"Suatu ketika, di Kerajaan Dublapura, berkuasa seorang raja bernama Prabu Dublajaya. Dikenal karena statement-statement bombastis dan lidah bercabangnya, Prabu Dublajaya selalu saja terjebak dalam pusaran janji-janji yang tak ditepati. Rakyat kerajaan yang dulunya penuh asa, kini mulai muak dengan narasi-narasi penuh sketsa.Suatu hari, di sebuah acara kebangsaan, Prabu Dublajaya memutuskan saatnya menyampaikan pidato di hadapan rakyatnya. Ia berdiri di balkon megah istananya, tempat janji-janji yang tak terhitung jumlahnya diucapkan, dan bersiap menyampaikan apologi setulus-tulusnya.'Wahai rakyatku,' katanya, suaranya tergeletar emosi. 'Hari ini aku berdiri di hadapanmu, menyampaikan penyesalan mendalam atas perbuatanku. Aku sadar bahwa aku telah mengecewakanmu, dan dengan segenap kerendahan hati, aku sungguh memohon maaf darimu.'Para sahabat dan kerabat terdekatnya, yang berkumpul di sekeliling, mengangguk penuh semangat. 'Aah, so sweet bangeet ketulusannya!' mereka saling berbisik. 'Sinuhun kita tercinta, berbicara dari lubuk hati yang paling dalam!'Namun di bawah sana, kerumunan warga mengikuti dengan skeptis. Mereka telah mendengar rayuan pulau kelapa ini sebelumnya. Mereka dijanjikan kemakmuran dan keamanan, tapi yang mereka dapatkan justru harga-harga pasang dan pajak terpasak. Mereka menyaksikan Prabu favoritnya tersenyum, bicara soal persatuan sembari menabur benih perpecahan.'Doi nge-php-in kite laagii,' gumam seorang petani tua kepada istrinya. 'Tiap kali doi ngomong sesuatu, yang kejadian malah sebaliknya. Loe inget gak sewaktu doi ngejanjiin panen yang meroket, eeh malah kite yang kudu ngimpor beras?''Iyyaa,' jawab istrinya, 'doi juga bilang kalo mau bawa keadilan dan kesejahteraan buat kita semua, tapi ternyata doi ngasih semua-muanyanya buat para pendukung dan keluarganya doang.'Prabu Dublajaya meneruskan, rupanya mboten rumaos bisik-bisik tetangga yang udah semakin terdepan gak percayanya. 'Aku berjanji kepada kalian, rakyatku, bahwa mulai hari ini dan seterusnya, aku akan menjadi raja yang dapat kalian percaya. Gak ada lagi janji-janji boongan, gak ada lagi tipu-tipu. Yang ada hanyalah akuntabilitas dan transparansi!'Seorang mahasiswa, berdiri di samping ayahnya, menggerutu, 'Persis seperti saat doi ngejanjiin kampus baru, tapi justru ngebangun istana baru yang bikin bengek itu!'Para konsultan terdekatnya, yang menyadari situasi tak menentu, seketika mengatur aksi sokongan. Mereka mulai bertepuk tangan dan bersorak, berharap dapat meredam suara-suara oposan. 'Hidup Prabu Dublajaya!' sanjung mereka.Namun, rakyat Dublapura tak mudah terpengaruh. Mereka telah melewati makyong ini berkali-kali. Saat Prabu Dublajaya kembali ke istananya, rakyat bubar, geleng-geleng kepala, dan bertukar cerita tentang pengkhianatan di masa lalu. Seorang berkata, 'Lakonin apa yang loe omongin!' Yang lain menimpali, 'If you tok-tok, you better wok-wok!' [maksudnya 'If you’re going to talk the talk, you better walk the walk!']Kerusakan telah terjadi. Kepercayaan yang dulunya tak tergoyahkan, kini oyong bagaikan istana yang dibangun di atas pasir bergeser. Kepercayaan pada raja, yang dulunya jembatan kokoh antara penguasa dan rakyatnya, kini terkoyak laksana kertas puyer tertiup badai. Kata-kata yang mulanya cuma tebak-tebak buah manggis, lalu ternoda selamanya oleh warisan dusta. Rakyat Dublapura telah belajar mempercayai naluri mereka ketimbang ucapan manis sang raja. Kepercayaan, bagaikan tinta usang, memudar di halaman-halaman kepatuhan. Dan sesungguhnya, memperoleh kembali kepercayaan, jauh lebih sulit daripada menyampaikan apologi yang tulus, tanpa peduli seberapa jujur pledoinya."