"Di sebuah negeri yang tak begitu jauh, Garuda yang dulu perkasa, simbol kekuatan dan kearifan, mendapati dirinya dalam keadaan miris. Sebelum sempat berpikir terbang tinggi di angkasa, menyingkirkan kutu dan benalu yang menempel di bulu-bulunya, matanya mulai terkulai sayu oleh ragu. Tubuhnya yang dulu gagah dan kokoh mulai goyah laksana jelai di musim panas terik, dan cengkeramannya melemah hingga hampir tak kuasa menyeruput kopi paginya.Berdiri di sana, kuyu dan tertunduk malu, sang Garuda tersadar bahwa selama berhari-hari, ia lupa mandi dan gosok gigi. Perisainya yang dulu bertenaga, simbol filosofi mendalam, kini telah menjadi rumus kode buntut belaka, bagaikan password akun email yang terlupa. Di atas segalanya, sang Garuda, entah bagaimana, telah bertransformasi jadi kalong, mengepakkan sayap tanpa tujuan, tiada lagi harapan, semata khayalan.Sementara itu, jauh di dalam pegunungan, terdapat Saung Gema, jejaring terowongan dan ruang berliku tempat setiap suara diperkuat dan diubah. Konon, gua tersebut dihuni oleh arwah-arwah karuhun yang berkomunikasi melalui talun, mencipta dedemit simfoni bahana yang indah mengalun. Para musafir yang menjelajah ke dalam gua, sering menemukan dirinya tersesat dalam dunia melodi yang berkumandang, setiap gaung menuturkan kisah yang berbeda. Namun kini, gorong-gorong itu dipenuhi oleh dengungan janggal ratapan Garuda yang berubah jadi kelelawar, tentang bulunya yang tak terawat dan kebersihan giginya yang berkawat.Tak jauh dari lubang gua, Taman Puspa Abadi mekar berkelanjutan, tanpa memandang musim. Taman itu beraneka warna dan aroma, dengan bunga-bunga yang tak pernah lesu atau layu. Dicipta oleh seorang penenung sakti yang hendak mengekalkan keindahan alam, taman itulah tempat dimana para musafir kerap merasa segar kembali dan terinspirasi. Namun, Garuda yang telah jadi kalong, sekarang terbang di taman, hanya berhasil menggapai beberapa lembar puspa kelanggengan, yang menyebabkan reaksi berantai sengkarut para puspita.Akhirnya, Bengawan Zaman mengalir, airnya dikata berkekuatan merukyat sekilas masa lalu, masa kini, dan masa depan. Mereka yang minum dari batang air atau menatap kedalamannya, dapat menyaksikan visi tentang peristiwa yang telah membentuk kehidupan atau takdirnya. Garuda yang telah jadi lowo, dalam keputusasaan, berupaya beroleh kembali kejayaannya, menyesap air sungai. Alih-alih penglihatan yang mendalam, ia mendapati montase momen-momen yang amat memalukan, dari tersandung cakarnya sendiri hingga tersangkut di pohon.Dan begitulah, Garuda yang dulu perkasa, kini jadi kelelawar kagok, melanjutkan perjalanan dagelannya di pulau bercuaca terbakar, Kalamanthana, meninggalkan jejak hiruk-pikuk dan gelak-tawa. Jiwa-jiwa leluhur di Saung Gema, Taman Puspa Abadi ajaib, dan air mistis Bengawan Zaman, menjadi saksi transformasi banyolan, dari simbol yang dulunya dibanggakan, menjadi makhluk komedi lawakan."[Disclaimer: Cerita ini karya satire. Segala kemiripan dengan kejadian nyata, semata murni kebetulan]"Terkikisnya identitas nasional merupakan ancaman serius bagi stabilitas dan kelangsungan negara-bangsa. Hal ini dapat menyebabkan rusaknya kohesi sosial, ketidakstabilan politik, melemahnya persatuan nasional, kerentanan terhadap pengaruh eksternal, dan dalam keadaan ekstrem, pemisahan diri atau pembubaran negara secara menyeluruh. Oleh karenanya, menjaga dan memelihara identitas nasional yang kuat sangat penting bagi kelangsungan hidup dan kemakmuran jangka panjang sebuah