Rabu, 14 Agustus 2024

Ocehan Seruni (43)

"Pada suatu malam yang menentukan, Prabu Dawala terbangun dari tidur indahnya, nalurinya sebagai seorang ksatria tergetar oleh naluri marabahaya yang mengintai. Dan lihat, pasukan kolonial telah mengepung istana. Pertarungan epik pun dimulai: Raja Dawala, yang hanya berbekal piyama kerajaan, seorang diri melawan seluruh pasukan kolonial.
Itulah sneak peak trailer film laris ‘Para Hantu Kolonial di Istana’, yang dipersembahkan oleh Dawalapura Royal Film Company yang masyhur. Premiere film ini telah tayang di layar perak dan beroleh banyak pujian dengan rating luar biasa, yakni 8.2 dari media yang selalu memuja-muja kerajaan, menyaingi film-film laris Marvel. Tim humas kerajaan dengan tegas menolak klaim bahwa film ini merupakan tiruan dari ‘Night at the Museum’-nya Ben Stiller, walaupun mereka mengakui bahwa film ini, sedikit terinspirasi dari komik Shinchan."
[Disclaimer: Cerita ini karya satire. Segala kemiripan dengan kejadian nyata, semata murni kebetulan]

"Keberlangsungan lingkungan memegang peran penting dalam membentuk kekuatan sebuah bangsa. Dengan mengutamakan kelestarian lingkungan, sebuah bangsa tak semata melindungi sumber daya alamnya, tapi juga membangun ketahanan ekonomi, stabilitas sosial, dan pengaruh global, yang pada akhirnya membentuk kekuatan dan kemakmuran masa depannya secara keseluruhan," lanjut Seruni.

"Agar tak memunculkan kesalahpahaman, yang dimaksud dengan Praktik-praktik Keberlanjutan (Sustainable Practices) merujuk pada komitmen terhadap perlindungan lingkungan dan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Sustainable development merupakan pendekatan terhadap pertumbuhan dan pembangunan manusia yang bertujuan memenuhi kebutuhan saat ini, tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhan mereka. Pendekatan ini berupaya menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi, perlindungan lingkungan, dan kesejahteraan sosial. Konsepsi ini dipopulerkan oleh Brundtland Report tahun 1987, yang mendefinisikan pembangunan berkelanjutan sebagai 'pembangunan yang memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhan mereka sendiri'. Pendekatan ini menekankan pentingnya melestarikan sumber daya alam dan keanekaragaman hayati, menggalakkan keadilan sosial, serta memastikan stabilitas ekonomi.
Negara-negara yang memprioritaskan keberlangsungan lingkungan cenderung mengelola sumber daya alam mereka secara lebih efektif. Hal ini memastikan pasokan sumber daya penting yang stabil semisal air bersih, lahan yang subur, dan energi, yang teramat penting bagi pertumbuhan dan stabilitas ekonomi jangka panjang. Fokus pada pelestarian lingkungan dapat mengarah pada pengembangan industri dan teknologi hijau, yang mendorong inovasi dan menciptakan lapangan kerja. Negara-negara yang berinvestasi dalam energi terbarukan, pertanian yang terpelihara, dan infrastruktur ramah lingkungan, berada pada posisi yang lebih baik dalam beradaptasi dengan pergeseran ekonomi global dan mengurangi ketergantungan mereka pada sumber daya yang terbatas. Degradasi lingkungan seringkali menyebabkan social unrest, terutama di wilayah-wilayah yang sumber dayanya langka atau tercemar. Dengan menggalakkan pelestarian lingkungan, negara-negara dapat mencegah konflik atas sumber daya, meningkatkan kesehatan masyarakat, dan kualitas hidup warga negaranya, yang mengarah pada kohesi sosial yang lebih besar.
Negara-negara yang memimpin dalam upaya pelestarian lingkungan memperoleh pengaruh di panggung global. Mereka dapat menetapkan standar internasional, mendorong kebijakan lingkungan global, dan membentuk aliansi dengan negara-negara lain yang mempunyai nilai-nilai serupa. Hal ini meningkatkan kekuatan diplomatik dan kedudukan global mereka. Keberlangsungan lingkungan terkait erat dengan keamanan nasional. Perubahan iklim, misalnya, menimbulkan risiko seperti naiknya permukaan air laut, peristiwa cuaca ekstrem, dan kekurangan pangan, yang dapat mengganggu stabilitas kawasan dan memicu krisis migrasi. Dengan mengatasi tantangan lingkungan, negara-negara dapat melindungi perbatasan, infrastruktur, dan penduduknya dari ancaman-ancaman ini. Komitmen terhadap lingkungan mencerminkan nilai-nilai dan pertimbangan etika sebuah negara. Hal ini dapat menumbuhkan rasa bangga dan tanggungjawab nasional, mendorong warga negara bekerjasama menuju tujuan bersama. Upaya kolektif ini dapat memperkuat identitas dan persatuan nasional.

