"Pernah kejadian, di kerajaan khayali Jengglongjolly, Prabu Jengglongjaya punya rencana besar: mindahin ibukota. Namun, itu bukan langkah biasa—melainkan tontonan absurd.Raja Prabu memutuskan mengutus 500 relawan setianya ke ibukota baru. Misi mereka? Menari, bernyanyi, dan melambaikan spanduk. Sementara itu, rakyat jelata garuk-garuk kepala dan kepo, barangkali ini cuma guyonan kerajaan.Kemudian tibalah perayaan ulangtahun yang megah. Sang Prabu mengundang 2.800 tamu—bangsawan, pejabat tinggi, dan orang berpengaruh. Mereka menyeruput sampanye, mengunyah canape, dan ngobrol soal iklim. Sementara itu, akuntan keuangan kerajaan meringis, tahu bahwa setiap gelas sampanye harganya mahaal banget.Tapi tunggu dulu, yang ini puncaknya! Sinuhun Prabu menjanjikan bonus 100 juta koin emas kepada birokrat mana pun yang bersedia pindah ke ibukota baru. Apa untungnya? Departemen Keuangan akan menanggung pendebetannya. Itu seperti membeli topi mewah secara kredit—akhirnya, orang lainlah yang membayar tagihannya. Rakyat terlantar dibiarkan menunggu. Kebutuhan mereka? Dianggap seperti perguruan tinggi, Tersier. Kesabaran mereka? Sudah teruji selama 10 tahun, patut dipuji.Maka, kisah pemindahan ibukota Jengglongjolly pun dimulai—kisah tentang prerogatif yang salah tempat, akrobat birokrasi, dan anggaran yang mengerang lebih keras dari penyanyi soprano abad pertengahan. Fakir miskin? Mereka dipaksa mengagumi patung 'Titik Nol' dari jauh, berbisik, 'Lihat anak-anak, ke sanalah perginya uang pajak kita!'"[Disclaimer: Segala kemiripan dengan kerajaan nyata, yang masih ada atau yang sudah gak ada, murni kebetulan. Jengglongjolly hanya ada di ranah satire]"Imajinasikan sebuah pohon tua yang bijak berdiri tegak di tengah taman yang rimbun. Pohon ini melambangkan perpaduan Kepemimpinan Intelektual dan Kepemimpinan Normatif. Akarnya yang dalam melambangkan fondasi kuat nilai-nilai dan prinsip-prinsip etika, yang menancapkannya dengan kuat ke tanah. Cabang-cabangnya menjulur lebar dan tinggi, bagaikan cahaya mercusuar, menghadirkan keteduhan dan perlindungan seraya meraih langit dengan ide-ide dan ilmu yang inovatif.Sama seperti pohon yang memberikan bimbingan dan perlindungan kepada penghuni taman, seorang pemimpin intelektual dan normatif memberikan visi dan arahan moral. Ia membangun lingkungan tempat pertumbuhan dan pembelajaran berkembang, memastikan bahwa setiap orang di bawah naungannya tumbuh subur dalam ruang integritas dan kearifan. Kepemimpinan intelektual dan kepemimpinan normatif dipandang sebagai latarbelakang utama pengaruh internasional sebuah negara karena melibatkan pembentukan ide-ide, norma-norma, dan nilai-nilai global," Seruni meneruskan perbincangan."Kepemimpinan intelektual memerlukan perolehan dan penyebaran ide, ilmu, dan inovasi baru. Kepemimpinan intelektual mengacu pada kemampuan sebuah negara atau institusi, unggul dalam buah-pikiran, penelitian, dan inovasi. Para pemimpin intelektual mempengaruhi wacana global melalui kontribusi dalam sains, teknologi, filosofi, dan akademisi. Mereka membentuk cara orang memahami isu-isu kompleks, menetapkan arah baru pembangunan, dan menginspirasi orang lain berpikir secara berbeda. Kepemimpinan ini sering dikaitkan dengan negara-negara yang berinvestasi besar dalam pendidikan, penelitian, dan institusi budaya.Bayangkan sebuah mercusuar berdiri tegak di pantai berbatu. Mercusuar melambangkan Kepemimpinan Intelektual. Sama seperti mercusuar yang menuntun kapal dengan aman melewati perairan yang berbahaya dengan cahayanya yang terang dan tak tergoyahkan, seorang pemimpin intelektual menerangi jalan ke depan dengan ilmu, wawasan, dan pemikiran inovatif. Ia membantu orang lain menavigasi tantangan yang rumit dan menemukan jalan menuju pelabuhan pemahaman dan kemajuan yang aman.Di sisi lain, kepemimpinan normatif melibatkan promosi dan penegakan norma, nilai, dan standar tertentu dalam komunitas internasional. Kepemimpinan ini, tentang membimbing perilaku negara, organisasi, dan individu dengan mengadvokasi prinsip etika, standar hukum, dan norma sosial tertentu. Para pemimpin normatif menetapkan harapan tentang apa yang dianggap sebagai perilaku yang dapat diterima atau diinginkan di arena global. Mereka dapat memperjuangkan tujuan semisal hak asasi manusia, perlindungan lingkungan, demokrasi, atau hukum internasional, sehingga mempengaruhi kebijakan dan praktik global.Sekarang, kita illustrasikan seorang tukang kebun yang merawat kebun yang beragam dan semarak. Tukang kebun ini melambangkan Kepemimpinan Normatif. Sama seperti seorang tukang kebun yang memelihara tanaman dengan menyediakan kondisi yang tepat bagi pertumbuhannya—sinar matahari, air, dan perawatan—seorang pemimpin normatif menumbuhkan lingkungan perilaku beretika dan prinsip moral. Ia memastikan bahwa tim atau organisasinya berkembang dengan mematuhi nilai dan norma bersama, menumbuhkan budaya integritas dan saling menghormati.Kepemimpinan intelektual berfokus pada penemuan dan penyebaran ilmu dan ide, sedangkan kepemimpinan normatif