"Di Talkanda, hiduplah seorang Begawan yang sangat dihormati bernama Resi Ganggadata. Dikenal oleh kearifan mendalam dan sifat komtemplatifnya, Resi Ganggadata kerap berbagi pelajaran yang menggugah pikiran dengan para muridnya.Suatu hari, Resi Ganggadata mengumpulkan murid-muridnya di sebuah taman yang adem. Ia meletakkan sebuah toples besar kosong di atas sebuah meja dan mulai mengisinya dengan bebatuan besar hingga mencapai bagian atasnya.'Sudah penuhkah toples ini?' tanya Resi Ganggadata. Para murid mengangguk, yakin toples itu sudah penuh.Resi Ganggadata lalu mengambil sebuah wadah berisi kerikil-kerikil kecil dan menuangkannya ke dalam toples. Kerikil-kerikil itu memenuhi ruang-ruang di antara bebatuan. 'Sekarang, sudahkah toples ini penuh?' tanyanya lagi. Para murid ragu-ragu tapi sepakat bahwa toples itu sudah penuh.Selanjutnya, Resi Ganggadata mengambil sekantung pasir dan menuangkannya ke dalam toples. Pasir itu mengisi celah-celah yang tersisa. 'Sudah penuhkah sekarang?' tanyanya.Para murid saling berpandangan, bingung. Namun, mereka mengangguk dengan ragu, mengira toples itu gak mungkin bisa nampung apa-apa lagi.Akhirnya, Resi Ganggadata mengambil secangkir air dan menuangkannya ke dalam toples. Airnya meresap ke dalam celah-celah kecil di antara butiran pasir.'Nah,' kata Resi Ganggadata, "toples ini menyiratkan kehidupanmu. Bebatuan besar melambangkan aspek-aspek mendasar keberadaan—nilai-nilai, tujuan, dan keterhubunganmu. Pilar-pilar inilah yang memberi makna dan arah pada kehidupan. Tanpanya, hidup akan terasa hampa dan tanpa tujuan.Jika engkau seorang raja, bebatuan besar menyimbolkan nilai-nilai inti dan prioritas kerajaan—keadilan sosial, mencapai kemakmuran sesuai standar, dan well-being masing-masing anggota masyarakat. Sebagai seorang raja, penting berfokus pada hal-hal ini terlebih dahulu. Tanpanya, kerajaan tak punya arah dan tujuan.Jika engkau seorang CEO, bebatuan besar menandakan prioritas inti dan tujuan strategis perusahaan—proyek-proyek utama, klien-klien besar, dan inisiatif-inisiatif utama. Sebagai pemimpin, penting berfokus pada hal-hal ini terlebih dahulu. Tanpanya, perusahaan tak punya target dan sasaran.Dan dalam perspektif dirimu sebagai individu, bebatuan besar merepresentasikan hal-hal terpenting dalam hidupmu—keluarga, kesehatan, minat, dan pertumbuhan pribadi. Jika engkau tak memprioritaskannya, batu-batu itu takkan muat di kemudian hari.Kerikil merepresentasikan elemen penting tapi sekunder—karier, hobi, dan prestasimu. Elemen-elemen ini berkontribusi pada kehidupan yang memuaskan, namun tak boleh mengalahkan nilai-nilai inti. Jika engkau seorang raja, kerikil mewakili tugas-tugas penting tapi kurang penting—perjanjian perdagangan, proyek infrastruktur, dan acara budaya. Semua ini diperlukan bagi kelancaran fungsi kerajaan, namun tak boleh mengorbankan bebatuan besar. Jika engkau seorang CEO, kerikil menandakan tugas-tugas penting tapi tak terlalu penting—rapat tim, sesi pelatihan, dan proyek-proyek sekunder. Semua ini diperlukan guna kelancaran operasional, tapi tak boleh mengesampingkan bebatuan besar. Jika engkau sebagai individu, kerikil menymbolkan aspek penting lainnya—persahabatan, pekerjaan, dan hobi. Semuanya mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh batu-batu besar.Pasir melambangkan detail-detail kecil dan rutinitas harian—pekerjaan dan tugas keseharian, serta gangguan. Kendati