja, dan mekanisme penyelesaian sengketa. Regulasi yang jelas membantu mencegah kesalahpahaman dan konflik, memfasilitasi interaksi yang lebih lancar antara pemberi kerja dan yang bekerja.

Undang-undang perburuhan memainkan peran penting dalam mempromosikan keadilan sosial dan kesejahteraan. Dengan menangani masalah-masalah seperti pekerja anak, kerja paksa, dan praktik perburuhan yang tidak wajar, undang-undang ini berkontribusi pada tujuan keadilan sosial yang lebih luas. Semuanya memastikan bahwa kelompok yang rentan dan terpinggirkan dilindungi dan bahwa manfaat pertumbuhan ekonomi didistribusikan secara lebih adil di seluruh masyarakat. Undang-undang perburuhan seringkali mencakup ketentuan kesehatan dan keselamatan kerja, yang bertujuan mengurangi cedera dan penyakit di tempat kerja. Regulasi yang mengharuskan pemberi kerja menjaga lingkungan kerja yang aman, menyediakan peralatan keselamatan yang diperlukan, dan menerapkan protokol kesehatan berkontribusi pada kesehatan dan keselamatan tenaga kerja dan masyarakat secara keseluruhan. Undang-undang perburuhan juga menyediakan mekanisme jalur hukum dan penegakan hukum. Pekerja yang menghadapi pelanggaran hak-hak mereka dapat menuntut ganti rugi melalui pengadilan atau tribunal buruh. Kerangka hukum ini memastikan adanya konsekuensi atas ketidakpatuhan dan keadilan dapat ditegakkan ketika hak-hak dilanggar. Undang-undang perburuhan berkembang untuk beradaptasi dengan lingkungan kerja yang berubah dan tren yang muncul, seperti kerja jarak jauh, pekerjaan ekonomi serabutan, dan kemajuan teknologi. Dengan terus memperbarui undang-undang ini, pemerintah dapat mengatasi tantangan baru dan memastikan bahwa regulasi perburuhan tetap relevan dan efektif dalam melindungi hak-hak pekerja.

Samuel Estreicher dan Matthew T. Bodie berpendapat bahwa undang-undang perburuhan semestinya memainkan peran penting dalam melindungi hak-hak para pekerja dan memastikan perlakuan yang pantas di tempat kerja dengan menetapkan standar minimum, mencegah diskriminasi, memfasilitasi perundingan bersama, memastikan kondisi kerja yang aman, menyediakan mekanisme penyelesaian sengketa, mengatur kontrak kerja, dan menangani masalah-masalah tempat kerja kontemporer. Perlindungan hukum ini penting dalam menjaga hubungan kerja yang seimbang dan adil. Mereka membicarakan bagaimana undang-undang perburuhan, termasuk the Civil Rights Act, the Americans with Disabilities Act, dan statuta-statuta antidiskriminasi lainnya, melindungi pekerja dari diskriminasi berdasarkan ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, asal negara, usia, disabilitas, dan karakteristik yang dilindungi lainnya. Undang-undang ini mempromosikan kesempatan yang sama dan perlakuan yang adil dalam perekrutan, promosi, dan praktik pekerjaan lainnya.
Estreicher dan Bodie menekankan pentingnya perundingan bersama dalam menyeimbangkan dinamika kekuatan antara para pemberi kerja dan para pekerjanya. Undang-undang perburuhan, khususnya the National Labor Relations Act (NLRA), memberdayakan pekerja dalam berorganisasi dan bergabung dengan serikat buruh. Proses perundingan bersama ini memungkinkan para pekerja bernegosiasi dengan pemberi kerja mendapatkan upah, tunjangan, dan kondisi kerja yang lebih baik. Undang-undang keselamatan dan kesehatan kerja, semisal the Occupational Safety and Health Act (OSHA), disorot sebagai hal yang penting dalam memastikan bahwa tempat kerja bebas dari bahaya yang diketahui. Undang-undang ini mengharuskan pengusaha menjaga lingkungan kerja yang aman, memberikan pelatihan keselamatan yang diperlukan, dan mematuhi standar keselamatan guna mencegah cedera dan penyakit di tempat kerja.
Estreicher dan Bodie menguraikan bagaimana mekanisme penyelesaian perselisihan antara pemberi kerja dan pekerja yang ditetapkan dalam undang-undang perburuhan membantu memastikan bahwa pekerja dapat mencari ganti rugi atas pelanggaran hak-hak mereka dan menyelesaikan konflik secara terstruktur dan fair. Ini termasuk prosedur menangani keluhan, arbitrase, dan akses ke pengadilan atau tribunal perburuhan. Mereka juga menjajaki bagaimana undang-undang perburuhan beradaptasi mengatasi tantangan tempat kerja modern, semisal gig economy, kerja jarak jauh, dan kemajuan teknologi. Gig economy mengacu pada pasar tenaga kerja yang dicirikan oleh pekerjaan jangka pendek, fleksibel, dan lepas, bukan posisi permanen dan penuh waktu. Istilah 'gig' dipinjam dari industri musik, tempat musisi melakukan pekerjaan jangka pendek atau 'gig'. Dalam sistem ini, individu bekerja sebagai kontraktor independen atau pekerja lepas, seringkali menyediakan layanan atau barang sesuai permintaan. Pekerja dapat memilih jadwal mereka dan mengerjakan beberapa proyek atau pertunjukan secara bersamaan. Pekerja gig biasanya bekerja sendiri dan tak terikat pada satu pemberi kerja. Ekonomi gig mencakup berbagai macam pekerjaan, mulai dari profesi yang sangat terampil semisal konsultasi dan pengembangan perangkat lunak hingga peran yang berorientasi pada layanan seperti pengiriman makanan dan berbagi tumpangan. Contohnya termasuk freelance writers, ride-share drivers (pengemudi Gojek dan Grab), dan kurir pengiriman.
Dengan terus berkembang, undang-undang perburuhan tetap relevan dan efektif dalam melindungi pekerja di pasar tenaga kerja yang terus berubah.