menekankan promosi dan penegakan norma dan nilai. Kepemimpinan intelektual bertujuan memperluas pemahaman, mendorong inovasi, dan mempengaruhi proses berpikir. Kepemimpinan normatif berupaya membentuk perilaku dan menetapkan standar perilaku dalam komunitas internasional. Pemimpin intelektual mempengaruhi melalui kepemimpinan pemikiran, penelitian, dan pendidikan. Pemimpin normatif berimpak melalui advokasi, diplomasi, dan promosi standar etika atau moral. Kedua jenis kepemimpinan tersebut berkontribusi terhadap pengaruh internasional sebuah negara atau institusi, tetapi mereka melakukannya dengan cara yang berbeda. Kepemimpinan intelektual membentuk cara orang berpikir, sementara kepemimpinan normatif membentuk cara orang dan negara diharapkan bertindak.Kepemimpinan intelektual dan kepemimpinan normatif acapkali saling melengkapi dan dapat digunakan bersama dalam menggambarkan bentuk kepemimpinan yang komprehensif di panggung internasional. Kombinasi kepemimpinan intelektual dan normatif dapat digunakan mendeskrisikan kemampuan sebuah negara atau institusi dalam mempengaruhi wacana global melalui penemuan ilmu dan promosi nilai-nilai dan standar. Dengan unggul dalam pengejaran intelektual, sebuah negara dapat menawarkan ide-ide dan solusi inovatif, sekaligus mengadvokasi prinsip-prinsip dan norma-norma etika yang memandu perilaku internasional. Contoh, sebuah negara dapat menunjukkan kepemimpinan intelektual dengan memimpin dalam penelitian ilmiah tentang perubahan iklim dan kepemimpinan normatif dengan mengadvokasi perjanjian internasional tentang perlindungan lingkungan. Bersama-sama, bentuk-bentuk kepemimpinan ini dapat menjadikan negara tersebut sebagai pemimpin global dalam menangani masalah lingkungan, mempengaruhi pemahaman masalah dan tindakan yang diambil untuk mengatasinya.Menggunakan kedua istilah tersebut, memungkinkan deskripsi yang lebih lengkap tentang berbagai cara dimana sebuah negara dapat memberikan pengaruh dan kepemimpinan di dunia, menggabungkan kepemimpinan pemikiran dengan komitmen terhadap standar dan norma etika.Bangsa-bangsa dengan kepemimpinan intelektual dan normatif dapat mempengaruhi prioritas internasional dan arah wacana global. Dengan mempromosikan gagasan atau nilai tertentu, mereka dapat menetapkan agenda pada isu-isu semisal hak asasi manusia, standar lingkungan, kebijakan ekonomi, atau praktik tatakelola. Tak seperti hard power, yang bergantung pada kekuatan militer dan ekonomi, kepemimpinan intelektual dan normatif merupakan bentuk soft power. Ia melibatkan persuasi orang lain mengadopsi perspektif atau kebijakan tertentu melalui daya tarik pengaruh budaya, ideologis, dan moral. Hal ini dapat meningkatkan daya tarik dan legitimasi sebuah negara di panggung dunia.Dengan memperjuangkan norma dan nilai yang diterima secara luas, negara-negara dapat membentuk koalisi dan kemitraan dengan negara lain dan organisasi internasional. Hal ini dapat mengarah pada kerja sama yang lebih besar dan tindakan kolektif terhadap tantangan global. Kepemimpinan normatif membantu dalam membangun dan memelihara norma dan hukum internasional yang berkontribusi pada stabilitas global. Dengan mengadvokasi sistem internasional berbasis aturan, negara-negara dapat mempromosikan perdamaian, keamanan, dan kerjasama.Negara-negara dengan kepemimpinan intelektual dan normatif yang kuat dapat membentuk persepsi global terhadap mereka. Hal ini dapat meningkatkan reputasi dan pengaruh mereka, menjadikannya pemain kunci dalam urusan internasional. Kepemimpinan intelektual selalu menyertakan promosi ide, teknologi, dan pendekatan baru terhadap tantangan global. Dengan menjadi yang terdepan dalam inovasi, negara-negara dapat memimpin dalam memperoleh solusi yang berdampak global.
Berikut ini beberapa negara yang dikenal karena kepemimpinan intelektual dan normatifnya yang kuat. Terkenal karena sistem pendidikannya yang kuat dan penelitian yang inovatif, Jerman adalah pemimpin dalam bidang intelektual. Negara ini juga menekankan tata kelola yang etis dan tanggung jawab sosial.Dengan fokus yang kuat pada teknologi dan inovasi, Jepang unggul dalam kepemimpinan intelektual. Penekanan budayanya pada rasa hormat, harmoni, dan perilaku etis menonjolkan kepemimpinan normatifnya.Ternama dengan lembaga pendidikan dan penelitiannya yang berkualitas tinggi, Swedia sangat menekankan pula kesejahteraan sosial dan standar etika, menjadikannya pemimpin dalam domain intelektual dan normatif.Kanada diakui atas kontribusinya terhadap penelitian dan inovasi. Negara ini juga menjunjung tinggi standar etika yang kuat dan kebijakan yang inklusif, yang mencerminkan kepemimpinan normatifnya.Kemajuan Korea Selatan dalam teknologi dan pendidikan menunjukkan kepemimpinan intelektualnya. Negara ini juga mempromosikan praktik bisnis yang beretika dan tanggungjawab sosial.Negara-negara ini mencerminkan bagaimana kepemimpinan intelektual dan normatif dapat dikombinasikan dalam membangun lingkungan yang mendorong inovasi, perilaku etis, dan kemajuan sosial.