[Disclaimer: Cerita ini karya fiksi dan satire. Segala kemiripan dengan tokoh nyata, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal, atau kejadian sebenarnya, hanya berkebetulan]"Menghadirkan pertolongan kemanusiaan (humanitarian aid) dan bantuan pembangunan (development assistance) merupakan alat yang ampuh terhadap pengaruh internasional. Dengan membantu negara lain selama krisis atau mendukung proyek pembangunan jangka panjang, sebuah negara yang kuat dapat membangun niat baik, menumbuhkan stabilitas, dan mempromosikan nilai-nilainya. Dukungan semacam ini, juga dapat membuka ketergantungan ekonomi dan politik yang meningkatkan pengaruh negara-negara donor," lanjut Seruni."Humanitarian aid dan development assistance merujuk pada dua jenis bantuan yang diberikan oleh negara, organisasi internasional, dan organisasi nonpemerintah (LSM) guna mendukung pemerintah dan masyarakat yang membutuhkan. Kendati punya beberapa kesamaan, keduanya berbeda tujuan dan berbeda dalam konteks operasinya. Humanitarian assistance, yang juga dikenal sebagai humanitarian aid, diberikan dalam rangka memenuhi kebutuhan mendesak masyarakat yang terkena dampak keadaan darurat, semisal bencana alam, konflik, dan krisis lainnya. Bantuan ini bertujuan menyelamatkan nyawa, meringankan penderitaan, dan menjaga martabat manusia selama dan selepas keadaan darurat tersebut. Humanitarian aid berfokus pada intervensi cepat dalam mengatasi kebutuhan mendesak semisal makanan, air, tempat tinggal, perawatan medis, dan perlindungan. Bantuan ini biasanya berjangka pendek dan dimaksudkan agar memberikan pertolongan hingga populasi yang terkena dampak dapat kembali dalam keadaan stabil atau hingga solusi jangka panjang dapat dilaksanakan. Humanitarian assistance didasarkan pada kebutuhan, tanpa pertimbangan politik, ekonomi, atau militer, dan diskriminasi terhadap kelompok mana pun. Contohnya, distribusi makanan darurat saat terjadi kelaparan, penyediaan tenda dan tempat berlindung setelah gempa bumi, pertolongan medis dan kampanye vaksinasi di zona konflik.Beberapa negara dikenal atas kontribusinya terhadap bantuan kemanusiaan, yang meningkatkan pengaruh internasional mereka. Amerika Serikat adalah donor bantuan kemanusiaan internasional terbesar, yang menyediakan bantuan substansial ke berbagai negara yang membutuhkan. Jerman adalah kontributor utama lainnya, yang sering berfokus pada wilayah krisis dan mendukung para pengungsi. Inggris dikenal karena pendekatannya yang berprinsip terhadap bantuan, yang menempati peringkat tinggi dalam hal jumlah dan efektivitas bantuan kemanusiaannya. Swedia secara konsisten menempati peringkat di antara donor teratas, yang menekankan hak asasi manusia dan pembangunan berkelanjutan dalam program bantuannya. Norwegia juga merupakan donor yang signifikan, dengan fokus yang kuat pada prinsip-prinsip kemanusiaan dan pemberian bantuan yang efektif.Negara-negara ini tidak hanya memberikan dukungan finansial tetapi juga terlibat dalam berbagai misi kemanusiaan, membantu mengatasi krisis dan mendukung populasi yang rentan di seluruh dunia.Negara-negara yang dikenal karena kontribusinya yang berharga dalam bantuan kemanusiaan selalu memperoleh keuntungan dalam hal pengaruh internasional. Memberikan pertolongan kemanusiaan meningkatkan citra sebuah negara sebagai pemain global yang penuh empati dan bertanggungjawab. Reputasi positif ini dapat mengarah pada hubungan diplomatik yang lebih kuat dan rasa hormat yang lebih besar di panggung internasional. Bantuan kemanusiaan merupakan