Selasa, 27 Agustus 2024

Ketika Cattleya Berbicara (12)

"Di negeri tempat bayang-bayang menari dan kisah-kisah berhayati, tinggallah Kunti, seorang tetua, dan seorang gadis belia, Srikandi. Pada suatu sore yang cerah, saat sinar keemasan menembus pepohonan tua, Kunti dan Srikandi duduk di tepi sungai, bayangan mereka berkilauan di permukaan air sungai.
'Bunda,' Srikandi memulai, 'mengapa kepercayaan amat penting, tapi sangat rapuh?'
Kunti berpikir sejenak dan berkata. 'Nah, anak gadis ayuku, kepercayaan itu ibarat sungai ini. Mengalir dengan lancar jika dipelihara, tapi bisa bergejolak jika terganggu.'
Srikandi, yang selalu ingin mendengar kisah, mencondongkan tubuhnya lebih dekat. 'Sampaikan lebih banyak, Bunda.'
Kunti tersenyum dan memulai kisahnya. 'Dahulu kala, di sebuah desa tak jauh dari sini, ada dua sahabat, Trust dan Distrust. Trust dicintai oleh semua orang, karena ia membawa keharmonisan dan keriangan kemana pun ia pergi. Orang-orang akan berbagi rahasia mereka dengannya, karena tahu ia akan menjaganya tetap aman.'

'Tapi Distrust,' lanjut Kunti, 'ceritanya beda. Ia selalu mengintai dalam bayang-bayang, membisikkan keraguan ke telinga orang. 'Bisakah engkau mempercayai tetanggamu?' katanya. 'Bagaimana kalau mereka mengkhianatimu?'
Srikandi terkekeh. 'Kelihatannya, Distrust seperti pembuat onar!'
'Memang,' Kunti mengangguk. 'Suatu hari, Distrust memutuskan mempermainkan penduduk desa. Ia membujuk pak lurah mencuri hasil panen semua orang. Kepanikan pun terjadi, dan penduduk desa mulai menyembunyikan hasil panen dan mengunci pintu-pintu mereka.'
'Trus, apa yang terjadi Bun?' tanya Srikandi, matanya terbelalak penuh harap.
'Terjadi ketidakpuasan di desa itu,' kata Kunti berbisik lembut. 'Tetangga saling berhenti berbicara, teman jadi musuh, dan masyarakat yang dulunya bersemangat berubah jadi tempat kecurigaan dan ketakutan. Ketidakpercayaan telah menabur benih ketidakpuasan, dan panennya pahit.' Srikandi menggelengkan kepalanya. 'Ngeri banget Bun! Apa keadaannya bisa jadi baik?'
'Nah,' mata Kunti berbinar. 'Butuh banyak usaha. Mereka akhirnya belajar bahwa kepercayaan menunjukkan kepada mereka, meskipun ketidakpercayaan dapat mendatangkan ketidakpuasan, kepercayaan dapat memulihkan keharmonisan.'
Srikandi tersenyum. 'Sekarang daku ngerti, Bun. Kepercayaan itu ibarat perekat yang menyatukan kita, sedangkan ketidakpercayaan itu, ganjalan yang memisahkan kita.'
'Tepat sekali, cantik,' kata Kunti sambil menepuk bahu Srikandi. 'Ingatlah pelajaran ini baik-baik, karena dalam tarian kehidupan, kepercayaan dapat memberimu usaha dan dukungan yang tulus, serta akan selalu menghadirkan pertunjukan yang lebih indah.'"

"Kita lanjutkan," kata Cattleya. "Tekanan eksternal dapat melemahkan negara dengan menimbulkan stres, ketidakstabilan, dan kerentanan dalam berbagai aspek struktur dan fungsi negara tersebut. Tekanan eksternal mengacu pada pengaruh, tindakan, atau kekuatan yang berasal dari luar  negara, yang dapat berdampak negatif pada stabilitas, keamanan, atau kekuatannya secara keseluruhan. Tekanan ini dapat berasal dari negara lain, organisasi internasional, aktor non-negara, atau tren global dan dapat terwujud dalam berbagai bentuk, semisal tantangan ekonomi, politik, militer, budaya, atau lingkungan.
Tujuan tekanan eksternal ini, baik disengaja atau tidak, kerap untuk mempengaruhi kebijakan, perilaku, atau struktur negara dengan cara yang sejalan dengan kepentingan aktor eksternal, atau mengacaukan negara demi keuntungan strategis. Tekanan eksternal dapat mengeksploitasi kerentanan yang ada di dalam negara, memperburuk konflik internal, atau membuka tantangan baru yang akan sulit dikelola oleh negara secara efektif.