Ingo Stolz dan Sylvie Oldenziel Scherrer (et alia) mengeksplorasi kompleksitas dan tantangan dalam memimpin di dunia yang semakin saling terhubung dan mengglobal. Para pemimpin hendaknya memahami dan menghargai perbedaan budaya, menyesuaikan gaya manajemen mereka dengan berbagai konteks budaya, dan berkomunikasi secara efektif dengan tim yang beragam. Komunikasi lintas budaya yang efektif sangat penting bagi kepemimpinan internasional. Keterampilan mendengarkan, empati, dan kemampuan mengartikulasikan isyarat non-verbal dalam berbagai latar budaya merupakan hal yang penting.Di dunia tanpa batas, para pemimpin kerap mengelola tim virtual dan jarak jauh. Stolz dan Scherrer mengeksplorasi praktik terbaik dalam memimpin tim-tim ini, termasuk membangun kepercayaan, memastikan komunikasi yang jelas, dan memanfaatkan teknologi untuk menjaga kekompakan tim. Mereka membahas tantangan semisal perbedaan zona waktu, kolaborasi virtual, dan menjaga keterlibatan dalam lingkungan jarak jauh.Pola pikir global sangat penting bagi para pemimpin di organisasi multinasional. Stolz dan Scherrer membahas bagaimana para pemimpin dapat menumbuhkan pola pikir global dengan bersikap terbuka terhadap pengalaman baru, mencari perspektif yang beragam, dan memahami dinamika pasar global. Mereka juga membahas pemikiran strategis, yang menyoroti perlunya para pemimpin mempertimbangkan tren global, kondisi ekonomi, dan faktor politik saat membuat keputusan. Mereka menggarisbawahi pentingnya kepemimpinan yang beretika dan bertanggungjawab dalam konteks internasional. Stolz dan Scherrer membahas bagaimana para pemimpin dapat mengatasi dilema etika, menegakkan tanggungjawab sosial perusahaan, dan mempromosikan keberlangsungan. Mereka menekankan perlunya para pemimpin bertindak dengan integritas dan memprioritaskan kesejahteraan seluruh pemangku kepentingan, termasuk karyawan, pelanggan, dan masyarakat.Para pemimpin hendaknya mengembangkan pemahaman mendalam tentang perbedaan budaya dan bagaimana hal ini mempengaruhi praktik bisnis. Ini termasuk mengenali dan menghargai berbagai sikap terhadap perubahan, inovasi, dan pengambilan risiko dalam berbagai budaya. Dengan mendorong pendekatan yang berpikiran terbuka dan keingintahuan, para pemimpin dapat mengeksplorasi ide, teknologi, dan praktik baru dari seluruh dunia. Pola pikir global ini membantu para pemimpin lebih mudah beradaptasi dan responsif terhadap tren dan perubahan global.Para pemimpin perlu mengartikulasikan visi yang jelas bagi perubahan yang selaras dengan strategi global organisasi. Komunikasi yang efektif tentang visi ini, membantu membangun dukungan dan mengurangi penolakan terhadap perubahan di berbagai tim. Mereka dapat melibatkan pemangku kepentingan utama dari berbagai wilayah dan latarbelakang budaya dalam proses pengambilan keputusan. Pendekatan inklusif ini, memastikan bahwa inisiatif perubahan sesuai dengan budaya dan mempertimbangkan berbagai perspektif.Pemimpin intelektual dicirikan oleh fokus mereka pada ilmu, ide, dan pengembangan intelektual. Mereka menginspirasi orang lain melalui visi dan pemahamannya terhadap isu-isu yang kompleks. Stolz dan Scherrer menekankan pentingnya menciptakan lingkungan tempat ilmu dibagikan secara bebas lintas batas. Para pemimpin didorong menumbuhkan budaya pembelajaran terus-menerus dan keingintahuan intelektual, yang sejalan dengan kepemimpinan intelektual. Ini termasuk mendukung pengembangan profesional, mendorong eksplorasi ide-ide baru, dan memfasilitasi pertukaran i;mu lintas budaya.Pemimpin intelektual kerap merupakan pemikir strategis yang memberikan visi yang jelas untuk masa depan. Stolz dan Scherrer membahas pentingnya pemimpin mengartikulasikan visi yang menarik, yang memandu organisasi dalam konteks global. Visi ini seringkali mencakup menavigasi tantangan global yang kompleks dan memanfaatkan modal intelektual dalam mendorong inovasi dan pertumbuhan. Penekanan pada pengembangan budaya inovasi dan kreativitas sejalan dengan kepemimpinan intelektual. Para pemimpin didorong agar menantang status quo, mendorong pemikiran kritis, dan mendukung pengembangan solusi inovatif. Pendekatan ini membantu membangun organisasi yang digerakkan oleh ilmu yang dapat beradaptasi dengan perubahan global.Para pemimpin normatif berfokus pada nilai, etika, dan norma yang memandu perilaku dalam suatu organisasi. Mereka menekankan kepemimpinan moral dan pentingnya menyelaraskan tindakan dengan nilai-nilai inti. Stolz dan Scherrer menyoroti pentingnya kepemimpinan etis dalam konteks global. Pemimpin normatif diharapkan menegakkan standar etika dan bertindak sebagai panutan. Ini termasuk mempromosikan tanggungjawab sosial perusahaan, keberlanjutan, dan pengambilan keputusan etis. Para pemimpin didorong menavigasi dilema etika dengan integritas, memastikan bahwa tindakan organisasi selaras dengan nilai-nilainya. Kepemimpinan normatif melibatkan pembangunan budaya organisasi yang mencerminkan nilai dan norma bersama. Stolz dan Scherrer membahas peran pemimpin dalam menumbuhkan budaya inklusif yang menghormati keberagaman dan mempromosikan keadilan. Ini termasuk menerapkan kebijakan