diperlukan, hal-hal ini tak boleh menyita waktu dan energimu. Jika engkau seorang raja, pasir dapat berupa tugas sehari-hari dan detail-detail kecil—tugas administratif, inspeksi rutin, dan perselisihan kecil. Meskipun hal-hal tersebut perlu ditangani, bukan berarti boleh menyita sebagian besar waktu dan energi kita. Jika engkau seorang CEO, pasir merepresentasikan tugas sehari-hari dan detail-detail kecil—email, dokumen rutin, dan tugas administratif. Walaupun hal-hal tersebut perlu ditangani, tak boleh menyita sebagian besar waktu dan energi kita. Jika dirimu sebagai individu, pasir mewakilkan tugas-tugas kecil sehari-hari—rutinitas yang membosankan, kewajiban-kewajiban kecil, dan ganjalan. Tugas-tugas itu akan selalu menemukan tempatnya jika engkau membiarkannya.Dan air? Air—atau dapat berupa teh atau kopi—perlambang momen refleksi dan ketenangan—jeda yang memungkinkanmu menikmati hidup, memperoleh kejelasan, dan menemukan kedamaian batin. Jika engkau seorang raja, air sebagai simbol momen koneksi dan keceriaan—festival, perayaan, dan momen persatuan. Momen-momen ini, meskipun kecil, memperkaya budaya kerajaan dan menumbuhkan rasa kebersamaan. Jika engkau seorang CEO, air mewakili momen keterhubungan dan ikatan tim—percakapan santai, selebrasi, dan pengalaman bersama. Momen-momen ini, walaupun kecil, memperkaya kultur tempat kerja dan menumbuhkan rasa kebersamaan. Dan bila engkau seorang individu, air merupakan bentuk kesenangan-kesenangan kecil—momen kegembiraan, tawa, dan relaksasi. Bahkan ketika hidup tampak penuh, masih ada ruang bagi pengalaman-pengalaman menyenangkan ini.Resi Ganggadata melanjutkan, 'Anutannya? Prioritaskan batu-batu besarmu terlebih dahulu—hal-hal yang benar-benar penting. Lalu masukkan kerikil, pasir, dan air. Jika engkau memulai dengan hal-hal kecil, engkau takkan punya ruang bagi sesuatu yang amat berarti. Bila engkau mengisi toples dengan pasir terlebih dahulu, takkan ada ruang bagi batu-batu besar atau bahkan kerikil. Sebagai pencari hikmah, dirimu hendaknya memprioritaskan nilai-nilai inti dan tujuanmu. Hanya dengan begitulah, lalu engkau dapat menyesuaikan tugas-tugas yang lebih kecil dan menikmati momen-momen refleksi yang memperkaya hidupmu.Hidup bukanlah tentang mengisi toples—ia tentang memilih apa yang akan dimasukkan ke dalamnya. Semoga adaptasi filosofis ini, menginspirasimu merenungkan prioritas-prioritasmu dan menjalani hidup yang penuh tujuan dan makna.'"Cattleya meneruskan, "Faktor lingkungan semisal degradasi lingkungan dan penyakit yang menyebar luas dapat melemahkan sebuah negara dalam beberapa cara. Degradasi lingkungan, seperti penggundulan hutan, erosi tanah, dan polusi air, mengurangi ketersediaan dan kualitas sumber daya alam. Misalnya, deforestasi dapat menyebabkan degradasi lahan, mengurangi hasil pertanian. Hal ini secara langsung berakibat pada penghasilan para petani dan pasokan pangan negara. Industri yang bergantung pada sumber daya alam, semisal pertanian, perikanan, dan pariwisata, menderita ketika sumber daya habis atau terdegradasi. Contoh lainnya, penangkapan ikan berlebihan dapat merusak stok ikan, merugikan industri perikanan dan sektor terkait seperti pengolahan dan ekspor makanan laut. Polusi dan kondisi lingkungan yang buruk dapat menyebabkan masalah kesehatan di antara tenaga kerja, sehingga menurunkan produktivitas secara keseluruhan. Contohnya, polusi udara dapat menyebabkan masalah