bangsa," Cattleya meneruskan perbincangan sebelumnya."Identitas nasional mengacu pada rasa identitas bersama dan kepemilikan kolektif yang dirasakan oleh anggota sebuah bangsa atau negeri terhadap negaranya. Identitas nasional merupakan konstruksi sosial yang mengikat individu melalui elemen-elemen umum semisal bahasa, budaya, sejarah, nilai-nilai, dan simbol. Identitas nasional kerap tertanam dalam kesadaran warga negara dan memainkan peran penting dalam membentuk 'sense of self' dan keterkaitan mereka dengan negara.Narasi sejarah yang sama merupakan inti dari identitas nasional. Ini mencakup pengalaman bersama, semisal perjuangan kemerdekaan, perang, revolusi, atau pencapaian budaya yang penting. Peristiwa sejarah ini kerap diperingati melalui hari libur nasional, monumen, dan ritual publik yang memperkuat naluri masa lalu kolektif.Bahasa merupakan simbol kuat identitas nasional. Bahasa yang digunakan bersama memungkinkan terjadinya komunikasi antarwarga negara dan berfungsi sebagai wadah ekspresi budaya, sastra, dan memori kolektif. Dalam banyak peristiwa, bahasa dipandang sebagai elemen penting dari apa makna menjadi bagian dari bangsa tertentu.Identitas nasional terkait erat dengan praktik budaya, tradisi, dan adat istiadat yang unik bagi sebuah bangsa. Ini dapat mencakup musik, tarian, kuliner, festival, dan praktik keagamaan tradisional. Ekspresi budaya berkontribusi pada kekhasan sebuah bangsa dan membantu membedakannya dari bangsa lain. Bangsa-bangsa kerap menggalakkan nilai-nilai dan cita-cita tertentu yang dipandang penting bagi identitas mereka. Nilai-nilai ini dapat mencakup konsep-konsep semisal kebebasan, demokrasi, kesetaraan, atau keadilan sosial. Nilai-nilai ini, acapkali diabadikan dalam konstitusi, sistem hukum, dan kehidupan bermasyarakat sebuah bangsa, yang berfungsi sebagai kerangka acuan bagi pembangunan bangsa.Simbol-simbol nasional, semisal bendera, lagu kebangsaan, lambang negara, dan lambang-lambang lainnya, memainkan peran penting dalam identitas nasional. Simbol-simbol ini sering digunakan dalam upacara resmi, pendidikan, dan ruang publik agar membangkitkan rasa patriotisme dan kebanggaan nasional. Lahan atau wilayah fisik yang ditempati negara, juga merupakan komponen penting identitas nasional. Geografi, ciri khas, dan sumber daya alam negara selalu terkait erat dengan identitasnya, karena hal-hal tersebut mewakili ruang fisik tempat masyarakat nasional itu berada.Identitas kewarganegaraan mengacu pada rasa memiliki (sense of belonging) terhadap suatu komunitas politik berdasarkan kewarganegaraan, hak hukum, dan tanggungjawab bersama. Aspek identitas nasional ini menekankan ikatan politik dan kelembagaan yang menyatukan warga negara, terlepas dari latarbelakang etnis atau budayanya. Di beberapa negara, agama memainkan peran utama dalam membentuk identitas nasional. Kepercayaan, praktik, dan lembaga keagamaan dapat memberikan kerangka moral yang sama dan berkontribusi pada tujuan dan takdir bangsa.Identitas nasional tidaklah statis; identitas nasional berkembang sebagai respons terhadap pengaruh internal dan eksternal. Pembentukan identitas nasional sering memerlukan upaya yang disengaja dari lembaga negara, semisal pemerintah, sistem pendidikan, dan media, guna memperkenalkan rasa kebangsaan yang kohesif. Pemerintah dapat menerapkan kebijakan (upaya non-pembangunan) yang ditujukan membina persatuan nasional, semisal mempromosikan bahasa yang sama, menstandardisasi pendidikan, atau membuat simbol dan