Beberapa negara dikenal memiliki undang-undang perburuhan yang efektif, yang melindungi hak-hak pekerja dan mempromosikan kondisi kerja yang adil. Undang-undang perburuhan Norwegia sangat dihargai karena cakupannya yang komprehensif, termasuk perlindungan yang kuat terhadap hak-hak pekerja, cuti orang tua yang besar, dan upah minimum yang tinggi. Denmark mendapat skor tinggi dalam hal hak-hak perburuhan, dengan undang-undang yang memastikan upah yang fair, kondisi kerja yang aman, dan hak berserikat. Negara ini juga memiliki kebijakan yang kuat bagi keseimbangan kehidupan kerja. Undang-undang perburuhan Jerman mencakup perlindungan yang luas bagi pekerja, semisal langkah-langkah keamanan kerja yang kuat, peraturan kesehatan dan keselamatan yang komprehensif, dan kebijakan cuti yang besar. Belanda dikenal dengan undang-undang perburuhannya yang progresif, yang mencakup jam kerja yang fleksibel, kebijakan antidiskriminasi yang kuat, dan tunjangan jaminan sosial yang komprehensif. Belgia memiliki undang-undang perburuhan yang menguntungkan, yang memastikan upah yang adil, keamanan kerja, dan tunjangan sosial yang luas. Negara ini juga memiliki perlindungan yang kuat terhadap pemecatan yang tidak wajar.
Negara-negara ini telah menetapkan kerangka kerja yang tak semata melindungi pekerja, tapi juga mempromosikan keseimbangan kehidupan kerja yang sehat dan perlakuan yang adil di tempat kerja.

Beberapa negara dikenal memiliki undang-undang perburuhan yang tak efektif, yang kerap mengakibatkan kondisi kerja yang buruk dan perlindungan yang terbatas bagi para pekerja. Bangladesh telah menghadapi kritik atas kondisi kerja yang buruk, upah yang rendah, dan penegakan hukum perburuhan yang tak memadai meskipun menjadi pusat utama industri garmen. Qatar, yang dikenal karena ketergantungannya pada tenaga kerja migran, telah dikritik karena praktik eksploitatif, termasuk sistem kafala, yang mengikat pekerja dengan majikan mereka dan membatasi kebebasan mereka. Pekerja di Myanmar menghadapi tantangan yang signifikan, termasuk upah rendah, kondisi kerja yang buruk, dan hak yang terbatas untuk berserikat. Filipina diketahui bermasalah dengan pelanggaran hak-hak perburuhan, termasuk kekerasan terhadap anggota serikat pekerja dan penegakan hukum ketenagakerjaan yang buruk. Guatemala punya sejarah kekerasan anti-serikat pekerja dan penegakan perlindungan buruh yang lemah, sehingga sulit bagi pekerja mengamankan hak-haknya.

Undang-undang ketenagakerjaan Indonesia menghadapi beberapa masalah, terutama yang berfokus pada 'Omnibus Law' tentang penciptaan lapangan kerja, yang disahkan pada tahun 2020. Para kritikus berpendapat bahwa Omnibus Law mengurangi pesangon, menambah lembur yang diizinkan, dan membatasi jumlah hari libur per minggu. Perubahan ini dianggap merugikan hak-hak pekerja dan kesejahteraan secara keseluruhan. Undang-undang tersebut melonggarkan pembatasan outsourcing, yang menurut para kritikus dapat menyebabkan ketidakamanan pekerjaan dan upah yang lebih rendah bagi pekerja. Undang-undang tersebut juga melonggarkan peraturan lingkungan, yang mengharuskan bisnis mengajukan analisis dampak lingkungan hanya jika proyek mereka dianggap berisiko tinggi. Hal ini menimbulkan kekhawatiran tentang potensi kerusakan lingkungan. Banyak yang memandang undang-undang tersebut terlalu pro-bisnis, lebih memprioritaskan investasi dan pertumbuhan ekonomi ketimbang perlindungan hak-hak pekerja dan standar lingkungan.
Disahkannya undang-undang tersebut memicu protes yang meluas di seluruh Indonesia, dengan ribuan pekerja dan mahasiswa berdemonstrasi menentang apa yang mereka lihat sebagai erosi hak-hak dan perlindungan tenaga kerja. Kritik-kritik ini menyoroti ketegangan antara pembangunan ekonomi dan perlindungan hak-hak pekerja dan lingkungan.