pernapasan, menyebabkan peningkatan ketidakhadiran dan penurunan efisiensi pekerja.Penyakit-penyakit yang menyebar luas meningkatkan biaya perawatan kesehatan karena pemerintah dan individu menghabiskan lebih banyak biaya perawatan medis, rawat inap, dan tindakan pencegahan. Misalnya, pandemi COVID-19 meningkatkan pengeluaran perawatan kesehatan secara global. Bencana alam yang diperburuk oleh kerusakan lingkungan, semisal banjir atau badai, memerlukan investasi besar guna memperbaiki dan membangun kembali infrastruktur. Hal ini mengalihkan dana dari bidang-bidang penting lainnya semisal pendidikan dan pembangunan infrastruktur. Sumber daya yang dapat digunakan bagi pembangunan ekonomi malah dialokasikan untuk mengatasi krisis lingkungan dan kesehatan. Kesalahan alokasi ini, menghambat pertumbuhan dan pembangunan ekonomi jangka panjang.Ketika sebuah negara menghadapi penyakit yang menyebar luas, sistem perawatan kesehatannya dapat kewalahan, mengakibatkan perawatan medis yang tak memadai bagi penduduknya. Hal ini dapat mengakibatkan angka kematian yang lebih tinggi dan penurunan harapan hidup. Krisis kesehatan dapat menyebabkan ketakutan dan kepanikan meluas, mengganggu kehidupan sehari-hari dan kegiatan ekonomi. Contoh, selama wabah Ebola di Afrika Barat, ketakutan akan penularan menyebabkan penutupan pasar dan sekolah, mengganggu mata pencaharian dan pendidikan. Jika pemerintah tak mampu mengelola krisis kesehatan secara efektif, kepercayaan publik terhadap lembaga dapat menurun, dapat berakibat skeptisisme terhadap arahan pemerintah dan berkurangnya kerjasama dengan langkah-langkah kesehatan masyarakat.Degradasi lingkungan, semisal naiknya permukaan air laut atau desertifikasi, memaksa orang bermigrasi dari rumah mereka. Hal ini dapat menyebabkan daerah perkotaan yang padat penduduk, meningkatnya persaingan mendapatkan pekerjaan, perumahan, dan layanan penting, serta meningkatnya ketegangan sosial.Saat populasi bermigrasi, persaingan dalam memperoleh sumber daya langka semisal air dan lahan subur, dapat meningkat, berpotensi konflik antara komunitas atau kelompok etnis yang berbeda. Sebagai contoh, perang saudara Suriah sebagian disebabkan oleh kekeringan berkepanjangan yang menyebabkan mandeknya pertanian, lalu migrasi massal. Meningkatnya migrasi, menekan layanan sosial, termasuk perawatan kesehatan, pendidikan, dan perumahan, yang berpotensi menyebabkan penurunan kualitas layanan dan meningkatnya ketimpangan sosial.Jika pemerintah tak mampu mengatasi kerusakan lingkungan atau mengelola wabah penyakit secara efektif, warga negara akan menganggapnya tak kompeten. Hal ini dapat menyebabkan protes, penurunan partisipasi politik, dan tantangan kepemimpinan. Kebijakan yang tak memadai dalam mengatasi masalah lingkungan atau krisis kesehatan masyarakat, dapat mengakibatkan ketidakstabilan politik. Misalnya, salah urus krisis air Flint di Amerika Serikat menyebabkan kemarahan publik dan hilangnya kepercayaan pada pejabat pemerintah setempat. Ketidakmampuan yang terus-menerus dalam mengatasi masalah utama dapat melemahkan lembaga demokrasi, yang mengarah pada otoritarianisme atau berkurangnya kebebasan demokrasi karena pemerintah berupaya mempertahankan kendali.Sumber daya yang langka di sebuah negara, semisal kekurangan air atau sengketa tanah, dapat menyebabkan konflik internal antara berbagai kelompok atau wilayah. Konflik ini dapat mengganggu stabilitas negara