Daniel Christian Wahl menekankan perlunya pergeseran dari keberlanjutan, yang kerap berfokus pada mempertahankan status quo, ke regenerasi, yang bertujuan memulihkan dan meningkatkan kebugaran ekosistem dan masyarakat. Wahl menganjurkan pendekatan pemikiran sistem yang mempertimbangkan interkoneksi antara aspek ekologi, sosial, ekonomi, dan kultur aspek-aspek kehidupan. Masyarakat dan organisasi seyogyanya bergerak melampaui pemikiran linear dan reduksionis dan sebaliknya mengakui interaksi yang kompleks dan dinamis dalam ekosistem. Alih-alih sekadar mempertahankan status quo atau meminimalkan kerusakan, Wahl menyebutkan budaya regeneratif untuk meningkatkan kesehatan, ketahanan, dan vitalitas manusia dan planet ini. Budaya regeneratif merupakan komunitas atau masyarakat yang secara aktif memulihkan, memperbarui, dan merevitalisasi sistem sosial dan ekologi mereka. Budaya regeneratif memandang dunia sebagai sistem yang saling terhubung dimana dimensi sosial, ekonomi, ekologi, dan budaya saling terkait erat. Mereka menekankan pemahaman dan tindakan dalam kompleksitas ini, dengan mengakui bahwa seluruh bagian dari sistem saling mempengaruhi. Kultur ini dicirikan oleh kemampuannya beradaptasi dengan kondisi dan tantangan yang berubah. Mereka membangun ketahanan dengan menumbuhkan keberagaman, fleksibilitas, dan kemampuan belajar dan berkembang seiring waktu.
Budaya regeneratif melampaui keberlanjutan dengan berfokus pada praktik yang memulihkan dan meregenerasi ekosistem, masyarakat, dan ekonomi alami. Ini mencakup berbagai kegiatan semisal mengembalikan lanskap ke alam liar, meregenerasi kebugaran lahan, dan merevitalisasi ekonomi lokal. Sembari memahami keterhubungan global, budaya regeneratif memprioritaskan skala lokal dan bioregional. Mereka mendukung ekonomi, budaya, dan ekosistem lokal, bekerja dalam batasan dan kapasitas alami lingkungannya.

Kultur regeneratif bersifat sangat kolaboratif, melibatkan berbagai pemangku kepentingan dalam proses pengambilan keputusan. Budaya ini menghargai partisipasi, inklusivitas, dan penciptaan solusi bersama, serta mengakui bahwa kecerdasan kolektif dan tanggungjawab bersama adalah kunci regenerasi. Budaya ini acapkali mengambil inspirasi dari pengetahuan dan praktik asli, yang secara inheren bersifat regeneratif. Budaya ini menghormati dan mengintegrasikan cara-cara pengetahuan asal yang menekankan keselarasan dengan alam, proses siklus, dan pemikiran jangka panjang. Budaya regeneratif didasarkan pada etika dan nilai-nilai yang memprioritaskan kesejahteraan seluruh kehidupan, generasi mendatang, dan Bumi secara keseluruhan. Budaya ini menantang pola pikir ekstraktif dan eksploitatif dari budaya industri yang dominan, serta mendorong perubahan ke arah kepedulian, pengelolaan, dan tanggungjawab.
Budaya regeneratif menjunjung keberagaman kehidupan dan potensi kreatif individu dan masyarakat. Budaya ini menumbuhkan keceriaan, kreativitas, dan hubungan yang mendalam dengan alam, melihat regenerasi sebagai proses yang dinamis dan meneguhkan kehidupan. Dalam budaya regeneratif, desain dan inovasi selaras dengan proses dan siklus alam. Ini mencakup pendekatan semisal biomimikri, permakultur, dan desain cradle-to-cradle, yang berupaya membangun sistem yang meregenerasi diri mereka dan lingkungannya dari waktu ke waktu. Budaya regeneratif berpikir dalam hal dampak jangka panjang, dengan mempertimbangkan konsekuensi tindakan pada generasi mendatang. Budaya ini mewujudkan naluri tanggungjawab memelihara dan meningkatkan fondasi ekologis dan sosial yang mendukung kehidupan.