Beberapa proyek penting di Indonesia melibatkan pekerja China, kerap dalam kerangka China’s Belt and Road Initiative (BRI). Perusahaan China semisal Jiangsu Delong Nickel Industry Co. Ltd. terlibat aktif dalam pemrosesan nikel di Indonesia. Pabrik seperti PT Gunbuster Nickel Industry (PT GNI) dan PT Virtue Dragon Nickel Industry di Sulawesi menjadi sorotan karena buruknya kondisi kerja dan masalah keselamatan bagi pekerja China dan Indonesia.
Investasi China juga menonjol dalam berbagai proyek infrastruktur di seluruh Indonesia, termasuk pembangunan jalan, jembatan, dan pelabuhan. Proyek-proyek ini merupakan bagian dari inisiatif Regional Comprehensive Economic Corridor yang lebih luas, yang mencakup wilayah-wilayah seperti Sumatera Utara, Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, dan Bali. Perusahaan-perusahaan China semisal Sinopec dan PetroChina sedang melakukan studi bersama untuk mengeksplorasi potensi minyak dan gas di Indonesia bagian timur, khususnya di sekitar Buton dan Timor. Kereta Cepat Jakarta-Bandung merupakan proyek penting yang bertujuan menghubungkan Jakarta dan Bandung dengan jalur kereta cepat. Proyek ini menghadapi berbagai tantangan, termasuk keterlambatan dan masalah keselamatan. Proyek ini mempekerjakan sejumlah besar pekerja China, yang telah menyebabkan protes lokal dan kekhawatiran tentang pemindahan pekerjaan.
Kehadiran pekerja China di Indonesia telah memicu berbagai kritik dan keprihatinan di antara berbagai segmen masyarakat Indonesia. Banyak orang Indonesia merasa bahwa masuknya pekerja China telah menyebabkan lebih sedikit kesempatan kerja bagi pekerja lokal. Hal ini khususnya menjadi kontroversi di wilayah-wilayah tempat perusahaan China banyak terlibat dalam proyek. Kedatangan pekerja China terkadang menyebabkan ketegangan sosial dan protes. Para kritikus berpendapat bahwa pekerja-pekerja ini, kerap lebih dipilih daripada penduduk lokal, yang memperburuk masalah pengangguran lokal.
Laporan-laporan telah menyoroti kondisi kerja yang buruk bagi pekerja China dan Indonesia di perusahaan-perusahaan milik China. Masalah-masalah seperti upah yang tak dibayar, standar keselamatan yang buruk, dan lingkungan kerja yang keras, telah didokumentasikan. Ada juga tingkat xenofobia dan rasisme yang terlibat, dengan beberapa orang Indonesia memendam sentimen negatif terhadap pekerja China, sebagian dipicu oleh ketegangan historis dan kecemasan ekonomi baru-baru ini. Beberapa kritikus prihatin tentang meningkatnya ketergantungan ekonomi Indonesia pada China, karena khawatir hal ini dapat menyebabkan hilangnya kedaulatan serta kendali atas sumber daya dan industri lokal.

Guy Davidov dan Brian Langille mengeksplorasi konsep dasar dan tujuan hukum perburuhan yang terus berkembang. Mereka mendalami tujuan mendasar hukum perburuhan, termasuk memastikan keselamatan, kesehatan, dan kesejahteraan pekerja dengan menetapkan standar minimum untuk kondisi kerja, upah, dan jam kerja; mengatasi ketidaksetaraan kekuatan antara pemberi kerja dan pekerja, memastikan perlakuan yang fair, dan menyediakan mekanisme menyelesaikan perselisihan dan keluhan; berkontribusi pada tujuan keadilan sosial yang lebih luas dengan mempromosikan kesetaraan, mengurangi kemiskinan, dan memastikan bahwa pekerjaan berkontribusi pada well-being individu dan masyarakat; menyeimbangkan kebutuhan melindungi pekerja dengan kebutuhan mempertahankan bisnis yang produktif dan kompetitif, berkontribusi pada stabilitas dan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan; mempromosikan partisipasi dan representasi pekerja dalam proses pengambilan keputusan, memastikan bahwa pekerja memiliki suara dalam hal-hal yang mempengaruhi pekerjaan mereka; memastikan bahwa hukum perburuhan tetap relevan dan efektif dalam menghadapi perubahan ekonomi, teknologi, dan organisasi kerja, termasuk mengatasi masalah dalam ekonomi gig dan bentuk-bentuk pekerjaan nonstandar; serta mendorong kohesi sosial dengan mengintegrasikan kelompok-kelompok terpinggirkan ke dalam angkatan kerja dan mempromosikan solidaritas di antara pekerja di berbagai sektor dan wilayah.

Profesor Hugh Collins, Keith Ewing, dan Profesor Aileen McColgan berpendapat bahwa undang-undang perburuhan bertujuan untuk melindungi pekerja dari perlakuan tidak fair dan kondisi kerja yang tidak aman. Hukum perburuhan memastikan bahwa karyawan memiliki hak-hak dasar dan perlindungan dalam hubungan kerja mereka. Aturan perburuhan berupaya menyeimbangkan kepentingan pengusaha dan karyawan, mempromosikan perlakuan yang pantas sekaligus memberikan fleksibilitas bagi bisnis agar beroperasi secara efektif.
Kontrak kerja merupakan elemen mendasar dalam aturan perburuhan, yang mendefinisikan hubungan antara pemberi kerja dan pekerja. Mereka membahas pentingnya memahami ketentuan-ketentuannya dan implikasinya bagi kedua belah pihak. Collins, Ewing, dan McColgan menekankan bahwa ketentuan-ketentuan tertentu tersirat dalam setiap kontrak kerja, semisal tugas untuk saling percaya dan keyakinan, serta kewajiban pengusaha menyediakan lingkungan kerja yang aman. Mereka juga menekankan perlunya pendekatan yang seimbang, yang memberikan keamanan bagi pekerja sekaligus memberikan fleksibilitas bagi pemberi kerja dalam beradaptasi dengan perubahan pasar.

Kita masih lanjut dengan undang-undang perburuhan pada perbincangan berikutnya, biidznillah."
Kutipan & Rujukan:
- Samuel Estreicher & Matthew T. Bodie, Labor Law, 2020, Foundation Press
- Guy Davidov & Brian Langille, The Idea of Labour Law, 2011, Oxford University Press
- Hugh Collins, Keith D. Ewing & Aileen McColgan, Labour Law, 2012, Cambridge University Press

Jumat, 26 Juli 2024

Ocehan Seruni (28)