hari libur nasional. Cara sejarah diajarkan dan diingat dapat membentuk identitas nasional. Negara sering menekankan peristiwa sejarah, pahlawan, atau perjuangan tertentu guna membangun rasa bangga dan ketersinambungan. Dalam konteks globalisasi, identitas nasional dapat beradaptasi dengan menggabungkan pengaruh global sambil melestarikan unsur-unsur budaya yang unik. Hal ini dapat mengarah pada identitas hibrida yang dinamis yang mencerminkan aspek global dan lokal.Anthony D. Smith mengeksplorasi konsep identitas nasional, asal-usulnya, dan signifikansinya dalam masyarakat modern. Smith berpendapat bahwa identitas nasional berakar pada komunitas etnis pra-modern, atau 'etnisitas', kelompok yang disatukan oleh leluhur, bahasa, agama, dan adat istiadat yang sama. Ia membahas bagaimana etnisitas ini menyediakan sumber daya budaya yang kemudian berkembang menjadi negara-negara modern.Orang-orang merasa loyal kepada negaranya karena negara menawarkan rasa memiliki terhadap komunitas yang lebih besar. Hal ini serupa dengan cara individu merasa terhubung dengan keluarga, wilayah, atau kelompok agamanya. Negara memberikan identitas yang lebih luas, melengkapi identitas lain yang lebih lokal, membantunya merasa menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar daripada dirinya sendiri. Identitas nasional, semisal kesetiaan kepada keluarga atau agama, kerap dibangun atas dasar sejarah bersama dan ingatan kolektif. Orang-orang setia kepada bangsanya karena mereka mengidentifikasi diri dengan pengalaman sejarah, mitos, dan tradisi bangsanya, yang memberi mereka rasa keberlanjutan dan tujuan bersama. Kesetiaan terhadap sebuah bangsa diperkuat oleh ikatan budaya dan simbolik, semisal bahasa, adat istiadat, dan simbol nasional (misalnya, bendera, lagu kebangsaan). Elemen-elemen ini membangun kerangka budaya bersama yang mengikat, semisal dialek daerah atau ritual keagamaan yang menumbuhkan kesetiaan dalam komunitas yang lebih kecil.Smith berpendapat bahwa identitas nasional, seperti bentuk kesetiaan kelompok lainnya, sangat emosional. Rasa kesetiaan acapkali berakar pada perasaan bangga, cinta, dan bahkan pengorbanan bagi bangsa. Hubungan emosional ini, mirip dengan ikatan yang dirasakan orang terhadap keluarga mereka, dimana cinta dan pengorbanan juga menjadi hal yang utama. Kesetiaan nasional diperkuat oleh struktur sosial dan politik negara-bangsa. Struktur ini memberi individu keamanan, hak, dan rasa memiliki politik. Demikian pula, kesetiaan kepada suatu wilayah, kelas, atau agama sering dikaitkan dengan manfaat sosial dan politik yang diberikan kelompok-kelompok ini.Loyalitas kepada bangsa juga didorong oleh rasa saling mendukung dan solidaritas yang muncul karena menjadi bagian dari masyarakat bangsa. Orang-orang merasa setia kepada bangsanya karena mereka percaya bahwa, di saat dibutuhkan, bangsa akan melindungi dan mendukung mereka. Hal ini serupa dengan kesetiaan yang dirasakan orang terhadap keluarga mereka, yang selalu menjadi sumber dukungan utama mereka. Smith mengakui bahwa individu sering memegang beberapa identitas secara bersamaan (misalnya, nasional, regional, agama). Loyalitas kepada bangsa tak selalu bertentangan dengan loyalitas kepada kelompok lain; sebaliknya, identitas-identitas ini dapat hidup berdampingan dan bahkan saling memperkuat. Bangsa dapat berfungsi sebagai identitas payung yang mengintegrasikan berbagai loyalitas lokal dan khusus.Sebagai contoh, orang yang loyal terhadap kelompok agamanya juga