Budaya regeneratif memprioritaskan solusi lokal, meningkatkan ketahanan masyarakat dengan mendorong produksi, konsumsi, dan pengambilan keputusan lokal. Ini dapat mencakup dukungan terhadap pertanian lokal, inisiatif energi terbarukan, dan struktur tatakelola yang terdesentralisasi.
Keanekaragaman hayati merupakan landasan sistem regeneratif. Wahl menyarankan agar masyarakat dan organisasi bekerja untuk melindungi dan meningkatkan keanekaragaman hayati melalui praktik-praktik seperti permakultur, agroforestri, dan rewilding. Praktik-praktik ini tak hanya memulihkan keseimbangan ekologis, melainkan pula menyediakan berbagai layanan ekosistem, termasuk penyerapan karbon dan kesuburan lahan. Wahl menekankan pentingnya mengubah pola pikir dari eksploitasi dan pengendalian alam menjadi pola pikir pengelolaan dan kemitraan. Hal ini memerlukan pemikiran ulang tentang narasi dan nilai-nilai budaya dalam memprioritaskan kesejahteraan planet dan generasi mendatang.
Desain regeneratif melibatkan pembangunan sistem, bangunan, dan produk yang tak hanya mengurangi kerusakan tetapi juga berkontribusi aktif terhadap regenerasi ekosistem. Ini dapat mencakup pertanian regeneratif, praktik bangunan hijau, dan desain cradle-to-cradle, dimana bahan-bahan digunakan kembali dalam siklus berkelanjutan. Budaya asli dapat mewujudkan prinsip-prinsip regeneratif melalui hubungan mendalam mereka dengan alam dan pemahaman tentang proses siklus kehidupan. Wahl mendorong pembelajaran dari dan mengintegrasikan pengetahuan asal ke dalam praktik modern untuk membangun sistem yang selaras dengan siklus alam. Regenerasi membutuhkan upaya kolektif. Komunitas dan organisasi hendaknya berperan dalam aksi kolaboratif, menyatukan berbagai pemangku kepentingan untuk bersama-sama menemukan solusi yang bermanfaat bagi manusia dan planet ini. Hal ini termasuk proses desain partisipatif, inisiatif yang dipimpin masyarakat, dan kemitraan lintas sektor. Sistem regeneratif bersifat adaptif, mampu menanggapi perubahan dan tantangan dari waktu ke waktu. Wahl menganjurkan agar merancang sistem yang fleksibel dan tangguh, yang dapat berkembang dan belajar, menggabungkan umpan balik agar terus meningkat dan meregenerasi. Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini, masyarakat dan organisasi dapat bergerak melampaui keberlanjutan dan berupaya membangun sistem regeneratif yang secara aktif memulihkan kebugaran dan ketahanan ekologi.

Craig Calhoun dan Benjamin Y. Fong berpendapat bahwa memprioritaskan keberlangsungan sangat penting bagi stabilitas ekonomi, keadilan sosial, dan kekuatan nasional jangka panjang dalam menghadapi perubahan iklim dan tantangan lingkungan lainnya. Calhoun dan Fong berpendapat bahwa praktik yang tak berkesinambungan, terutama yang berkontribusi terhadap degradasi lingkungan, menimbulkan risiko serius terhadap stabilitas ekonomi jangka panjang. Perubahan iklim, penipisan sumber daya, dan krisis lingkungan dapat menyebabkan gangguan ekonomi yang parah, yang mempengaruhi industri, lapangan kerja, dan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Dengan memprioritaskan ketersinambungan, perekonomian dapat lebih terlindungi dari guncangan ini, memastikan kinerja ekonomi yang lebih konsisten dan andal dari waktu ke waktu. Mereka menyoroti bahwa keberlanjutan sangat terkait dengan keadilan sosial. Tantangan lingkungan kerapkali secara tak proporsional mempengaruhi komunitas yang terpinggirkan dan rentan. Memprioritaskan keberlanjutan memastikan bahwa manfaat pertumbuhan ekonomi didistribusikan secara lebih merata dan bahwa dampak negatif degradasi lingkungan tidak secara berlebihan membebani mereka yang telah dirugikan. Pendekatan ini mendorong kohesi dan keadilan sosial yang lebih besar.