"Dahulu kala di kota Ngastinapolis yang ramai, hiduplah seorang birokrat yang bermaksud baik tapi sering kelabakan, bernama Dursasana. Gelar resminya? Otoritas Pemegang Kuota, meskipun kebanyakan orang memberinya julukan Ingglisy keren 'That Guy Who Can’t Find His Car Keys.'
Pernah, Dursasana mengungkap rencana besarnya: mengatur pengeras suara masjid. 'Kontrol volume!' serunya. 'Gak ada lagi khotbah yang keluar jendela atau yang manggil alien!'
Para khalayak nyindir, 'Pengaturan volume Dursasana: mengubah muazin jadi artis ASMR!'
Dursasana memutuskan menyebarkan niat baik dengan mengirimkan 6 ucapan kepada semua orang. Ia mengucapkan salam 6 agama. Para tetua Pandawa mengangkat alis. 'Dursasana, kawanku,' kata mereka, 'Itu seperti mengucapkan 'Selamat Hanukkah' di bulan Ramadan.'
Tanpa gentar, Dursasana menjawab, "Yang penting kebhinnekaan! NKRI harga mati! Mari kita semua bergandengan-tangan, lalu dansa cha-cha-cha!"
Dursasana duduk di kantornya yang berantakan, dikelilingi tumpukan dokumen. Pekerjaannya? Mengelola ibadah haji yang sakral. Namun, alih-alih mengalokasikan kuota dengan cermat, ia malah bermain 'Quota Bingo.' 'Loe dapet kuota! Loe juga! Pokoke entuk kuota kabyeh!' kata doi ngebayangin dirinya bak Lee Min Ho yang ganteng dan tampan.
Para khalayak berbisik, 'Dursasana memperlakukan kuota haji seperti prasmanan—tumpuk tinggi-tinggi, dan biarkan para jemaah sendiri yang memilahnya!'
Pada suatu pagi yang cerah, Dursasana melompat ke mobil dinasnya, tanpa menyadari aturan jalur busway. Saat ia melaju di jalur terlarang, bus membunyikan klakson, penumpang mengerutkan kening, dan polisi lalulintas menepuk jidat. 'Gini guys!' kata Dursasana, 'Gua kaan cuma ngelewatin 'Jalur Ekspres Menteri'!'
Para khalayak geleng-geleng kepala. 'Dursasana mengira dirinya reinkarnasi spiritual Speedy Gonzales. Namun sayang, doi cuman seorang birokrat panik, yang tampak terburu-buru tapi gak kemana-mana.'
Max Weber, sosiolog terkemuka, memandang birokrasi sebagai cara yang rasional dan efisien dalam mengatur aktivitas manusia. Idealnya, birokrasi beroperasi berdasarkan aturan dan prosedur, bukan berdasarkan hubungan pribadi atau koneksi politik. Esensinya, birokrat itu tulangpunggung sistem administrasi, yang memastikan bahwa layanan diberikan dan kebijakan dilaksanakan secara efisien. Mereka menjalankan peraturan dan prosedur yang rumit guna menjaga ketertiban dan fungsionalitas dalam masyarakat.
Begitulah, Dursasana menjalani hari-harinya dengan tertatih-tatih. Meninggalkan jejak para jemaah yang kebingungan karena tenda-tenda melebihi kapasitas, para jemaah tidur di koridor tenda, AC gak nyala, antrean di toilet makan waktu 2 jam, dan fasilitas yang gak ramah buat para lansia. Saat matahari terbenam di atas Ngastinapolis, doi menatap cakrawala dan berbisik, 'Mungkin lain kali, gua maen Sudoku aja dah!'"
(Disclaimer: Gak ada birokrat yang dirugikan selama satire ini dibuat. Segala kemiripan dengan para birokrat di dunia nyata, murni bertepatan b'lakah)

"Coba imajinasikan, dunia bisnis sebagai kota yang ramai. Di kota ini, regulasi bisnis ibarat lampu lalulintas dan rambu jalan yang mengatur arus kendaraan. Tanpa rambu-rambu ini, jalanan bakalan kacau, mobil saling-tabrakan, pejalan kaki dalam bahaya, dan tak ada jalur yang jelas dilalui," Seruni melanjutkan pembicaraan sebelumnya sambil melihat poster The Joker yang mengangkat kedua lengannya di atas tangga di sudut Kota Gotham. 'Gotham' bermakna 'Kota Kambing' dalam Ingglisy lawas, yang berasal dari kata 'gāt' (kambing) dan 'hām' (tempat tinggal). Julukan ini sebenarnya untuk Kota New York yang berasal dari awal abad ke-19. Pertamakali digunakan oleh penulis Washington Irving pada tahun 1807 dalam terbitan satire berkalanya, Salmagund. Irving meminjam nama tersebut dari sebuah desa di Inggris bernama Gotham, yang dikenal pada abad pertengahan sebagai tempat tinggal bagi 'simple-minded fools'. Julukan ini kemudian dipopulerkan oleh komik Batman, dimana Kota Gotham merupakan kampung halaman fiksi Batman. Bukankah menarik bagaimana julukan dengan asal usul yang unik seperti itu jadi sangat ikonik?

"Sama seperti lampu lalulintas yang memastikan bahwa setiap orang tahu kapan harus berhenti, jalan, dan mengalah, regulasi bisnis menyediakan aturan dan pedoman yang harus dipatuhi oleh perusahaan. Aturan tersebut membantu menjaga ketertiban, melindungi konsumen, memastikan persaingan yang wajar, dan mencegah praktik yang tak beretika. Tanpa peraturan ini, bisnis akan terjerumus ke dalam praktik yang dapat merugikan ekonomi, lingkungan, atau masyarakat luas.
Di kota ini, kerangka hukum dan regulasi merupakan para perencana kota dan petugas penegak hukum. Mereka merancang aturan, menegakkannya, dan memastikan bahwa setiap orang mematuhinya agar kota tetap berjalan lancar. Regulasi bisnis merupakan bagian penting dari kerangka ini, yang memastikan bahwa ekonomi kota berkembang pesat sekaligus melindungi warganya.