dapat loyal terhadap negaranya. Ia berpendapat bahwa loyalitas ini tidak mutually exclusive dan dapat hidup berdampingan secara harmonis. Smith mencatat bahwa dalam banyak peristiwa, identitas agama secara historis telah memainkan peran penting dalam membentuk identitas nasional. Misalnya, identitas nasional banyak negara terkait erat dengan agama yang dominan, yang telah membantu menyatukan bangsa dan menyediakan kerangka budaya bersama. Dalam kasus seperti itu, loyalitas agama dan nasional saling terkait, sehingga memungkinkan individu berkomitmen mendalam pada keduanya. Dalam beberapa konteks, Smith membahas konsep nasionalisme agama, dimana identitas agama menjadi komponen utama identitas nasional. Dalam kasus ini, loyalitas kepada kelompok agama seseorang sering dilihat sebagai bentuk loyalitas kepada bangsa itu sendiri. Misalnya, di negara-negara dimana agama tertentu terkait erat dengan identitas nasional, loyalitas agama dan nasional cenderung saling memperkuat. Sementara Smith menekankan kemungkinan koeksistensi, ia juga mengakui bahwa dapat terjadi ketegangan antara loyalitas agama dan nasional, terutama dalam masyarakat pluralistik dimana banyak agama hidup berdampingan. Dalam kasus seperti itu, konflik dapat muncul ketika nilai atau kepentingan agama dan nasional berbeda. Namun, Smith berpendapat bahwa konflik ini tak dapat dihindari dan selalu dapat dikelola melalui dialog dan akomodasi.Singkatnya, menurut Smith, orang merasa loyal kepada bangsanya karena bangsanya memberikan rasa memiliki, sejarah bersama, ikatan budaya, keterikatan emosional, dan dukungan timbal balik—seperti halnya kelompok sosial lain yang mereka patuhi. Loyalitas ini saling terkait dan kerap saling memperkuat, yang berkontribusi pada rasa identitas yang kompleks tetapi koheren.Frank Bechhofer dan David McCrone berpendapat bahwa nasionalisme berkembang sebagai respons terhadap perubahan konstitusional. Dalam beberapa kasus, nasionalisme dapat menjadi lebih bersifat sipil dan inklusif, dengan fokus pada pemerintahan sendiri yang demokratis daripada eksklusivitas etnis. Perubahan konstitusional juga dapat menyebabkan polarisasi dalam sebuah negara, karena kelompok yang berbeda mungkin berpandangan yang berbeda tentang identitas dan kedaulatan. Namun, perubahan tersebut juga dapat menumbuhkan persatuan dalam suatu wilayah dengan membangkitkan rasa tujuan atau identitas kolektif dalam menghadapi perdebatan konstitusional.Tim Edensor mengeksplorasi hubungan antara identitas nasional dan budaya populer, meneliti bagaimana praktik budaya sehari-hari dan representasi media membentuk dan mencerminkan identitas nasional. Edensor menganalisis bagaimana budaya populer, termasuk media, musik, olahraga, dan festival, memainkan peran penting dalam membentuk dan mengekspresikan identitas nasional. Ia berpendapat bahwa budaya populer bukan hanya refleksi identitas nasional, tetapi secara aktif membangun dan memperkuatnya. Media, termasuk televisi, film, dan berita, membentuk identitas nasional melalui penggambaran norma budaya, nilai, dan narasi sejarah. Dengan menyoroti aspek-aspek tertentu dari budaya atau sejarah sebuah bangsa, media membantu membangun rasa identitas kolektif. Media sering memperkuat identitas nasional dengan mempromosikan narasi dan simbol budaya bersama. Misalnya, stereotip nasional atau tokoh ikonik yang disajikan di media dapat mencerminkan dan membentuk bagaimana orang memandang identitas nasional mereka.Musik berfungsi sebagai media yang