Calhoun dan Fong juga menegaskan bahwa kekuatan dan ketahanan jangka panjang sebuah negara, terkait erat dengan kemampuannya mengatasi tantangan lingkungan secara proaktif. Negara-negara yang berinvestasi dalam praktik berkelanjutan, teknologi hijau, dan ketahanan iklim, punya posisi yang lebih baik dalam memimpin ekonomi global, menjaga stabilitas sosial, dan melindungi penduduknya dari dampak buruk perubahan iklim. Oleh karenanya, memprioritaskan keberlanjutan dipandang penting untuk menjaga kekuatan nasional dan mengamankan masa depan yang sejahtera. Dengan membingkai keberlanjutan sebagai bagian integral dari stabilitas ekonomi, keadilan sosial, dan kekuatan nasional, Calhoun dan Fong menyatakan bahwa keberlanjutan bukan hanya masalah lingkungan, tetapi aspek mendasar dari tatakelola yang bertanggungjawab dan perencanaan jangka panjang dalam menghadapi perubahan iklim dan tantangan lingkungan lainnya.

Thomas Elmqvist beserta sebuah tim ahli, meneliti proses sosial-ekologis urbanisasi dan menekankan keterkaitan antara kota dan alam. Perluasan perkotaan kerap menyebabkan kerusakan dan fragmentasi habitat alami, yang dapat berdampak serius pada keanekaragaman hayati setempat. Kawasan perkotaan berkontribusi terhadap perubahan iklim melalui peningkatan emisi gas rumah kaca dan efek pulau panas perkotaan, yang dapat mengubah iklim lokal dan regional serta mempengaruhi ekosistem. Kota-kota mengonsumsi sumber daya alam dalam jumlah besar, termasuk air, energi, dan lahan, yang dapat menyebabkan menipisnya sumber daya ini dan berpengaruh negatif pada ekosistem. Kawasan perkotaan menghasilkan polusi yang serius, termasuk polusi udara, air, dan tanah, yang dapat membahayakan kesehatan manusia dan keanekaragaman hayati. Pertumbuhan perkotaan yang cepat, terutama di wilayah dengan kapasitas tatakelola yang terbatas, menimbulkan tantangan bagi perlindungan keanekaragaman hayati dan pengelolaan ekosistem yang efektif.
Mengintegrasikan ruang terbuka hijau, semisal taman, atap hijau, dan hutan kota, ke dalam perencanaan kota dapat meningkatkan keanekaragaman hayati dan menyediakan layanan ekosistem seperti pemurnian udara, pengaturan suhu, dan ruang rekreasi. Mengadopsi praktik perencanaan kota yang berkelanjutan dapat meminimalkan dampak negatif urbanisasi terhadap keanekaragaman hayati dan ekosistem. Ini termasuk strategi semisal desain kota yang kompak, penggunaan lahan campuran, dan pelestarian kawasan alami. Memanfaatkan sistem alami untuk mengatasi tantangan perkotaan, seperti menggunakan lahan basah untuk pengendalian banjir atau hutan kota guna menghadirkan kesejukan, dapat memberikan solusi yang hemat biaya dan berkelanjutan.
Melibatkan masyarakat lokal dalam konservasi keanekaragaman hayati dan pengelolaan ekosistem dapat memberikan hasil yang lebih efektif dan inklusif. Kesadaran dan pendidikan publik juga dapat menumbuhkan rasa tanggungjawab dan dukungan terhadap upaya konservasi. Memperkuat kebijakan dan kerangka tatakelola guna mendukung keanekaragaman hayati dan layanan ekosistem, dapat membantu mengurangi dampak negatif urbanisasi. Ini termasuk membangun kawasan lindung, menegakkan peraturan lingkungan, dan mempromosikan praktik pembangunan berkelanjutan. Wawasan ini menggarisbawahi pentingnya mengintegrasikan pertimbangan keanekaragaman hayati dan ekosistem ke dalam perencanaan dan pembangunan perkotaan dalam membangun kota yang lebih berkelanjutan dan tangguh.