Ibarat lampu lalulintas yang diperlukan agar kota aman dan efisien, regulasi bisnis juga penting bagi lingkungan bisnis yang gemah ripah loh jinawi. Bergantung pada industrinya, bisnis akan memerlukan lisensi dan izin khusus agar dapat beroperasi secara legal. Ia dapat mencakup izin bersih dan sehat untuk restoran atau lisensi profesional bagi perdagangan tertentu. Bisnis hendaklah mematuhi berbagai aturan pajak, termasuk pajak penghasilan, pajak penjualan, dan payroll tax. Regulasi-regulasi ini memastikan bahwa bisnis memberikan kontribusi yang wajar terhadap pendapatan pemerintah.
Aturan ketenagakerjaan dan perburuhan merupakan salah satu peraturan bisnis yang seringkali harus dipatuhi oleh perusahaan. Aturan-aturan ini mencakup upah minimum, jam kerja, keselamatan tempat kerja, dan kebijakan antidiskriminasi. Aturan ini dirancang melindungi hak-hak pekerja dan memastikan perlakuan yang wajar di tempat kerja. Bisnis harus mematuhi standar yang ditetapkan oleh organisasi seperti OSHA (Occupational Safety and Health Administration) guna memastikan kondisi kerja yang aman bagi karyawan.
Aturan-aturan perlindungan konsumen memastikan bahwa bisnis menyediakan produk dan layanan yang aman, dan bahwa mereka tak terlibat dalam iklan yang menipu atau praktik yang tak wajar. Aturan-aturan Antimonopoli mencegah monopoli dan mendorong persaingan, memastikan bahwa tiada satu perusahaan pun yang dapat mendominasi pasar dan merugikan konsumen. Perusahaan harus menaati aturan yang terkait dengan regulasi privasi bahwa bisnis harus melindungi data pelanggan dan mematuhi aturan semisal GDPR (General Data Protection Regulation) di Eropa atau CCPA (California Consumer Privacy Act) di AS guna memastikan privasi dan keamanan data. GDPR bertujuan melindungi privasi dan data pribadi individu di UE. GDPR menetapkan pedoman ketat tentang cara bisnis mengumpulkan, menyimpan, dan memproses data pribadi. Bisnis harus memperoleh persetujuan yang jelas dan eksplisit dari individu sebelum mengumpulkan data mereka. Perusahaan yang menangani sejumlah besar data pribadi harus menunjuk seorang Data Protection Officer (DPO) untuk mengawasi kepatuhan. Individu berhak mengakses datanya dan mengetahui bagaimana data tersebut digunakan. Dikenal juga sebagai 'the right to be forgotten (hak untuk dilupakan)', individu dapat meminta penghapusan data mereka dalam kondisi tertentu. Perusahaan harus memberitahu pihak berwenang dan individu yang terdampak dalam waktu 72 jam seusai menemukan pelanggaran data.
GDPR berpengaruh signifikan pada bisnis di seluruh dunia, tak semata di UE. Perusahaan yang tak dapat mematuhi aturan tersebut, dapat menghadapi denda yang besar, hingga 4% dari omzet global tahunan mereka atau €20 juta, mana yang lebih tinggi. Peraturan ini menjadi contoh kuat tentang bagaimana regulasi bisnis dapat melindungi hak individu dan memastikan bahwa perusahaan menangani data secara bertanggungjawab. Hal ini juga menyoroti jangkauan global dari regulasi tersebut, karena bisnis di luar UE harus mematuhinya jika mereka memproses data warga negara UE.
Pula, perusahaaan harus mematuhi aturan lingkungan hidup yakni pengendalian polusi, pengelolaan limbah, dan penggunaan sumber daya alam. Aturan-aturan ini bertujuan meminimalkan dampak lingkungan dari kegiatan bisnis.
Aturan-aturan ini ibarat aturan-main, yang memastikan bahwa setiap orang bermain secara wajar dan aman. Aturan ini membantu membangun lingkungan bisnis yang seimbang dan beretika, serta melindungi pelaku bisnis dan konsumen.

Regulasi merupakan perhatian utama bagi industri, konsumen, warga negara, dan pemerintah. Regulasi bisnis merupakan komponen penting dari kerangka hukum dan regulasi karena menetapkan aturan dan pedoman yang menjadi dasar bagi bisnis untuk beroperasi. Regulasi menyediakan lingkungan yang stabil dan dapat diprediksi bagi bisnis. Stabilitas ini penting bagi perencanaan dan investasi jangka panjang. Tatatertib yang jelas membantu bisnis memahami hak dan kewajiban mereka, mengurangi ketidakpastian, dan meningkatkan kepercayaan di antara investor dan pemangku kepentingan.
Regulasi bisnis memastikan bahwa konsumen terlindungi dari praktik yang tidak wajar, penipuan, dan produk yang tidak aman. Ini termasuk regulasi tentang keamanan produk, standar periklanan, dan hak konsumen. Melindungi konsumen membantu membangun kepercayaan di pasar, yang sangat penting bagi kelancaran fungsi ekonomi.