dan mengalihkan sumber daya dari pembangunan ke penyelesaian konflik. Kerusakan lingkungan dapat memperburuk ketegangan antara negara-negara tetangga atas sumber daya bersama seperti sungai, danau, atau wilayah pesisir. Misalnya, sengketa atas hak atas air dari sungai bersama dapat membebani hubungan diplomatik dan berpotensi menyebabkan konflik. Negara-negara dapat mengalokasikan lebih banyak sumber daya dalam upaya militer guna mengamankan sumber daya, sehingga mengurangi investasi di bidang-bidang penting lainnya semisal pendidikan, perawatan kesehatan, dan infrastruktur.Dedradasi lingkungan meningkatkan frekuensi dan tingkat keparahan bencana alam, yang dapat menghancurkan infrastruktur, menggusur penduduk, dan memerlukan upaya pemulihan ekstensif. Misalnya, penggundulan hutan dapat memperparah banjir, sementara kerusakan pesisir dapat meningkatkan kerentanan terhadap badai. Bencana alam dapat mengganggu rantai pasokan, perdagangan, dan kegiatan ekonomi, menyebabkan ketidakstabilan ekonomi. Gempa bumi dan tsunami Tohoku 2011 di Jepang berdampak signifikan terhadap perekonomian baik di dalam negeri maupun global. Lingkungan yang rusak dapat menyebabkan kelangkaan sumber daya penting semisal air bersih dan lahan subur, yang sangat penting bagi stabilitas dan keamanan nasional.Perubahan iklim merupakan masalah global yang mempengaruhi semua negara. Negara-negara yang tak berhasil mengurangi atau beradaptasi dengan perubahan iklim dapat menghadapi dampak ekonomi dan sosial yang parah, berakibat pada kedudukan dan hubungannya di panggung global. Penyakit tak mengenal batas negara. Negara-negara yang tak siap menghadapi pandemi dapat berkontribusi terhadap krisis kesehatan global, mempengaruhi hubungan internasional, perdagangan, dan kerjasama. Krisis lingkungan dan kesehatan memerlukan respons internasional terkoordinasi. Negara-negara yang berjuang dengan masalah ini, akan merasa sulit berpartisipasi secara efektif dalam inisiatif global, yang melemahkan aliansi dan kemitraan.Penanganan kerusakan lingkungan dan penyakit kerap membutuhkan sumber daya penting, yang dapat mengurangi investasi di bidang pembangunan lain semisal pendidikan, infrastruktur, dan teknologi. Krisis kesehatan dapat mengurangi modal manusia dengan meningkatkan angka kematian dan mengurangi produktivitas serta tingkat pendidikan tenaga kerja. Hal ini menghambat inovasi dan pertumbuhan ekonomi. Bencana lingkungan dan krisis kesehatan dapat mengganggu sistem pendidikan, menyebabkan rendahnya pencapaian pendidikan dan berkurangnya kemampuan tenaga kerja di masa mendatang.Tantangan lingkungan dan kesehatan yang terus-menerus dapat menjebak negara-negara dalam siklus kemiskinan, dimana terbatasnya pertumbuhan ekonomi, menghalangi investasi dalam perlindungan lingkungan dan kesehatan masyarakat, selanjutnya memperburuk masalah. Kerusakan lingkungan dan penyakit sering secara tak proporsional mempengaruhi populasi yang rentan dan terpinggirkan, meningkatkan ketimpangan sosial dan menghambat pembangunan inklusif. Tantangan lingkungan dan kesehatan yang terus-menerus dapat menyebabkan ketidakstabilan politik dan sosial jangka panjang, sehingga sulit mencapai pembangunan ekonomi dan sosial yang sustainable.Degradasi lingkungan dan penyakit dapat mempengaruhi generasi mendatang semisal akses ke pendidikan. Di wilayah-wilayah tempat anak-anak harus bermigrasi atau menderita krisis kesehatan akibat