komponen utama dari soft power, yang memungkinkan negara-negara mempengaruhi negara lain melalui daya tarik dan persuasi daripada paksaan. Hal ini dapat mengarah pada peningkatan pengaruh budaya dan politik. Dengan membantu negara-negara yang membutuhkan, negara-negara donor dapat menjalin aliansi dan kemitraan strategis. Hubungan ini dapat bermanfaat dalam berbagai forum dan negosiasi internasional.Bantuan kemanusiaan dapat membuka peluang ekonomi, semisal perjanjian perdagangan dan prospek investasi, karena negara-negara penerima kerap memandang positif negara-negara donor. Memberikan bantuan dapat membantu menstabilkan kawasan yang sedang mengalami krisis, mengurangi risiko konflik dan migrasi yang dapat memengaruhi negara-negara donor. Hal ini berkontribusi pada keamanan dan stabilitas global, yang merupakan kepentingan semua negara. Negara-negara yang memimpin dalam upaya kemanusiaan sering dipandang sebagai pemimpin moral, yang menetapkan standar bagi negara lain agar diikuti. Hal ini dapat meningkatkan pengaruhnya dalam organisasi dan forum internasional. Keunggulan ini membantu negara tak hanya mendukung upaya kemanusiaan global, meainkan pula memperkuat posisi dan kepentingan mereka sendiri di panggung dunia.Development assistance, yang juga dikenal sebagai development aid atau development cooperation (kerjasama pembangunan), bertujuan mendukung pembangunan ekonomi, sosial, dan politik jangka panjang negara-negara berkembang. Bantuan ini berfokus pada sustainable improvements (pengembangan yang terus-menerus) dan capacity building (pembangunan kapasitas) guna membantu negara-negara mencapai ketidakbergantungan (self-reliance) dan tujuan pembangunan. Bantuan pembangunan bertujuan mengatasi masalah sistemik dan mempromosikan sustainable development dalam jangka panjang. Bantuan ini berfokus pada penguatan lembaga, infrastruktur, pendidikan, perawatan kesehatan, dan sistem ekonomi untuk memungkinkan ketercukupan-diri (self-sufficiency). Development assistance sering melibatkan kemitraan antara negara donor, negara penerima, organisasi internasional, dan LSM. Bantuan ini selaras dengan kerangka kerja pembangunan global seperti United Nations Sustainable Development Goals (SDGs). Sebagai contoh, membangun sekolah dan meningkatkan sistem pendidikan, mengembangkan infrastruktur perawatan kesehatan dan melatih pekerja perawatan kesehatan, mendukung pengembangan pertanian dan program ketahanan pangan, dan menggalakkan pertumbuhan ekonomi melalui inisiatif keuangan mikro dan dukungan usaha kecil.Meskipun humanitarian aid dan development assistance sama-sama penting dalam mendukung populasi yang rentan, keduanya berbeda dalam pendekatan, tujuan, dan konteks penerapannya. Humanitarian assistance bersifat jangka pendek dan langsung, sedangkan development assistance bersifat jangka panjang dan tiada henti. HUmanitarian assistance berfokus pada pertolongan langsung untuk menyelamatkan nyawa, sedangkan development assistance bertujuan pada pembangunan terus menerus dan perbaikan jangka panjang. HUmanitarian aid diberikan selama krisis dan keadaan darurat, sedangkan development aid diberikan dalam kondisi yang lebih stabil guna mendukung upaya pembangunan yang sedang berlangsung.Beberapa negara punya pengaruh internasional melalui program bantuan pembangunan mereka. Amerika Serikat salah satu penyedia bantuan pembangunan terbesar di dunia, yang sering menggunakan bantuannya mempromosikan pembangunan ekonomi, kesehatan, dan pendidikan di berbagai negara. China telah menjadi pemain utama dalam pembangunan internasional, khususnya