Regulasi menetapkan standar minimum praktik ketenagakerjaan, termasuk upah, kondisi kerja, dan hak pekerja. Hal ini melindungi pekerja dari eksploitasi dan memastikan pasar tenaga kerja yang fair. Memastikan praktik ketenagakerjaan yang wajar berkontribusi pada stabilitas sosial dan kesehatan ekonomi secara keseluruhan. Regulasi-regulasi tentang tatakelola perusahaan memastikan bahwa perusahaan dikelola secara bertanggungjawab dan transparan. Ini termasuk tatatertib tentang laporan keuangan, pengungkapan, dan akuntabilitas eksekutif perusahaan. Good corporate governance (tatakelola perusahaan yang baik) meningkatkan kepercayaan investor dan mengurangi risiko skandal perusahaan dan krisis keuangan.
Robert Baldwin, Martin Cave, dan Martin Lodge secara luas mendefinisikan regulasi sebagai kontrol terus-menerus dan terfokus, yang dilakukan oleh badan publik atas aktivitas yang dinilai oleh masyarakat. Regulasi melibatkan tindakan pengawasan yang tiada henti, bukan intervensi satu kali atau ad-hoc; terarah dan spesifik, yang menangani aktivitas atau perilaku tertentu; biasanya dilakukan oleh badan pemerintah atau publik, meskipun dapat pula mengikutkan organisasi swasta atau nonpemerintah dalam konteks tertemtu; dan berkaitan dengan aktivitas yang punya kepentingan atau nilai berarti bagi masyarakat, semisal kesehatan publik, keselamatan, perlindungan lingkungan, dan stabilitas ekonomi.
Mereka berpendapat bahwa regulasi yang baik, berhasil mencapai tujuan yang diinginkan dan secara efektif mengatasi masalah atau isu yang hendak diatasi. Regulasi yang baik mencapai tujuannya dengan biaya serendah mungkin, meminimalkan beban pada bisnis dan masyarakat. Regulasi menggunakan sumber daya regulasi secara efisien dan menghindari kerumitan yang tak perlu.

Regulasi yang baik, jelas dan dapat dipahami oleh mereka yang tunduk padanya dan yang menegakkannya. Proses regulasi bersifat terbuka dan transparan, memungkinkan para pemangku kepentingan memahami bagaimana keputusan dibuat dan memberikan masukan. Badan dan pejabat regulasi bertanggungjawab atas tindakan dan keputusan mereka. Ada mekanisme yang berlaku untuk meninjau dan mengawasi tindakan regulasi guna memastikan bahwa tindakan tersebut memenuhi standar tatakelola yang baik.
Regulasi yang baik, proporsional dengan risiko atau masalah yang ditanganinya, sehingga terhindar dari regulasi yang berlebihan atau kurang terregulasi. Regulasi yang baik, menyeimbangkan manfaat regulasi dengan biaya dan dampak negatif yang mungkin terjadi. Regulasi yang baik, fleksibel dan adaptif terhadap perubahan keadaan, sehingga memungkinkan inovasi dan penyesuaian sebagai respons terhadap informasi atau kondisi baru. Regulasi yang baik, menggunakan pendekatan berbasis risiko, dengan memfokuskan upaya regulasi terhadap hal-hal yang amat dibutuhkan.
Regulasi yang baik, konsisten dan dapat diprediksi, sehingga memberikan kepastian bagi bisnis dan individu tentang persyaratan regulasi. Regulasi yang baik, menerapkan aturan dan standar secara adil dan setara di antara berbagai pemangku kepentingan. Regulasi yang baik melibatkan partisipasi yang berarti dari para pemangku kepentingan, termasuk bisnis, masyarakat sipil, dan publik, dalam proses regulasi. Ada peluang konsultasi dan umpan balik selama pengembangan dan implementasi regulasi.

Regulasi mencegah monopoli dan mendorong persaingan yang wajar. Regulasi ini termasuk undang-undang antimonopoli, kebijakan persaingan, dan regulasi yang mencegah praktik antipersaingan. Persaingan yang wajar mendorong inovasi, efisiensi, dan produk serta layanan yang lebih baik bagi konsumen.
Regulasi lingkungan memastikan bahwa bisnis beroperasi dengan cara yang meminimalkan kerusakan lingkungan. Ini termasuk undang-undang tentang pengendalian polusi, pengelolaan limbah, dan praktik berkelanjutan. Melindungi lingkungan sangat penting bagi keberlangsungan jangka panjang dan well-being generasi mendatang.
Regulasi menetapkan standar minimum bagi praktik ketenagakerjaan, termasuk upah, kondisi kerja, dan hak pekerja. Ia melindungi pekerja dari eksploitasi dan memastikan pasar tenaga kerja yang wajar. Memastikan praktik ketenagakerjaan yang wajar berkontribusi pada stabilitas sosial dan kesehatan ekonomi secara keseluruhan.
Regulasi tentang tatakelola perusahaan memastikan bahwa perusahaan dikelola secara bertanggungjawab dan transparan. Ia termasuk aturan tentang pelaporan keuangan, pengungkapan, dan akuntabilitas eksekutif perusahaan. Tatakelola perusahaan yang baik meningkatkan kepercayaan investor dan mengurangi risiko skandal perusahaan dan krisis keuangan.
Regulasi bisnis yang efektif dapat mendorong pembangunan ekonomi dengan membangun lingkungan bisnis yang menguntungkan. Regulasi ini termasuk prosedur yang disederhanakan guna memulai dan menjalankan bisnis, perlindungan hak kekayaan intelektual, dan mekanisme penyelesaian sengketa yang efisien. Lingkungan bisnis yang diatur dengan baik menarik investasi domestik dan asing, memacu pertumbuhan ekonomi.
Regulasi bisnis kerap memasukkan unsur tanggungjawab sosial perusahaan (corporate social responsibility, CSR), yang mendorong bisnis bertindak secara etis dan berkontribusi pada tujuan sosial. Regulasi di bidang-bidang semisal kesehatan dan keselamatan, pengembangan masyarakat, dan praktik bisnis yang etis memastikan bahwa bisnis berkontribusi positif terhadap masyarakat.