masalah lingkungan, kehadiran di sekolah menurun, sehingga membatasi pengembangan modal manusia di masa mendatang. Selain itu, fokus pada upaya bertahan hidup dari krisis saat ini, dapat membatasi investasi dalam pendidikan dan pelatihan pemuda, yang berperan penting dalam inovasi jangka panjang dan daya saing ekonomi. Ketidakmampuan mengatasi krisis lingkungan dan kesehatan secara efektif juga dapat merusak kedudukan global sebuah negara. Respons yang buruk dapat menyebabkan berkurangnya investasi asing, pembatasan perdagangan, atau pengecualian dari perjanjian internasional, yang selanjutnya mengisolasi negara tersebut dan menghambat tujuan pembangunan jangka panjang.'Our Common Future (Masa Depan Kita Bersama)', yang juga dikenal sebagai Laporan Brundtland, adalah dokumen penting yang diterbitkan pada tahun 1987 oleh World Commission on Environment and Development (WCED). Komisi yang diketuai oleh Gro Harlem Brundtland ini dibentuk oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk mengatasi meningkatnya kekhawatiran tentang semakin memburuknya lingkungan manusia dan sumber daya alam serta konsekuensi dari kemerosotan tersebut terhadap pembangunan ekonomi dan sosial. Laporan ini amat dikenal karena mempopulerkan konsep 'sustainable development,' didefinisikan sebagai 'pembangunan yang memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhan mereka sendiri.' Laporan ini menekankan keterkaitan antara keberlanjutan lingkungan, pertumbuhan ekonomi, dan keadilan sosial, dengan menyatakan bahwa elemen-elemen ini hendaknya diintegrasikan ke dalam strategi pembangunan global. WCED menyoroti percepatan kerusakan lingkungan manusia dan sumber daya alam sebagai tantangan kritis yang dihadapi dunia. Laporan tersebut merinci bagaimana kerusakan ini berdampak pada pembangunan ekonomi dan sosial, dengan menekankan bahwa degradasi lingkungan dan penipisan sumber daya sangat terkait erat dengan kemiskinan, kesenjangan, dan praktik ekonomi yang tak berkelanjutan. Laporan tersebut mengidentifikasi berbagai masalah lingkungan yang meluas semisal deforestasi, desertifikasi, erosi, hilangnya keanekaragaman hayati, polusi udara dan air, serta penipisan lapisan ozon. Masalah-masalah ini didorong oleh kegiatan industri, pertanian, urbanisasi, dan praktik penggunaan lahan yang unsustainable. Eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan, termasuk bahan bakar fosil, mineral, hutan, air, dan perikanan, merupakan masalah utama. Laporan tersebut menyatakan bahwa laju ekstraksi sumber daya saat ini, tak berkelanjutan dan akan menyebabkan kelangkaan sumber daya, biaya yang lebih tinggi, dan konflik atas akses ke sumber daya penting.Degradasi lingkungan menyebabkan inefisiensi ekonomi dengan meningkatkan biaya produksi dan mengurangi ketersediaan sumber daya. Misalnya, erosi tanah dapat mengurangi produktivitas pertanian, dan polusi dapat meningkatkan biaya perawatan kesehatan dan menurunkan produktivitas pekerja. Laporan tersebut memperingatkan bahwa degradasi lingkungan yang terus-menerus akan merusak pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Menipisnya sumber daya alam yang penting dan degradasi ekosistem dapat membatasi kemampuan ekonomi agar tumbuh sambung-sinambung, yang mengarah pada potensi stagnasi atau penurunan ekonomi. Konsekuensi degradasi lingkungan secara tak proporsional mempengaruhi negara-negara dan masyarakat yang lebih miskin, memperburuk