melalui Belt and Road Initiative, yang mendanai proyek infrastruktur di seluruh Asia, Afrika, dan Eropa. Inggris dikenal dengan pendekatannya yang berprinsip terhadap bantuan, dengan fokus pada pengurangan kemiskinan dan pembangunan berkelanjutan. Jerman memberikan bantuan pembangunan yang substansial, khususnya di bidang-bidang semisal energi terbarukan, pendidikan, dan kesehatan. Bantuan pembangunan Jepang seringkali berfokus pada infrastruktur, bantuan bencana, dan pengembangan kapasitas di Asia dan sekitarnya. Prancis merupakan donor yang utama, dengan fokus pada Afrika, yang mendukung proyek-proyek di bidang kesehatan, pendidikan, dan tatakelola. Negara-negara Nordik (Swedia, Norwegia, Denmark) dikenal dengan tingkat bantuannya yang tinggi relatif terhadap PDB mereka, dengan fokus pada hak asasi manusia, kesetaraan gender, dan pembangunan berkesinambungan.Negara-negara ini menggunakan bantuan pembangunan tak semata untuk mendukung pembangunan global, tapi juga memperkuat hubungan diplomatik dan ekonomi mereka dengan negara-negara penerima.Negara-negara biasanya memutuskan di mana akan mengalokasikan bantuan mereka berdasarkan kombinasi faktor strategis, kemanusiaan, dan ekonomi. Negara-negara sering memberikan bantuan kepada wilayah-wilayah yang memiliki kepentingan strategis, seperti pengaruh geopolitik, masalah keamanan, atau kemitraan ekonomi. Misalnya, AS akan mengalokasikan bantuan kepada negara-negara yang merupakan sekutu utama atau punya pangkalan militer strategis. Banyak negara memprioritaskan bantuan kepada wilayah-wilayah yang mengalami krisis kemanusiaan yang parah, seperti bencana alam, konflik, atau kemiskinan ekstrem. Hal ini sering didorong oleh komitmen terhadap prinsip-prinsip kemanusiaan global dan keinginan meringankan penderitaan. Bantuan sering diarahkan kepada negara-negara yang sejalan dengan tujuan pembangunan donor, seperti mempromosikan pendidikan, perawatan kesehatan, infrastruktur, atau sustainable dvelopment. Hal ini dapat dipengaruhi oleh kerangka kerja internasional seperti the United Nations’ Sustainable Development Goals (SDGs).Negara-negara bekas penjajah, semisal Inggris dan Prancis, kerap memberikan bantuan yang berarti kepada bekas koloninya, dengan tetap menjaga hubungan historis dan budaya. Demikian pula, negara-negara dapat memprioritaskan bantuan kepada wilayah-wilayah yang berikatan budaya atau bahasa dengan mereka. Negara-negara donor dapat mengalokasikan bantuan kepada wilayah-wilayah yang berkepentingan ekonomi, seperti hubungan perdagangan atau peluang investasi. Hal ini dapat membantu mendorong pertumbuhan ekonomi di negara penerima, yang pada gilirannya menguntungkan ekonomi donor. Bantuan dapat digunakan sebagai alat diplomasi, membantu membangun dan memperkuat hubungan politik. Negara dapat memberikan bantuan mendapatkan dukungan politik di forum internasional atau mendorong stabilitas di wilayah yang menjadi perhatian. Efektivitas bantuan dapat bergantung pada tatakelola dan kapasitas negara penerima. Para donor sering mempertimbangkan kemampuan pemerintah penerima menggunakan dan mengelola sumber daya bantuan secara efektif.Robert H. Bates mengeksplorasi hubungan yang kompleks antara keamanan dan kemakmuran dalam konteks pembangunan. Bates menggunakan contoh-contoh historis dari Inggris dan Prancis untuk menunjukkan bagaimana pembentukan keamanan kerap membutuhkan negara yang kuat dan tersentralisasi, yang terkadang dapat menghambat inovasi dan pertumbuhan ekonomi. Inggris mengembangkan negara yang kuat dan tersentralisasi yang dapat menegakkan hukum dan melindungi