Rachel Augustine Potter mengeksplorasi bagaimana birokrat berperan dalam perilaku strategis dalam mempengaruhi hasil kebijakan. Potter berpendapat bahwa para birokrat, yang sering dianggap sebagai pelaksana kebijakan yang netral, memainkan peran penting dalam membentuk kebijakan melalui cara-cara prosedural. Potter memperkenalkan konsep 'politik prosedural', dimana para birokrat menggunakan keahlian prosedural mereka, membentuk hasil kebijakan. Cara ini memerlukan taktik semisal memanipulasi jadwal, menggunakan bahasa teknis, dan memanfaatkan aturan prosedural demi keuntungan mereka. Potter menggambarkan para birokrat sebagai aktor strategis yang dimotivasi oleh preferensi dan tujuan mereka sendiri. Mereka menggunakan pengetahuan prosedural mereka, menavigasi dan mempengaruhi proses kebijakan. Birokrat punya pengetahuan mendalam tentang aturan dan proses prosedural yang mengatur pembuatan kebijakan. Keahlian ini, memungkinkan mereka menavigasi lanskap administratif yang kompleks secara efektif. Mereka dapat mempercepat atau memperlambat proses pembuatan kebijakan dengan mengelola jadwal secara strategis. Misalnya, mereka dapat mempercepat proses pembuatan aturan guna mendorong kebijakan sebelum oposisi politik dapat memobilisasi, atau menundanya untuk menghindari pengawasan.
Birokrat dapat memilih informasi apa yang akan diungkapkan dan bagaimana menyajikannya. Dengan menyorot data tertentu sambil mengecilkan atau menghilangkan informasi lain, mereka dapat membentuk narasi dan mempengaruhi pengambilan keputusan. Dengan menggunakan aksen khusus dan teknis, birokrat dapat membingkai isu kebijakan dengan cara yang mendukung hasil yang mereka inginkan. Kompleksitas tutur-kata ini, dapat mengaburkan implikasi sebenarnya dari suatu kebijakan, sehingga sulit bagi non-ahli, termasuk politisi dan publik, untuk memahami sepenuhnya.
Birokrat mahir menggunakan aturan prosedural demi keuntungan mereka. Misalnya, mereka akan menggunakan persyaratan prosedural guna menunda atau mencegah perubahan kebijakan yang mereka sukai, atau menerapkan kebijakan baru yang sejalan dengan preferensinya. Penafsiran aturan dan regulasi bisa subjektif. Para birokrat dapat menafsirkan aturan-aturan ini dengan cara yang sejalan dengan tujuan kebijakan mereka, secara efektif membengkokkan aturan agar sesuai dengan hasil yang mereka inginkan. Mereka kerap membangun aliansi dengan pemangku kepentingan lain, termasuk kelompok kepentingan, anggota parlemen, dan lembaga pemerintah lainnya. Aliansi ini dapat memberikan perlindungan dan dukungan politik bagi inisiatif birokrasi. Dengan bekerjasama dengan pemangku kepentingan yang punya kepentingan dalam hasil kebijakan tertentu, birokrat dapat memperoleh dukungan eksternal yang menekan pejabat terpilih mengadopsi atau menolak kebijakan tertentu.

Meskipun keahlian prosedural sangat penting bagi tatakelola yang efektif, manipulasi yang berlebihan dapat merusak akuntabilitas demokrasi. Ketika para birokrat memprioritaskan preferensi mereka sendiri daripada preferensi pejabat terpilih atau publik, hal itu dapat menyebabkan defisit demokrasi. Manuver prosedural sering terjadi di balik layar, jauh dari pengawasan publik. Kurangnya transparansi ini dapat mengikis kepercayaan pada lembaga pemerintah dan menimbulkan pertanyaan tentang legitimasi keputusan kebijakan.
Guna mengurangi akibat negatif politik prosedural, Potter menyarankan reformasi potensial. Cara ini termasuk meningkatkan transparansi dalam proses birokrasi, meningkatkan mekanisme pengawasan, dan memastikan bahwa aturan prosedural diterapkan secara konsisten dan adil. Memperkuat kapasitas pejabat terpilih dalam mengawasi dan mengimbangi kekuatan birokrasi merupakan rekomendasi utama lainnya. Hal ini termasuk pemberian akses yang lebih baik kepada anggota parlemen terhadap keahlian dan sumber daya yang independen.
Potter menggunakan frasa 'Bending the Rules' untuk menggambarkan bagaimana para birokrat menggunakan pengetahuan mereka tentang aturan prosedural dan proses administratif untuk mempengaruhi hasil kebijakan dengan cara yang mungkin tak langsung terlihat oleh publik atau pejabat terpilih. Para birokrat dapat menafsirkan aturan dan regulasi secara fleksibel, menyesuaikannya dengan konteks dengan cara yang memajukan tujuan kebijakan mereka. Caranya dengan penafsiran yang luas atau sempit terhadap pedoman hukum dan prosedural. Mereka dapat menemukan cara inovatif agar mematuhi persyaratan prosedural yang secara teknis mematuhi aturan tetapi mencapai hasil yang tak selalu diharapkan oleh aturan tersebut. Bending the Rules dapat merusak proses demokrasi dengan memungkinkan para birokrat memajukan agenda mereka dengan mengorbankan transparansi dan akuntabilitas. Hal ini dapat menyebabkan kebijakan yang tak mencerminkan keinginan wakil rakyat atau publik.

Para birokrat yang melanggar aturan sering disebut sebagai 'rogue officials (pejabat nakal)' atau 'rule-benders (pembengkok aturan).' Dalam istilah yang lebih berwarna, mereka disebut 'red tape wranglers' atau 'bureaucratic contortionists.' Orang-orang ini menavigasi labirin peraturan dengan fleksibilitas tertentu, terkadang melewati batas-batas yang diperbolehkan.
Negara-negara yang dikenal memiliki birokrasi yang bersih dan efisien acapkali mendapat skor tinggi pada indeks efektivitas pemerintah dan rendah dalam korupsi. Denmark secara konsisten mendapat peringkat tinggi dalam indeks antikorupsi global, yang dikenal dengan sektor publiknya yang transparan dan efisien. Selandia Baru sering disebut sebagai salah satu negara dengan birokrasi yang paling tidak korup, dengan kerangka hukum yang kuat dan budaya akuntabilitasnya. Sektor publik Finlandia dicirikan oleh tingkat transparansi yang tinggi dan tingkat korupsi yang rendah. Singapura dikenal dengan birokrasinya yang efektif dan bebas korupsi, yang merupakan faktor kunci dalam keberhasilan ekonominya. Administrasi publik Swedia dikenal dengan efisiensi dan integritasnya. Negara-negara ini telah menerapkan kerangka hukum yang kokoh, mekanisme pengawasan yang tangguh, dan budaya akuntabilitas yang membantu menjaga integritas birokrasi mereka.