ampuh mengekspresikan dan merayakan identitas nasional. Lagu kebangsaan, musik daerah, dan musik populer dapat membangkitkan rasa memiliki dan bangga. Musik kerap mengangkat tema nasional dan peristiwa bersejarah, yang memperkuat pusaka peninggalan budaya bersama. Melalui festival musik, perayaan nasional, dan pertunjukan lokal, musik menumbuhkan rasa kebersamaan dan identitas kolektif. Musik menyatukan orang berdasarkan pengalaman dan nilai budaya yang sama.Acara olahraga, semisal kompetisi internasional dan liga nasional, penting dalam mengekspresikan dan memperkuat identitas nasional. Keberhasilan dalam olahraga dapat menumbuhkan kebanggaan nasional dan rasa persatuan, karena orang-orang mendukung tim nasional mereka. Acara olahraga selalu menjadi ajang menampilkan simbol-simbol nasional, semisal bendera dan lagu kebangsaan, yang memperkuat hubungan antara olahraga dan identitas nasional. Ritual dan tradisi seputar acara olahraga juga berkontribusi pada pembentukan identitas nasional.Festival memainkan peran penting dalam merayakan dan memperkuat identitas nasional melalui praktik budaya, tradisi, dan kegiatan bersama. Festival menyediakan ruang bagi masyarakat dalam mengekspresikan dan merasakan identitas nasional mereka secara meriah dan kolektif. Festival sering kali memanfaatkan tradisi sejarah atau budaya, yang membantu melestarikan dan merayakan identitas nasional. Festival menawarkan kesempatan bagi masyarakat agar turut serta dan melakukan ritual budaya yang memperkuat hubungan mereka dengan identitas nasional.Pop kultur atau budaya populer membantu membangun identitas nasional dengan menawarkan pengalaman dan simbol bersama yang dapat dipahami oleh masyarakat. Melalui media, musik, olahraga, dan festival, individu terhubung dengan narasi yang lebih luas tentang bangsa dan nilai-nilainya. Budaya populer juga memungkinkan negosiasi dan ekspresi identitas nasional. Budaya populer menyediakan ruang bagi individu dan kelompok agar mengeksplorasi dan mengartikulasikan rasa memiliki dan kebanggaan nasional mereka dengan beragam cara. Edensor menekankan bahwa budaya populer bukan sekadar latarbelakang identitas nasional, melainkan secara aktif berperan dalam kreasi dan ekspresinya. Melalui praktik budaya dan representasi media, identitas nasional terus dibangun, ditampilkan, dan dialami.Edensor juga mengeksplorasi bagaimana kegiatan rutin, praktik budaya, dan adat istiadat setempat berkontribusi pada pembentukan identitas nasional. Kegiatan rutin, semisal pekerjaan sehari-hari, perjalanan, dan belanja, dapat mewujudkan dan memperkuat nilai-nilai dan norma-norma nasional. Kegiatan-kegiatan ini sering mencerminkan pola-pola budaya dan praktik-praktik sosial yang lebih luas yang berkontribusi pada rasa identitas bersama. Melalui keterlibatan berulang-ulang dalam rutinitas ini, individu-individu menginternalisasi nilai-nilai dan norma-norma nasional, yang tertanam dalam kehidupan sehari-hari mereka. Normalisasi ini membantu memperkuat rasa memiliki terhadap sebuah bangsa.Praktik-praktik budaya, semisal upacara, ritual, dan acara-acara tradisional, memainkan peran penting dalam membentuk identitas nasional. Praktik-praktik ini kerap memanfaatkan warisan sejarah atau budaya, yang memperkuat rasa keberlangsungan dan hubungan dengan masa lalu. Partisipasi dalam praktik-praktik budaya, semisal hari libur nasional, festival keagamaan, atau perayaan-perayaan lokal, memungkinkan individu-individu mengekspresikan dan mengalami identitas