hak milik. Stabilitas ini sangat penting bagi kegiatan ekonomi dan investasi. Lingkungan yang aman, yang dibina oleh negara memungkinkan inovasi dan pertumbuhan ekonomi. Pengusaha dan bisnis dapat beroperasi dengan percaya diri, mengetahui bahwa investasi mereka dilindungi. Negara Inggris berhasil menyeimbangkan kekuatannya, menghindari otoritarianisme berlebihan yang dapat menghambat kebebasan ekonomi dan inovasi.Sebaliknya, Prancis menghadapi tantangan berarti dalam membangun negara yang stabil dan aman. Kurangnya otoritas pusat yang kuat menyebabkan ketidakamanan dan ketidakstabilan. Lingkungan yang tak aman menghambat kegiatan ekonomi. Tanpa perlindungan properti dan penegakan kontrak yang andal, inovasi dan pertumbuhan ekonomi terhambat. Pergolakan dan konflik politik yang sering terjadi, semakin memperburuk keadaan, sehingga sulit bagi Prancis mencapai tingkat kemakmuran ekonomi yang sama seperti Inggris.Bates menggarisbawahi trade-off antara keamanan dan kemakmuran. Sementara lingkungan yang aman penting untuk kegiatan ekonomi, proses membangun keamanan terkadang dapat melibatkan tindakan yang menghambat kebebasan ekonomi dan inovasi. Pengalaman historis Inggris dan Prancis memberikan pelajaran berharga bagi negara-negara berkembang kontemporer. Mencapai keseimbangan antara keamanan dan kemakmuran sangat penting bagi sustainable development, tetapi hal itu memerlukan pengelolaan kekuasaan dan sumber daya negara yang cermat. Dengan menelaah contoh-contoh historis ini, Bates menggarisbawahi pentingnya keamanan dan kemakmuran dalam proses pembangunan, dan tantangan dalam mencapai keseimbangan antara keduanya.Michael N. Barnett [dkk] mengkaji hubungan yang bernuansa dan terus berkembang antara Humanitariasme dan Hak Asasi Manusia. Selama sebagian besar kehidupan mereka, hak asasi manusia dan humanitarianisme telah menjadi saudara jauh. Kemanusiaan difokuskan pada situasi di tempat-tempat yang jauh yang berhadapan dengan hilangnya nyawa dalam skala besar, yang menuntut perhatian mendesak sementara hak asasi manusia memajukan perjuangan kebebasan individu dan kesetaraan di dalam negeri. Namun, pada abad ke-20 keduanya terlibat lebih langsung dalam dialog, khususnya selepas berakhirnya Perang Dingin, karena keduanya mulai bekerja di zona perang dan situasi pascakonflik.Humanitariasme (paham kemanusiaan) acapkali didorong oleh keharusan moral meringankan penderitaan, terlepas dari penyebab atau konteksnya. Humanitariasme secara tradisional berfokus pada pemberian bantuan dan pertolongan segera dalam situasi krisis, semisal bencana alam atau konflik. Humanitariasme menekankan kenetralan, ketidakberpihakan, dan independensi dalam memastikan bantuan sampai ke mereka yang membutuhkan tanpa campur tangan politik.Advokasi Hak asasi manusia didasarkan pada kerangka hukum dan prinsip yang berupaya meminta pertanggungjawaban pelanggar dan mengatasi masalah sistemik. Advokasi Hak Asasi Manusia berpusat pada upaya jangka panjang mempromosikan dan melindungi kebebasan individu, kesetaraan, dan keadilan. Advokasi ini kerap memerlukan penentangan terhadap kebijakan dan praktik negara yang melanggar hak asasi manusia.Dalam praktiknya, batasan antara Humanitariasme dan Hak asasi manusia dapat kabur. Misalnya, organisasi kemanusiaan dapat mengadvokasi hak asasi manusia untuk mengatasi akar penyebab krisis yang mereka tangani. Sebaliknya, organisasi hak asasi manusia dapat terlibat dalam kegiatan kemanusiaan untuk mendukung korban pelanggaran hak asasi manusia. Hubungan antara bidang-bidang ini, telah berkembang sebagai respons terhadap perubahan