Negara-negara dengan tingkat inefisiensi birokrasi dan korupsi yang tinggi kerapkali berjuang dengan masalah-masalah semisal birokrasi, penyuapan, dan kurangnya transparansi. Venezuela dikenal karena inefisiensi birokrasinya yang parah dan korupsi yang meluas, yang secara signifikan menghambat pembangunan ekonomi dan sosial. Somalia acapkali dianggap sebagai salah satu negara paling korup, dengan struktur birokrasi yang lemah yang berusaha menyediakan layanan dasar. Sudan Selatan menghadapi tantangan yang signifikan dengan korupsi dan inefisiensi birokrasi, yang berdampak pada tatakelola dan pembangunannya. Korea Utara dicirikan oleh sistem birokrasi yang sangat tersentralisasi dan tidak transparan, dengan korupsi yang meluas dan kurangnya transparansi. Haiti berupaya dengan inefisiensi birokrasi dan korupsi, yang menghambat pembangunan dan tatakelolanya.

Beberapa masalah sering tersorot pada birokrat Indonesia, dengan fokus pada inefisiensi, korupsi, dan pengaruh struktural oligarki. Korupsi merupakan masalah yang signifikan dalam birokrasi Indonesia. Ini termasuk penyuapan, nepotisme, dan penyalahgunaan dana publik, termasuk pendukung presiden yang diangkat sebagai komisaris perusahaan milik negara tanpa memperhatikan kompetensi, yang menghambat tatakelola pemerintahan yang efektif dan pemberian layanan publik. Ada keprihatinan bahwa oligarki yang kuat berpengaruh besar terhadap proses birokrasi. Pengaruh ini dapat menyebabkan kebijakan yang lebih memihak pada kepentingan beberapa individu atau kelompok kaya, dibanding masyarakat luas. Beberapa pengamat meyakini bahwa Indonesia sedang mengalami kemunduran demokrasi, sebagian karena inefisiensi birokrasi dan korupsi. Kemunduran ini terlihat dari melemahnya lembaga-lembaga demokrasi dan meningkatnya sentralisasi kekuasaan. Perubahan legislatif baru-baru ini, semisal undang-undang omnibus law yang kontroversial tentang penciptaan lapangan kerja, telah dikritik karena merusak pencapaian hukum dan mengakomodasi kepentingan elit bisnis yang kuat.
Kritik terhadap rancangan peraturan yang mewajibkan seluruh kendaraan bermotor di Indonesia agar diasuransikan—Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengusulkan Program Asuransi Wajib, yang mencakup asuransi tanggungjawab pihak ketiga bagi seluruh kendaraan bermotor—telah memunculkan sejumlah keprihatinan. Sebagian berpendapat bahwa asuransi wajib dapat memberikan beban keuangan tambahan bagi pemilik kendaraan, terutama mereka yang berasal dari kelompok berpenghasilan rendah. Biaya premi asuransi akan sulit ditanggung banyak orang. Ada kekhawatiran tentang aspek praktis penerapan peraturan tersebut. Memastikan kepatuhan di seluruh negeri, terutama di daerah pedesaan, bisa jadi sulit. Kekhawatiran muncul mengenai kapasitas administratif untuk menegakkan peraturan tersebut secara efektif.
Pertanyaan muncul tentang apakah industri asuransi di Indonesia siap menangani peningkatan permintaan yang tiba-tiba. Ada kekhawatiran mengenai kemampuan industri ini menyediakan cakupan yang memadai dan mengelola klaim secara efisien. Mengingat adanya masalah korupsi dalam birokrasi, sejumlah kritikus khawatir bahwa penerapan asuransi wajib dapat menimbulkan peluang baru bagi praktik korupsi, seperti penyuapan, penipuan, atau peraturan tersebut sengaja dirancang untuk menghasilkan keuntungan bagi segelintir orang. Kekhawatiran juga menyoroti perlunya kampanye kesadaran publik yang komprehensif mengedukasi pemilik kendaraan tentang manfaat dan persyaratan peraturan baru tersebut. Tanpa kesadaran yang tepat, kepatuhan mungkin rendah, dan peraturan tersebut dapat menghadapi penolakan. Keprihatinan-keprihatinan ini menunjukkan bahwa meskipun regulasi tersebut bertujuan meningkatkan perlindungan keuangan dan keselamatan di jalan, ada tantangan yang perlu ditangani guna memastikan keberhasilan penerapannya.

Negara-negara yang telah disebutkan tadi, sering menghadapi tantangan berat dalam menerapkan pemerintahan yang efektif dan menyediakan pelayanan publik karena masalah birokrasinya.

Dalam sesi kali ini, kita telah membicarakan sekilas tentang pentingnya regulasi. Kita akan bincang secara ringkas beberapa regulasi, termasuk aturan-aturan ketenagakerjaan, biidznillah."

Seruni pun bersyair,

Dalam gelap yang pekat, mereka menenun rencana,
bengkokin aturan agar sesuai impian.
Dengan senyum licik, memainkan perannya,
Meninggalkan terkoyaknya kepatutan.
Kutipan & Rujukan:
- Robert Baldwin, Martin Cave & Martin Lodge (Eds.), The Oxford Handbook of Regulation, 2010, Oxford University Press
- Rachel Augustine Potter, Bending the Rules: Procedural Politicking in the Bureaucracy, 2019, The University of Chicago