yang memastikan kesempatan yang sama dan melindungi hak-hak karyawan, terlepas dari perbedaan budaya atau regional. Pemimpin normatif bertanggungjawab mengkomunikasikan nilai-nilai inti organisasi dengan jelas dan memastikannya diterapkan secara konsisten di semua tingkatan. Stolz dan Scherrer menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam kepemimpinan. Para pemimpin didorong memberikan contoh positif dan memperkuat nilai-nilai organisasi melalui tindakan dan keputusan mereka. Stolz dan Scherrer secara implisit menyatakan bahwa kepemimpinan internasional yang efektif acapkali memerlukan keseimbangan antara aspek intelektual dan normatif. Para pemimpin hendaknya visioner dan etis, mampu mendorong inovasi sekaligus memastikan bahwa tindakan mereka berlandaskan moral dan peka terhadap budaya. Dengan memadukan kualitas kepemimpinan intelektual dan normatif, para pemimpin dapat secara efektif menuntun organisasinya melalui kompleksitas bisnis global, yang mendorong inovasi dan perilaku etis. Pendekatan ini membantu organisasi membangun reputasi bagi kepemimpinan pemikiran dan integritas di panggung internasional.Satinder K. Dhiman, Joan F. Marques, June Schmieder-Ramirez, dan Petros G. Malakyan mendalami berbagai aspek kepemimpinan dan pengikut, dengan memadukan teori dan praktik dari perspektif Barat dan Timur. Pemimpin intelektual berperan penting dalam menghasilkan ide dan ilmu baru. Mereka selalu mendorong inovasi dan kepemimpinan pemikiran dalam organisasi dan masyarakat. Pemimpin intelektual kerap berada di garis depan inovasi. Mereka mendorong eksplorasi ide dan pendekatan baru, serta menumbuhkan lingkungan tempat kreativitas dan pemikiran kritis berkembang. Para pemimpin ini berkontribusi signifikan terhadap kepemimpinan pemikiran dalam bidang mereka. Mereka tak hanya menghasilkan ilmu baru, melainkan pula menyebarluaskannya melalui publikasi, konferensi, dan platform lain, yang mempengaruhi ranah akademis dan praktis.Pemimpin intelektual selalu mementor orang lain, membantu mengembangkan generasi pemikir dan pemimpin berikutnya. Mereka memberikan bimbingan dan dukungan, serta mendorong pembelajaran berkesinambungan dan pertumbuhan profesional. Mereka mahir dalam memadukan pengetahuan dari berbagai disiplin ilmu, yang penting untuk mengatasi tantangan global yang kompleks. Pendekatan interdisipliner ini memungkinkan solusi yang lebih komprehensif dan inovatif. Pemimpin intelektual membawa perspektif global ke dalam pekerjaannya, memahami dan menggabungkan berbagai faktor budaya dan kontekstual. Pandangan global ini penting dalam membangun ilmu yang relevan dan dapat diterapkan di berbagai wilayah dan budaya.Para pemimpin ini membentuk iklim intelektual organisasi mereka dengan menumbuhkan lingkungan yang mendorong pemikiran kritis, kreativitas, dan pembelajaran berkelanjutan. Dhiman (dkk) menekankan pentingnya pemimpin intelektual dalam menjembatani kesenjangan budaya dan mengintegrasikan beragam perspektif untuk mengatasi tantangan global seperti perubahan iklim, keadilan sosial, dan ketimpangan ekonomi.Pemimpin intelektual membangun budaya yang menghargai pembelajaran dan pengembangan berkelanjutan. Mereka mendorong anggotanya mencari pengetahuan baru, terlibat dalam pengembangan profesional, dan tetap mengikuti tren industri.Dengan memperjuangkan kreativitas dan pemikiran kritis, para pemimpin intelektual menumbuhkan suasana yang inovatif. Mereka mendukung eksperimen dan terbuka terhadap ide-ide baru, yang dapat mengarah pada solusi dan kemajuan yang inovatif. Para pemimpin ini menganjurkan komunikasi yang terbuka dan transparan dalam organisasi. Mereka menghargai beragam perspektif dan menciptakan platform bagi karyawan untuk berbagi ide dan umpan balik mereka.Pemimpin intelektual menetapkan standar tinggi ketelitian dan keunggulan intelektual. Mereka memimpin dengan memberi keteladanan, menunjukkan komitmen terhadap kualitas dan ketelitian dalam pekerjaannya. Mereka menekankan pentingnya kolaborasi dan kerja tim. Dengan menumbuhkan lingkungan yang kolaboratif, para pemimpin intelektual memastikan bahwa ilmu dibagikan dan dimanfaatkan di seluruh organisasi.Pemimpin normatif dicirikan oleh integritas moral yang kuat. Mereka mematuhi prinsip-prinsip etika dan memastikan bahwa tindakan mereka selaras dengan nilai-nilai ini, sehingga menjadi panutan yang baik bagi orang lain. Para pemimpin ini memprioritaskan pertimbangan etika dalam proses pengambilan keputusannya. Mereka mempertimbangkan dampak potensial dari keputusan mereka terhadap berbagai pemangku kepentingan dan berusaha membuat pilihan yang mempromosikan keadilan, kesetaraan, dan kebaikan yang lebih besar. Pemimpin yang beretika menjaga transparansi dalam tindakan dan keputusan mereka. Mereka bertanggungjawab atas perilaku mereka dan mendorong budaya keterbukaan dan kejujuran dalam organisasinya. Pemimpin normatif secara aktif mempromosikan perilaku beretika di antara para pengikutnya. Mereka membuat kebijakan dan praktik yang mendukung perilaku etis dan memberikan pelatihan dan sumber daya membantu karyawan memahami dan mematuhi standar etika. Para pemimpin ini