nasional mereka. Praktik-praktik ini membantu menumbuhkan pusaka peninggalan budaya bersama dan menumbuhkan rasa memiliki kolektif.Kebiasaan setempat dan variasi regional berkontribusi pada keragaman identitas nasional. Selain menonjolkan tradisi dan praktik lokal yang unik, kebiasaan tersebut juga beririsan dengan narasi nasional yang lebih luas, sehingga memperkaya rasa identitas secara keseluruhan. Kebiasaan setempat selalu menumbuhkan rasa kebersamaan dan rasa memiliki di tingkat lokal. Kebiasaan ini, mulai dari festival lokal hingga kerajinan tradisional, membantu membangun rasa keterhubungan di antara anggota masyarakat dan menghubungkan mereka dengan identitas nasional yang lebih luas.Edensor menekankan bahwa identitas nasional tak semata dibangun melalui peristiwa-peristiwa besar atau produk-produk budaya yang menonjol, melainkan pula tertanam dalam aktivitas dan praktik keseharian yang membentuk kehidupan masyarakat. Elemen-elemen rutin dan lokal ini, memainkan peran penting dalam pembangunan dan penguatan identitas nasional yang terus-menerus.William Bloom mengeksplorasi bagaimana identitas pribadi dan kolektif saling terkait dan mempengaruhi interaksi global. Bloom berpendapat bahwa identitas pribadi—bagaimana individu melihat diri sendiri dan tempatnya di dunia—selalu bersinggungan dengan identitas nasional, yang dibentuk oleh rasa memiliki kolektif terhadap sebuah bangsa. Persinggungan ini mempengaruhi bagaimana orang memandang peran bangsa mereka dalam hubungan internasional dan interaksinya dengan bangsa lain. Identitas kolektif, seperti identitas nasional atau etnis, memainkan peran penting dalam membentuk kebijakan luar negeri dan sikap internasional sebuah bangsa. Identitas ini dapat mendorong kepentingan nasional, membentuk keputusan kebijakan, dan mempengaruhi bagaimana sebuah bangsa berperan serta dengan bangsa lain di panggung global.Identitas pribadi dan kolektif tidaklah statis; keduanya terus-menerus terbentuk ulang melalui interaksi global. Misalnya, paparan terhadap budaya lain, media global, dan peristiwa internasional dapat mengubah identitas pribadi dan kolektif, yang pada gilirannya mempengaruhi cara negara saling berinteraksi dan memandang. Konflik kerap muncul ketika identitas pribadi atau kolektif berbenturan dengan identitas negara atau kelompok lain. Konflik ini dapat terwujud dalam ketegangan diplomatik, perang, atau bentuk pertikaian internasional lainnya.Memahami peran identitas dalam hubungan internasional membantu diplomasi dengan menyoroti pentingnya mengakui dan menghormati identitas yang berbeda, serta dampaknya terhadap perilaku dan kebijakan internasional.Selepas ini, kita akan menyelami perbincangan singkat tentang arti pentingnya identitas nasional dalam masyarakat, mengeksplorasi peran pentingnya dan berbagai tantangan yang dihadapinya di dunia kontemporer. Biidznillah."Lalu, Cattleya menghiasi kita dengan pembacaan puisinya yang menyentuh hati,Dalam warna-warna berani, kisah kita saling berjunjung,Sebuah jalinan hati, tak berujung.Dari setiap suara, sebuah dekrit bergandengan,Persatuan dalam keberagaman.
Kutipan & Rujukan:
- Anthoy D. Smith, National Identity, 1991, Penguin
- Frank Bechhofer & David McCrone (Eds.), National Identity, Nationalism and Constitutional Change, 2009,Palgave
- Tim Edensor, National Identity, Popular Culture and Everyday Life, 2002, Berg
- William Bloom, Personal Identity, National Identity and International Relations, 1990, Cambridge University Pres