global, seperti munculnya keadaan darurat yang kompleks, konflik yang berkepanjangan, dan meningkatnya pengakuan akan keterkaitan antara bantuan langsung dan perlindungan hak jangka panjang.Barnett menyarankan agar organisasi humanitarian dan hak asasi manusia mencari cara mengintegrasikan pendekatan mereka. Ini berarti menggabungkan upaya bantuan langsung dengan advokasi jangka panjang dalam mengatasi akar penyebab krisis. Membangun kemitraan yang kuat antara organisasi kemanusiaan dan hak asasi manusia dapat meningkatkan efektivitas kedua bidang tersebut. Kolaborasi memungkinkan berbagi sumber daya, keahlian, dan strategi dalam melayani populasi yang terdampak dengan lebih baik.Barnett menekankan pentingnya mengembangkan strategi khusus konteks. Memahami konteks politik, sosial, dan budaya yang unik dari setiap krisis, sangat penting merancang intervensi efektif yang menghormati prinsip-prinsip humanitarian dan hak asasi manusia. Organisasi kemanusiaan didorong berperan dalam advokasi mempromosikan hak asasi manusia dan meminta pertanggungjawaban para pelanggar. Ini dapat membantu mengatasi masalah sistemik yang berkontribusi terhadap krisis dan memastikan bahwa upaya bantuan berkelanjutan. Sifat tantangan global yang terus berkembang mengharuskan organisasi bersikap fleksibel dan mudah beradaptasi. Barnett menyoroti perlunya pembelajaran dan adaptasi berkelanjutan dalam menanggapi masalah baru dan yang muncul secara efektif.Pertimbangan etika sangat penting di kedua bidang tersebut. Amatlah penting menjaga netralitas, imparsialitas, dan independensi dalam pekerjaan huanitarian sembari memperjuangkan keadilan dan akuntabilitas dalam upaya hak asasi manusia.Katja Lindskov Jacobsen mengeksplorasi penggunaan teknologi digital baru dalam upaya kemanusiaan, semisal biometrik, remote sensing (penginderaan jarak jauh), dan surveillance drones (pesawat nirawak pengintai). Teknologi biometrik, semisal sidik jari (fingerprinting) dan pemindaian iris (iris scanning), digunakan untuk mendaftarkan dan mengidentifikasi individu di kamp pengungsian dan daerah bencana. Meskipun bertujuan memperlancar penyaluran bantuan dan mencegah penipuan, teknologi ini juga dapat menimbulkan masalah privasi dan berpotensi mengekspos individu terhadap risiko pengawasan yang terkait dengan penggunaan teknologi digital dalam upaya kemanusiaan. Pengumpulan data biometrik, semisal sidik jari dan pemindaian iris, dapat menimbulkan masalah privasi yang serius jika data tersebut tak disimpan dengan aman atau jika jatuh ke tangan yang salah. Data ini dapat digunakan untuk pengawasan atau pelacakan, yang berpotensi membahayakan populasi yang rentan. Kerapkali, individu dalam situasi krisis akan tak sepenuhnya memahami bagaimana data mereka digunakan atau merasa terpaksa memberikan informasi mereka untuk menerima bantuan. Kurangnya persetujuan yang diinformasikan ini, dapat menimbulkan masalah etika tentang eksploitasi data pribadi mereka.Remote sensing (penginderaan jarak jauh) mencakup penggunaan satelit dan pesawat nirawak untuk memantau dan menilai daerah yang terkena bencana. Alat-alat ini dapat menyediakan data waktu nyata bagi organisasi bantuan, meningkatkan waktu respons dan alokasi sumber daya. Namun, alat-alat ini juga dapat menyebabkan konsekuensi yang tak diinginkan, semisal militerisasi bantuan dan pelanggaran privasi.Drone (pesawat nirawak) digunakan untuk mengirimkan bantuan ke daerah-daerah yang sulit dijangkau dan mengumpulkan informasi di lapangan. Meskipun dapat meningkatkan efisiensi operasi kemanusiaan, penggunaannya juga dapat dianggap