berkomitmen pada tanggungjawab sosial. Mereka mempertimbangkan dampak sosial yang lebih luas dari tindakan mereka dan bekerja menuju inisiatif yang bermanfaat bagi masyarakat dan lingkungan.Pemimpin normatif memastikan bahwa keputusan mereka selaras dengan nilai-nilai inti dan prinsip-prinsip etika organisasi mereka. Keselarasan ini membantu menjaga integritas dan kepercayaan dalam organisasi. Para pemimpin ini mempertimbangkan dampak jangka panjang dari keputusan mereka, memprioritaskan keberlanjutan dan kesejahteraan generasi mendatang. Mereka menghindari keuntungan jangka pendek yang dapat membahayakan standar etika atau merugikan pemangku kepentingan. Pengambilan keputusan berbasis nilai melibatkan pertimbangan kebutuhan dan kepentingan semua pemangku kepentingan, termasuk karyawan, pelanggan, pemasok, dan masyarakat. Pemimpin normatif berusaha untuk membuat keputusan yang adil dan bermanfaat bagi semua pihak yang terlibat. Pemimpin normatif mempraktikkan transparansi dalam proses pengambilan keputusan mereka. Mereka mengomunikasikan alasan di balik keputusan mereka dan bertanggung jawab atas hasilnya, menumbuhkan budaya kepercayaan dan keterbukaan. Ketika dihadapkan dengan dilema etika, pemimpin normatif mengandalkan nilai-nilai inti mereka untuk memandu keputusan mereka. Mereka berusaha menyelesaikan konflik dengan cara yang menjunjung tinggi standar etika mereka dan mempromosikan kebaikan yang lebih besar.Pemimpin normatif mengenali dan menghargai latarbelakang budaya yang beragam dari anggota timnya. Mereka memahami bahwa perbedaan budaya dapat memengaruhi perspektif, perilaku, dan gaya komunikasi. Para pemimpin ini menerapkan praktik inklusif yang memastikan seluruh suara didengar dan dihargai. Mereka membangun lingkungan dimana setiap orang merasa dihormati dan dilibatkan, terlepas dari latarbelakang budaya mereka.Pemimpin normatif mengembangkan kompetensi budaya dengan mempelajari berbagai budaya dan adat istiadat mereka. Pengetahuan ini membantu mereka menavigasi interaksi lintas budaya dengan lebih efektif dan membangun hubungan yang lebih kuat. Mereka mudah beradaptasi dan fleksibel dalam pendekatan mereka, menyesuaikan gaya kepemimpinannya mengakomodasi perbedaan budaya. Kemampuan beradaptasi ini penting dalam memimpin tim yang beragam dan menumbuhkan lingkungan yang kolaboratif.Pemimpin normatif mengadopsi pola pikir global, memahami keterkaitan dunia. Mereka menghargai nilai perspektif yang beragam dalam memecahkan tantangan global dan berusaha mengintegrasikan perspektif ini ke dalam proses pengambilan keputusan mereka.Nah, berdasarkan ciri-ciri kepemimpinan intelektual dan normatif yang telah kita bahas, mari kita kategorikan tiga calon presiden dan wakil presiden pada Pemilu Indonesia 2024. Kita mulai dengan presiden terpilih dan calon presiden, lalu wakil-presiden terpilih dan calon wakil-presiden.Gaya kepemimpinan Prabowo Subianto punya banyak sisi, yang mencerminkan pengalamannya yang beragam di bidang militer, bisnis, dan politik. Prabowo dikenal oleh performa yang karismatik, membantunya terhubung dengan para pendukung dan menggalang dukungan mereka terhadap visinya. Ia sering menggunakan retorika yang powerful untuk menginspirasi dan memotivasi para pengikutnya, dengan menekankan kebanggaan dan persatuan nasional.Latarbelakang militer Prabowo telah menanamkan dalam dirinya fokus yang kuat guna mencapai hasil. Ia memprioritaskan efisiensi dan efektivitas dalam pendekatan kepemimpinannya. Ia menghargai disiplin dan ketertiban, selalu menerapkan proses yang terstruktur dan sistematis dalam mencapai tujuan organisasi. Prabowo dikenal karena pemikirannya yang strategis, acapkali merencanakan dengan cermat untuk mencapai tujuannya. Gaya kepemimpinannya terkadang digambarkan dengan pendekatan dari atas ke bawah dalam pengambilan keputusan.Prabowo telah menggunakan retorika populis dalam menarik perhatian masyarakat yang lebih luas, sering memposisikan dirinya sebagai pembela rakyat biasa terhadap kepentingan elit. Ia sering menekankan tema-tema nasionalis, yang menggalakkan kedaulatan dan kemerdekaan Indonesia. Selama bertahun-tahun, Prabowo telah menunjukkan kemampuan beradaptasi dan mengubah citra politiknya. Dari yang sebelumnya dianggap sebagai seorang populis dengan kecenderungan otoriter, ia berupaya menampilkan dirinya sebagai sosok yang lebih mudah didekati dan teknokratis.Prabowo memiliki latarbelakang militer dan telah berkecimpung dalam dunia politik selama bertahun-tahun. Gaya kepemimpinannya selalu menekankan disiplin, pemikiran strategis, dan pendekatan nasionalistis yang kuat. Ciri-ciri ini lebih selaras dengan kepemimpinan normatif, khususnya dalam hal kepemimpinan etis dan pengambilan keputusan berbasis nilai. Ia memiliki serangkaian nilai dan prinsip yang jelas, yang memandu keputusannya, yang kerapkali berfokus pada keamanan dan kedaulatan nasional.Prabowo Subianto tentu berpotensi mewujudkan kualitas kepemimpinan intelektual dan normatif. Latar belakang militer Prabowo telah membekalinya keterampilan berpikir strategis yang kuat. Kemampuan merencanakan dan melaksanakan strategi yang kompleks ini, merupakan