ketidaksetaraan global. Negara-negara berkembang kerap sangat bergantung pada sumber daya alam bagi perekonomian mereka, dan kerusakan lingkungan dapat menjebak mereka dalam siklus kemiskinan.Laporan tersebut menekankan bahwa degradasi lingkungan memperburuk kemiskinan dan kesenjangan sosial. Masyarakat miskin seringkali bergantung langsung pada sumber daya alam bagi mata pencaharian mereka, dan ketika sumber daya ini terkuras atau terdegradasi, kemampuannya menopang diri sendiri terancam. Hal ini dapat menyebabkan meningkatnya kemiskinan, kekurangan gizi, dan keresahan sosial. Masalah lingkungan semisal polusi udara dan air, limbah beracun, dan sanitasi yang tak memadai, berkontribusi terhadap berbagai masalah kesehatan, terutama di negara-negara berkembang. Masalah kesehatan ini, dapat mengurangi kualitas hidup, meningkatkan biaya perawatan kesehatan, dan membatasi peluang ekonomi. Degradasi lingkungan dapat memaksa masyarakat agar bermigrasi, menyebabkan meningkatnya urbanisasi dan tekanan pada kota-kota, yang kerap mengakibatkan pertumbuhan daerah kumuh dan masalah sosial, kemudian lingkungan. Migrasi ini, dapat pula menyebabkan konflik atas tanah dan sumber daya.Laporan tersebut berpendapat bahwa guna mengatasi tantangan-tantangan ini, dunia hendaknya mengadopsi pendekatan baru terhadap pembangunan—sustainable development—yang menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dengan perlindungan lingkungan dan keadilan sosial. Tujuannya menciptakan jalur pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Hal ini memerlukan pemikiran ulang terhadap kebijakan ekonomi, pilihan teknologi, dan pola konsumsi untuk memastikan bahwa semuanya berkelanjutan secara lingkungan dan inklusif secara sosial. Dengan menghubungkan keberlanjutan lingkungan secara langsung dengan pembangunan ekonomi dan sosial, 'Our Common Future' menganjurkan pendekatan holistik terhadap pembangunan global, dimana pengelolaan lingkungan, pertumbuhan ekonomi, dan kemajuan sosial dikejar secara bersamaan dan dengan cara yang saling memperkuat.Degradasi lingkungan dan penyebaran penyakit kerap saling berinteraksi dan dengan faktor-faktor sosial lainnya, sehingga menimbulkan tantangan yang kompleks. Misalnya, perubahan iklim dapat memperburuk penyebaran penyakit dengan mengubah habitat dan meningkatkan jangkauan vektor penyakit semisal nyamuk.Menghadapi kerusakan lingkungan yang parah akibat penggundulan hutan, erosi sungai, dan siklon, Bangladesh berjuang melawan kerugian ekonomi, pemindahan penduduk, dan tantangan dalam memelihara infrastruktur dan layanan. Wabah Ebola berdampak parah pada ekonomi Guinea, Liberia, dan Sierra Leone dengan mengganggu perdagangan, mengurangi produktivitas tenaga kerja, dan membebani sistem perawatan kesehatan. Negara-negara semisal Maladewa menghadapi ancaman eksistensial dari naiknya permukaan air laut, yang dapat menyebabkan hilangnya wilayah, pemindahan penduduk, dan matinya peekonomian yang bergantung pada pariwisata dan perikanan.Nicole Perlroth membahas bagaimana krisis global semisal pandemi dan bencana lingkungan dapat memperburuk kerentanan keamanan siber. Misalnya, selama pandemi COVID-19, peralihan cepat ke pekerjaan jarak jauh membuat banyak organisasi rentan terhadap serangan siber karena penerapan sistem jarak jauh yang terburu-buru dan langkah-langkah keamanan yang tak memadai. Musuh-musuh, termasuk negara-negara bangsa dan