mengganggu dan dapat menimbulkan risiko keamanan bagi penduduk yang terdampak.Penggunaan penginderaan jarak jauh dan pesawat nirawak dapat menyebabkan peningkatan pengawasan terhadap populasi yang terkena dampak. Sementara teknologi ini dimaksudkan untuk meningkatkan pengiriman bantuan, teknologi ini juga dapat digunakan memantau dan mengendalikan pergerakan, meningkatkan kekhawatiran tentang erosi privasi dan otonomi. Ada risiko bahwa data yang dikumpulkan untuk tujuan kemanusiaan dapat digunakan kembali bagi keperluan lain, seperti penegakan hukum atau operasi militer. Hal ini dapat menyebabkan pelanggaran kepercayaan antara organisasi bantuan dan masyarakat yang mereka layani. Jacobsen menekankan perlunya pertimbangan cermat terhadap risiko ini dan penerapan langkah-langkah perlindungan data yang kuat guna memastikan bahwa penggunaan teknologi digital dalam upaya kemanusiaan tidaklah secara tak sengaja merugikan orang-orang yang seharusnya mereka bantu.Penyalahgunaan data dalam konteks kemanusiaan dapat menimbulkan implikasi serius. Data yang dikumpulkan untuk tujuan kemanusiaan, seperti informasi biometrik, dapat digunakan kembali untuk penegakan hukum atau operasi militer. Hal ini dapat menyebabkan pengawasan dan pengendalian terhadap populasi yang rentan, sehingga merusak kepercayaan mereka terhadap organisasi kemanusiaan. Jika data sensitif jatuh ke tangan yang salah, data tersebut dapat digunakan menargetkan kelompok tertentu, semisal pengungsi atau orang terlantar, untuk penganiayaan atau diskriminasi. Hal ini dapat memperburuk situasi mereka yang sudah genting.Pengumpulan data pribadi yang terperinci dapat menghilangkan anonimitas individu, membuat mereka lebih rentan terhadap pelacakan dan pembuatan profil. Hal ini dapat menyebabkan hilangnya privasi dan otonomi, terutama di zona konflik atau rezim yang represif. Organisasi kemanusiaan mungkin tak selalu memiliki sumber daya atau keahlian mengamankan data yang mereka kumpulkan. Hal ini dapat mengakibatkan pelanggaran data, yang mengekspos informasi pribadi kepada penjahat dunia maya atau pelaku jahat lainnya. Penggunaan data bagi tujuan kemanusiaan dapat menimbulkan pertanyaan etika tentang persetujuan dan hak atas privasi. Individu dalam situasi krisis akan tak sepenuhnya memahami bagaimana datanya digunakan atau merasa tertekan memberikannya sebagai imbalan atas bantuan. Jacobsen menekankan pentingnya menerapkan langkah-langkah perlindungan data yang kuat dan memastikan bahwa praktik pengumpulan data bersifat transparan dan etis. Ini termasuk memperoleh persetujuan yang diinformasikan, mengamankan penyimpanan data, dan membatasi pembagian data untuk mencegah penyalahgunaan.Kita masih akan menyelami faktor-faktor kunci pengaruh internasional, dengan Kepemimpinan Teknologi dan Ilmiah sebagai agenda berikutnya. Biidznillah."Sementara itu, di saat rakyat jelata terhalang menghadiri upacara Hari Kemerdekaan, Seruni dengan penuh semangat membacakan puisinya,Di bawah bendera, membumbung tinggi semangat kita,Gema kemerdekaan, selamanya.Setiap hati berdetak dengan anggun dan bangga,Di negeri ini, kita semua menemukan tempat kita.Bersama kita hargai, rangkulan bangsa kita.
Kutipan & Rujukan:
- Robert H. Bates, The Development Dilemma: Security, Prosperity, and a Return to History, 2017, Princeton University Press
- Michael N. Barnett (Ed.), Humanitarianism and Human Rights: A World of Differences?, 2020, Cambridge University Press
- Katja Lindskov Jacobsen, The Politics of Humanitarian Technology: Good intentions, Unintended Consequences and Insecurity, 2015, Routledge