aspek utama kepemimpinan intelektual. Pengalamannya yang luas dalam politik dan pemerintahan memberikan basis ilmu yang kaya, yang dapat ia manfaatkan berinovasi dan memimpin secara efektif. Prabowo telah turut-berperan dengan para pemimpin dan organisasi internasional, yang dapat membantunya memadukan berbagai perspektif dan mengatasi tantangan global. Dengan memanfaatkan kekuatannya di kedua bidang tersebut, Prabowo berpotensi menjadi a well-rounded leader, yang menggabungkan inovasi strategis dengan prinsip-prinsip etika yang kuat.Gaya kepemimpinan Anies Baswedan punya banyak sisi, yang mencerminkan latar belakangnya yang beragam dalam bidang akademis, tatakelola, dan layanan publik. Anies berlatarbelakang akademis yang kuat, pernah menjabat sebagai rektor universitas dan menteri pendidikan. Pengalaman ini telah membentuk pendekatan intelektualnya terhadap kepemimpinan, yang menekankan penemuan dan penyebaran ilmu. Sebagai Gubernur Jakarta, Anies memperkenalkan beberapa kebijakan inovatif, khususnya dalam bidang pendidikan dan pembangunan perkotaan. Fokusnya pada pembuatan kebijakan berbasis bukti menyoroti kepemimpinan intelektualnya. Anies dikenal karena komitmennya terhadap tatakelola yang beretika. Ia sering menekankan transparansi, akuntabilitas, dan integritas dalam pemerintahannya. Gaya kepemimpinannya mencakup fokus yang kuat pada keadilan sosial dan inklusivitas. Ia telah menerapkan program yang bertujuan mengurangi kesenjangan dan meningkatkan akses ke layanan penting bagi masyarakat yang terpinggirkan.Anies dikenal karena pendekatan kolaboratifnya, melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemimpin masyarakat, LSM, dan organisasi internasional. Inklusivitas ini membantu dalam membangun kebijakan yang lebih komprehensif dan dapat diterima. Ia mendorong partisipasi publik dalam tatakelola, selalu meminta masukan dari warga tentang isu-isu utama. Pendekatan partisipatif ini menumbuhkan rasa kepemilikan dan akuntabilitas di antara masyarakat. Anies berpandangan global, pernah belajar dan bekerja di luar negeri. Perspektif ini memungkinkannya mengintegrasikan praktik terbaik global ke dalam kepemimpinannya dan mengatasi berbagai masalah dengan pemahaman yang lebih luas. Gaya kepemimpinan Anies Baswedan memadukan ketelitian intelektual dengan prinsip-prinsip etika, yang mendorong inovasi dan inklusivitas. Kemampuannya untuk terlibat dengan berbagai pemangku kepentingan dan mempertahankan perspektif global menjadikannya pemimpin yang serba bisa.Anies berlatarbelakang yang kuat dalam pendidikan dan pengambilan kebijakan, yang menekankan penemuan ilmu, inovasi, dan perspektif global. Ciri-ciri ini selaras dengan kepemimpinan intelektual. Namun, ia sesungguhnya berpotensi mewujudkan kualitas kepemimpinan intelektual dan normatif. Anies dikenal karena komitmennya terhadap tatakelola yang beretika, yang menekankan transparansi, akuntabilitas, dan integritas dalam pemerintahannya. Gaya kepemimpinannya mencakup fokus yang kuat pada keadilan sosial dan inklusivitas. Ia telah menerapkan program-program yang bertujuan mengurangi ketimpangan dan meningkatkan akses ke layanan penting bagi masyarakat yang terpinggirkan. Anies telah menunjukkan kepekaan budaya dalam kebijakan dan interaksinya, mempromosikan inklusivitas dan rasa hormat terhadap latar belakang budaya yang beragam. Dengan memanfaatkan kekuatannya dalam kepemimpinan intelektual dan normatif, Anies Baswedan berpotensi menjadi a well-rounded leader, yang dapat mendorong inovasi sambil mempertahankan standar etika yang kuat.Gaya kepemimpinan Ganjar Pranowo dicirikan oleh beberapa elemen kunci yang mencerminkan pendekatannya terhadap tatakelola dan layanan publik. Ganjar dikenal karena keterlibatannya secara langsung dengan publik. Ia sering berinteraksi dengan warga melalui media sosial dan forum publik, sehingga membuatnya mudah diakses dan didekati. Ia mendorong komunikasi terbuka dalam pemerintahannya, mendorong dialog antara berbagai tingkatan pemerintahan dan publik.Gaya kepemimpinan Ganjar kerap digambarkan sebagai sosok yang energik dan ekstrovert. Ia terlibat aktif dengan masyarakat, sehingga menjadikannya sosok yang populer di kalangan masyarakat. Gaya kepemimpinan Ganjar Pranowo memadukan keterlibatan publik secara langsung, penggunaan teknologi yang inovatif, tatakelola yang kolaboratif, dan fokus yang kuat pada kesejahteraan sosial. Keterbukaannya dan kehadirannya yang energik di depan publik telah menjadikannya pemimpin yang disegani di Jawa Tengah. Sebagai mantan gubernur Jawa Tengah, Ganjar menunjukkan pendekatan pragmatis dan inklusif terhadap tatakelola. Ia menekankan transparansi, akuntabilitas, dan keterlibatan masyarakat, yang merupakan aspek-aspek utama kepemimpinan normatif.Sebagai putra presiden saat ini, Gibran Rakabuming Raka berperan dalam pemerintahan dan bisnis lokal. Mirip dengan ayahnya, Gibran sering terlibat langsung dengan masyarakat. Latarbelakang Gibran dalam bisnis, khususnya di industri kuliner, telah mempengaruhi gaya kepemimpinannya. Ia membawa pola pikir kewirausahaan ke dalam pemerintahan, dengan fokus pada inovasi dan efisiensi. Gaya