David Wallace-Wells memaparkan potensi dampak perubahan iklim terhadap planet kita. Ia menekankan bahwa dampak perubahan iklim lebih parah dan langsung terasa daripada yang disadari banyak orang. Wallace-Wells berpendapat bahwa kita meremehkan kecepatan dan skala perubahan tersebut. Perubahan iklim akan mempengaruhi setiap aspek kehidupan di Bumi, mulai dari kesehatan dan ketahanan pangan hingga stabilitas ekonomi dan ketegangan geopolitik. Beberapa wilayah, terutama di daerah tropis dan subtropis, dapat mengalami suhu yang sangat tinggi sehingga tak dapat dihuni manusia. Ini termasuk wilayah di Asia Selatan, Timur Tengah, dan sebagian Afrika. Kota-kota pesisir dan pulau-pulau dataran rendah dapat tenggelam karena naiknya permukaan air laut, yang mengakibatkan jutaan orang mengungsi.
Ketika suatu wilayah menjadi tak layak huni, populasi besar akan terpaksa bermigrasi. Hal ini dapat menyebabkan jumlah pengungsi iklim yang belum pernah terjadi sebelumnya, yang membebani sumber daya dan infrastruktur di wilayah penerima. Kekeringan, banjir, dan peristiwa cuaca ekstrem lainnya, dapat menyebabkan kekurangan makanan dan air, yang mendorong migrasi massal mencari kondisi kehidupan yang lebih stabil. Dampak perubahan iklim dapat sangat mengganggu perekonomian, yang menyebabkan hilangnya pekerjaan, meningkatnya kemiskinan, dan ketidakstabilan ekonomi. Kelangkaan sumber daya dan migrasi massal dapat memperburuk ketegangan politik, yang berpotensi menyebabkan konflik dan keresahan masyarakat. Meningkatnya suhu dan perubahan ekosistem dapat menyebabkan penyebaran penyakit, yang menambah beban pada sistem perawatan kesehatan. Wallace-Wells menekankan bahwa skenario ini tak dijamin, tapi merupakan hasil yang mungkin terjadi jika tindakan berarti tak diambil guna mengurangi perubahan iklim.
Wallace-Wells mengakui bahwa meskipun keadaannya horror, masih ada potensi bagi perubahan positif. Kemajuan dalam energi terbarukan, penangkapan karbon, dan teknologi hijau lainnya dapat secara berarti mengurangi emisi gas rumah kaca. Kebijakan lingkungan yang lebih kuat dan perjanjian internasional dapat mendorong perubahan skala besar. Pemerintah punya kekuatan menerapkan peraturan yang membatasi emisi dan mempromosikan praktik berkelanjutan.
Peningkatan kesadaran dan aktivisme dapat menyebabkan perubahan sosial. Manakala orang memahami urgensi krisis iklim, mereka cenderung mendukung dan menuntut tindakan yang berarti. Transisi ke ekonomi hijau dapat menciptakan lapangan kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Berinvestasi dalam industri yang berkelanjutan dapat memberikan manfaat lingkungan dan ekonomi. Masyarakat dapat beradaptasi dengan kondisi yang berubah melalui perencanaan dan infrastruktur yang lebih baik. Membangun ketahanan dapat membantu mengurangi sebagian dampak perubahan iklim.
Tindakan ini, jika digabungkan, dapat secara berarti mengurangi emisi gas rumah kaca dan membantu masyarakat beradaptasi dengan perubahan yang tak terelakkan, yang disebabkan oleh perubahan iklim. Wallace-Wells menekankan bahwa meskipun tantangannya sangat besar, kecerdikan manusia dan tindakan kolektif masih dapat membuat perbedaan yang penting. Inilah seruan agar tak semata mengakui beratnya krisis, melainkan pula memanfaatkan potensi kita untuk mengatasinya.

Kita telah menelaah unsur-unsur penting yang membentuk kekuatan sebuah bangsa. Negara yang kuat menyelaraskan sifat-sifat ini agar menjadi stabil, makmur, dan berpengaruh, memenuhi kebutuhan warganya, dan memainkan peran penting di panggung global. Wallahu a'lam.
Dan sekarang, mari kita renungkan: faktor-faktor apa yang dapat melemahkan atau bahkan memusnahkan sebuah bangsa? Sahabatku Cattleya akan bergabung denganmu dalam perbincangan menarik ini, Insya Allah."
Dan saat melambaikan daunnya dengan lembut sebagai ucapan selamat tinggal, Seruni mendendangkan melodi menyenangkan,

Kalau mau jadi aku, kamu tinggal main Tiktok
Kalau mau tengok aku, kamu tinggal buka Youtube
Apakah kamu cinta, apa kamu sayang
Aku mau bersahabat sama kamu *)
Kutipan & Rujukan:
- Daniel Christian Wahl, Designing Regenerative Cultures, 2016, Triarchy Press
- Craig Calhoun & Benjamin Y. Fong, The Green New Deal and the Future of Work, 2022, Columbia University Press
- Thomas Elmqvist, Michail Fragkias & Julie Goodness [et. al.] (Eds.), Urbanization, Biodiversity and Ecosystem Services: Challenges and Opportunities, 2013, Springer
- David Wallace-Wells, The Uninhabitable Earth: A Story of the Future, 2019, Penguin
*) "Lagu Untuk Kamu" karya Haposan Harianto Tobing