penjahat siber, acapkali memanfaatkan kekacauan dan gangguan yang disebabkan oleh krisis global untuk melancarkan serangan siber. Serangan ini dapat menargetkan infrastruktur penting, semisal sistem perawatan kesehatan selama pandemi atau jaringan listrik selama bencana lingkungan, yang selanjutnya memperparah krisis.Perlroth menekankan bagaimana serangan siber dapat memperparah dampak krisis global lainnya. Misalnya, serangan siber pada sistem perawatan kesehatan selama pandemi dapat melumpuhkan kemampuan suatu negara untuk merespons secara efektif, menyebabkan tingkat kematian yang lebih tinggi dan gangguan sosial dan ekonomi yang lebih besar. Banyak infrastruktur penting, semisal sistem energi, air, dan transportasi, semakin bergantung pada teknologi digital. Ancaman lingkungan seperti peristiwa cuaca ekstrem dapat merusak infrastruktur fisik, dan serangan siber yang terjadi secara bersamaan dapat mengganggu sistem digital yang mengendalikan infrastruktur tersebut, sehingga memunculkan kemacetan berantai.Krisis global dapat menyebabkan ketidakstabilan ekonomi, yang dapat diperburuk oleh serangan siber yang menargetkan sistem keuangan, rantai pasokan, dan infrastruktur ekonomi lainnya. Perlroth menjelaskan bagaimana serangan siber selama pandemi atau bencana lingkungan dapat memperburuk kemerosotan ekonomi, yang menyebabkan periode pemulihan yang berkepanjangan. Krisis global melemahkan keamanan nasional dengan membuka peluang bagi musuh melancarkan serangan siber. Dalam konteks ancaman lingkungan, misalnya, negara yang telah berjuang menghadapi dampak bencana alam akan merasa sulit mempertahankan diri atau pulih dari serangan siber terhadap sistem militer atau pemerintahannya. Perlroth menunjukkan bahwa persinggungan antara krisis global dan kerentanan siber dapat mengikis kepercayaan publik terhadap lembaga. Jika negara tak dapat melindungi warganya dari serangan siber selama pandemi atau bencana lingkungan, kepercayaan terhadap pemerintah dan lembaga publik dapat menurun, menyebabkan keresahan sosial dan ketidakstabilan politik.Menangani kerusakan lingkungan dan penyakit memerlukan kerjasama global, sebab masalah ini melampaui batas negara. Kerangka kerja internasional semisal Paris Agreement dan inisiatif World Health Organization sangat penting dalam mengkoordinasikan upaya mengurangi ancaman ini dan mendukung negara-negara yang terkena dampak.Degradasi lingkungan dan penyebaran penyakit menimbulkan berbagai ancaman terhadap stabilitas dan pembangunan nasional. Dampaknya menyebar melalui sistem ekonomi, struktur sosial, lembaga politik, dan kerangka kerja keamanan, menimbulkan kerentanan yang dapat melemahkan negara, baik secara internal maupun dalam interaksinya di panggung global. Manajemen yang efektif dan tindakan proaktif sangat penting agar mengurangi ancaman ini dan memastikan sustainable development serta ketahanan nasional.Mengingat arti pentingnya, kita akan melanjutkan pembicaraan kita tentang isu lingkungan dan pembangunan. Biidznillah.”Setelah itu, Cattleya membacakan puisi,Di ladang hijau, kini bayang jatuh,Alam menangis, seruan penuh.Namun harapan tetap kita pegang,Jalan lestari harus kita jaga terang.
Kutipan & Rujukan:
- World Commission on Environment and Development, Our Common Future, 1987, Oxford University Press
- Nicole Perlroth, This is How They Tell Me the World Ends: The Cyberweapons Arms Race, 2021, Bloomsbury Publishing