kepemimpinan Gibran memadukan unsur inovasi dan energi muda. Keterbukaan dan daya tanggapnya telah membuatnya menjadi tokoh populer dalam pemerintahan lokal. Ia telah menunjukkan bahwa penekanannya pada praktik bisnis dan pengembangan masyarakat lebih condong ke arah kepemimpinan normatif.Muhaimin Iskandar, yang juga dikenal sebagai Cak Imin, bergaya kepemimpinan khas, yang dibentuk oleh masa jabatannya yang panjang dalam politik Indonesia dan perannya sebagai ketua Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Cak Imin digambarkan bergaya kepemimpinan sentralistis, namun ia selalu menekankan pertimbangan etika dalam pernyataan publik dan usulan kebijakannya.Cak Imin telah menunjukkan ketahanan dan kecerdasan strategis dalam menavigasi tantangan politik. Kemampuannya membentuk aliansi strategis, seperti kemitraannya dengan Anies Baswedan untuk pemilihan presiden 2024, menunjukkan kecerdasan politik dan kemampuan beradaptasinya.Kepemimpinannya kerapkali menekankan pentingnya nilai-nilai komunitas dan agama, yang selaras dengan kepentingan dan perhatian konstituennya. Kepemimpinan Cak Imin mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang lanskap budaya Indonesia yang beragam. Ia mempromosikan kebijakan yang menghormati dan menggabungkan nilai-nilai budaya dan agama.Gaya kepemimpinan Muhaimin Iskandar merupakan perpaduan antara kontrol terpusat, ketahanan strategis, keterlibatan akar rumput, dan daya tarik populis. Kemampuannya menavigasi lanskap politik yang kompleks dan menjaga hubungan masyarakat yang kuat telah menjadi faktor penting dalam kepemimpinannya yang telah lama ada. Gaya kepemimpinannya seringkali berfokus pada pertimbangan etika dan kepekaan budaya, yang selaras dengan kepemimpinan normatif.Prof. Mahfud MD, seorang politikus dan akademisi hukum terkemuka Indonesia, bergaya kepemimpinan yang mencerminkan pengalamannya yang luas dalam hukum, pemerintahan, dan akademisi. Sebagai mantan Ketua Mahkamah Konstitusi dan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Prof. Mahfud berfokus yang kuat dalam menegakkan supremasi hukum. Keputusan dan kebijakannya selalu didasarkan pada prinsip hukum dan pertimbangan etika. Ia menekankan integritas dan akuntabilitas dalam pemerintahan, mengadvokasi transparansi dan perilaku etis dalam jabatan publik.Latarbelakang akademis Mahfud MD, termasuk perannya sebagai profesor hukum tata negara, berkontribusi pada pendekatan intelektualnya terhadap kepemimpinan. Ia menghargai penciptaan dan penyebaran pengetahuan, sering terlibat dalam wacana publik tentang masalah hukum dan politik. Wawasan akademisnya menginformasikan pembuatan kebijakannya, yang mengarah pada solusi inovatif yang mengatasi tantangan hukum dan politik yang kompleks.Mahfud MD dikenal karena pendekatan kolaboratifnya, melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pejabat pemerintah, akademisi, dan organisasi masyarakat sipil. Inklusivitas ini membantu dalam membangun kebijakan yang menyeluruh dan diterima. Ia mendorong partisipasi publik dalam pemerintahan, kerap meminta masukan dari warga negara dan para ahli menginformasikan keputusannya. Sepanjang kariernya, Prof. Mahfud telah menunjukkan ketahanan dalam menghadapi tantangan politik dan hukum. Kemampuannya beradaptasi dengan keadaan yang berubah telah menjadi faktor kunci dalam pengaruhnya yang berkelanjutan dalam politik Indonesia. Pendekatan strategisnya terhadap kepemimpinan memungkinkannya secara efektif menangani masalah langsung dan jangka panjang, menyeimbangkan pertimbangan praktis dengan tujuan yang lebih luas. Gaya kepemimpinan Prof. Mahfud mencerminkan rasa hormat yang mendalam terhadap keragaman budaya Indonesia. Ia mempromosikan kebijakan yang inklusif dan mempertimbangkan berbagai komunitas budaya dan agama di negara ini.Gaya kepemimpinan Prof. Mahfud MD memadukan landasan hukum dan etika yang kuat dengan ketelitian intelektual, keterlibatan kolaboratif, dan kepekaan budaya. Kemampuannya menavigasi lanskap politik yang kompleks dan mempertahankan fokus pada integritas dan akuntabilitas telah menjadikannya sosok yang disegani dalam pemerintahan Indonesia. Ia membawa latarbelakang intelektual yang kuat dalam kepemimpinannya. Fokusnya pada reformasi hukum, pemerintahan yang etis, dan penyebaran ilmu selaras dengan kepemimpinan intelektual.Prof. Mahfud menekankan integritas, transparansi, dan akuntabilitas dalam kepemimpinannya. Ia mengadvokasi perilaku etis dalam jabatan publik dan menegakkan supremasi hukum. Kebijakannya acapkali mencerminkan komitmen terhadap keadilan sosial dan inklusivitas. Ia berupaya memastikan bahwa pemerintahan menguntungkan seluruh lapisan masyarakat, khususnya masyarakat yang terpinggirkan. Gaya kepemimpinan Prof. Mahfud mencakup rasa hormat yang mendalam terhadap keberagaman budaya Indonesia. Ia mempromosikan kebijakan yang inklusif dan mempertimbangkan berbagai komunitas budaya dan agama di negara ini. Dengan memanfaatkan kekuatannya dalam kepemimpinan intelektual dan normatif, Prof. Mahfud MD berpotensi menjadi a well-rounded leader yang dapat mendorong inovasi sembari mempertahankan standar etika yang kuat.
Kepemimpinan Indonesia sering menekankan collective well-being dan menjaga keharmonisan, yang sejalan dengan nilai-nilai budayanya. Kendati ada peningkatan, kualitas pendidikan di Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara-negara lain di kawasan tersebut. Masalah-masalah semisal infrastruktur pendidikan yang kurang memadai dan kualitas guru sering digarisbawahi.Sebagai negara berkekuatan menengah, Indonesia memainkan peran penting di ASEAN, berkontribusi pada stabilitas dan kerjasama regional. Korupsi tetap menjadi masalah serius, yang melemahkan upaya membangun kepemimpinan normatif yang kuat. Hal ini mempengaruhi kepercayaan publik dan efektivitas tatakelola. Ada kekhawatiran yang berkelanjutan tentang praktik hak asasi manusia, termasuk masalah yang terkait dengan kebebasan berekspresi dan hak-hak minoritas. Indonesia merupakan tempat tinggal bagi beragam kelompok etnis, termasuk suku Jawa, Sunda, Batak, dan banyak lainnya. Hak-hak minoritas kelompok-kelompok ini, sering melibatkan masalah yang terkait dengan pelestarian budaya, penggunaan bahasa, dan akses yang adil terhadap sumber daya dan peluang. Kelompok adat, semisal suku Dayak dan Papua, kerapkali berjuang dengan masalah yang terkait dengan hak atas tanah dan pelestarian budaya. Undang-undang nasional diperlukan untuk melindungi hak-hak mereka dan mengatur proses pengakuan hukum dan penetapan batas tanah.
Bob Davids, Brian M. Carney, dan Isaac Getz mengeksplorasi konsep kepemimpinan yang berfokus pada kerendahan hati, pemberdayaan, dan pentingnya menyingkirkan ego dari peran kepemimpinan. Mereka berpendapat bahwa kepemimpinan yang efektif perlu mengesampingkan harga diri, status, dan kepentingan pribadi agar fokus pada kebutuhan dan pengembangan tim dan organisasi.Para pemimpin menyadari bahwa mereka tak memiliki semua jawaban dan terbuka untuk belajar dari orang lain, terlepas dari kedudukannya. Mereka mengakui keterbatasan dan kekeliruannya, menumbuhkan budaya perbaikan tiada henti. Alih-alih mengatur atau mengendalikan setiap aspek pekerjaan secara mendetail, pemimpin mempercayai dan memberdayakan anggota tim mereka dalam mengambil keputusan dan bertanggungjawab atas tugas mereka. Pendekatan ini mendorong kreativitas, inovasi, dan pertumbuhan pribadi dalam tim.Para pemimpin bersikap tulus dan transparan dalam interaksinya. Mereka membangun kepercayaan dengan bersikap jujur, mudah didekati, dan konsisten dalam tindakan dan keputusannya. Para pemimpin bekerjasama dengan tim mereka, menghargai berbagai perspektif, dan membina komunikasi terbuka. Mereka memahami bahwa solusi terbaik sering kali datang dari masukan kolektif, bukan arahan individu.Davids, Carney, dan Getz menyarankan bahwa para pemimpin dapat mengesampingkan harga diri, status, dan kepentingan pribadi dengan merangkul sikap dan praktik tertentu yang memprioritaskan well-being dan keberhasilan orang lain. Para pemimpin hendaklah terlibat dalam refleksi diri secara teratur untuk memahami motivasi, kekuatan, kelemahan, dan potensi bias mereka. Dengan menyadari ego mereka sendiri, mereka dapat mengenali kapan ego mempengaruhi keputusannya dan secara sadar memilih tindakan berbeda.Para pemimpin hendaknya memprioritaskan keberhasilan jangka panjang dan pertumbuhan berkelanjutan organisasi mereka ketimbang keuntungan pribadi jangka pendek. Pendekatan ini membantu mengalihkan penekanan dari keputusan yang didorong oleh ego yang mungkin memberikan kepuasan langsung tetapi merugikan dalam jangka panjang. Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini secara konsisten, para pemimpin dapat menumbuhkan lingkungan yang berfokus pada pencapaian kolektif, pertumbuhan pribadi, dan keberhasilan organisasi secara keseluruhan, bukan pada kebanggaan pribadi, status, atau kepentingan pribadi.Kita telah menyelami peran krusial kepemimpinan intelektual dan normatif. Selanjutnya, kita akan menjelajahi dunia aliansi dan kemitraan strategis yang mengasyikkan. Biidznillah."Setelah itu, Seruni membacakan kita sebuah puisi,Berdiri para pemimpin, dalam cahaya kearifan,Menuntun dengan hati dan uluran-tangan.Norma-norma mereka tetapkan, dengan cahaya kecerdasan,Melewati siang dan malam, mereka mengarahkan.
Kutipan & Rujukan:
- Ingo Stolz & Sylvie Oldenziel Scherrer (Eds.), International Leadership: Effecting Success Across Borders in a Boundaryless World, 2022, Springer Gabler
- Satinder K. Dhiman, Joan F. Marques, June Schmieder-Ramires & Petro G. Malakyan (Eds.), Handbook of Global Leadership and Followership: Integrating the Best Leadership Theory and Practice, 2023, Springer
- Bob Davids, Brian M. Carney & Isaac Getz, Leadership without Ego: How to Stop Managing and Start Leading, 2019, Palgrave