Ketika negara lain memberlakukan sanksi ekonomi atau pembatasan perdagangan, dapat menyebabkan tekanan keuangan, berkurangnya akses ke barang-barang penting, dan kemerosotan ekonomi. Hal ini dapat melemahkan ekonomi sebuah negara, yang berujung pada pengangguran, inflasi, dan keresahan sosial. Sanksi ekonomi adalah tindakan hukuman yang dijatuhkan oleh satu atau beberapa negara menekan sebuah negara agar mengubah perilaku atau kebijakan tertentu. Sanksi ini dapat mencakup embargo perdagangan, pembekuan aset, dan pembatasan transaksi keuangan. Sanksi dapat menyebabkan kemerosotan ekonomi yang parah dengan membatasi kemampuan sebuah negara mengekspor barang, mengakses modal asing, dan berpartisipasi dalam sistem keuangan internasional. Hal ini dapat menyebabkan inflasi, devaluasi mata uang, dan penurunan standar hidup. Dikala kondisi ekonomi memburuk, pengangguran dapat meningkat, dan masyarakat dapat mengalami kekurangan barang-barang penting, yang menyebabkan ketidakpuasan yang meluas. Keadaan ini dapat memicu protes, pemogokan, dan bentuk-bentuk keresahan sosial lainnya. Sanksi yang berkepanjangan dapat menyebabkan kemerosotan industri, berkurangnya investasi asing, dan brain drain karena pekerja terampil mencari peluang di tempat lain. Seiring waktu, berakibat mengurangi ketahanan ekonomi sebuah negara dan daya saing global.
Iran telah menghadapi sanksi ekonomi dari Amerika Serikat dan negara-negara lain atas program nuklirnya. Sanksi ini telah berdampak buruk pada ekonomi Iran, menyebabkan penurunan tajam dalam ekspor minyak, inflasi, dan devaluasi rial Iran. Kesulitan ekonomi yang diakibatkannya telah memicu keresahan dan protes sosial, sehingga melemahkan kewenangan dan stabilitas pemerintahannya.

Keterasingan diplomatik atau hubungan yang tegang dengan negara lain dapat mengurangi pengaruh negara di panggung global, membatasi aksesnya ke dukungan internasional, dan menghambat kemampuannya menegosiasikan persyaratan yang menguntungkan dalam perjanjian internasional. Hal ini dapat membuat negara tersebut rentan terhadap ancaman eksternal. Isolasi diplomatik terjadi ketika sebuah negara terpinggirkan atau dikecualikan dari organisasi internasional, aliansi, atau hubungan diplomatik. Tatkala sebuah negara terisolasi secara diplomatik, negara tersebut kehilangan kemampuannya membentuk kebijakan internasional dan melindungi kepentingannya di panggung global. Hal ini dapat menyebabkan hasil yang tak menguntungkan dalam negosiasi internasional, semisal kesepakatan perdagangan, pengaturan keamanan, atau perjanjian lingkungan. Isolasi diplomatik mengurangi akses sebuah negara terhadap bantuan, dukungan, dan kerjasama internasional. Pada saat krisis, semisal bencana alam atau konflik bersenjata, kurangnya dukungan internasional dapat memperburuk keadaan dan menghambat upaya pemulihan. Negara-negara yang terisolasi akan sulit membentuk aliansi atau koalisi guna mempertahankan diri dari ancaman eksternal. Hal ini dapat membuat mereka lebih rentan terhadap agresi atau campur tangan oleh kekuatan lain.
Korea Utara merupakan salah satu negara yang paling terisolasi secara diplomatik di dunia karena program senjata nuklirnya dan pelanggaran hak asasi manusia. Isolasi ini telah membatasi kemampuannya turut-serta dalam perdagangan internasional, menerima bantuan asing, atau berpartisipasi dalam lembaga global. Kurangnya hubungan diplomatik dan kemitraan ekonomi telah menjadikan Korea Utara bergantung pada beberapa sekutu, seperti China, dan telah berkontribusi terhadap stagnasi ekonomi dan kerentanan politik negara tersebut.

Ancaman militer eksternal, baik dalam bentuk agresi langsung atau konflik proksi, dapat menguras sumber daya negara, mengacaukan perbatasannya, dan menyebabkan hilangnya nyawa dan infrastruktur. Konflik yang berkepanjangan dapat melemahkan persatuan nasional dan melemahkan kemampuan pemerintah mempertahankan kendalinya. Ancaman militer, baik langsung maupun tak langsung, dapat berdampak besar pada stabilitas dan keamanan sebuah negara. Mempersiapkan diri atau turut dalam konflik militer memerlukan sumber daya keuangan dan manusia yang signifikan. Konflik berkepanjangan dapat menguras kas negara, mengganggu kegiatan ekonomi, dan mengakibatkan hilangnya nyawa dan infrastruktur. Konflik, terutama yang melibatkan kekuatan asing atau perang proksi, dapat mengganggu stabilitas kawasan, menggusur penduduk, dan menimbulkan kekosongan kekuasaan. Hal ini dapat menyebabkan ketidakstabilan yang terus-menerus, karena faksi-faksi yang bersaing atau kekuatan asing bersaing untuk menguasai. Konflik militer juga dapat melemahkan persatuan nasional, terutama jika konflik tersebut tak populer atau jika ada perpecahan dalam masyarakat mengenai legitimasi perang. Perbedaan pendapat internal dapat melemahkan kemampuan pemerintah mempertahankan kendali dan menanggapi konflik secara efektif.
Ukraina telah menghadapi ancaman militer yang penting sejak aneksasi Rusia atas Krimea pada tahun 2014 dan konflik yang sedang berlangsung di Ukraina Timur. Perang tersebut telah menyebabkan hilangnya wilayah, pengungsian jutaan orang, dan kerugian ekonomi yang besar. Konflik tersebut telah menguras sumber daya Ukraina, mengganggu stabilitas lingkungan politik, dan melemahkan persatuan nasional, sehingga semakin mempersulit pemerintah melaksanakan reformasi dan membangun kembali perekonomian.

Robert A. Pape menyajikan konsepnya tentang koersi militer (military coercion) yang ia definisikan sebagai upaya mengubah perilaku sebuah negara dengan memanipulasi biaya dan manfaat melalui cara-cara kekerasan yang konkret atau potensial. Definisi ini menekankan bahwa paksaan (coercion) melibatkan perubahan posisi musuh dengan memanipulasi biaya dan manfaat, yang dapat mencakup ancaman kekerasan. Penetapan batas objeknya dalam ranah koersi terjadi melalui penambahan cara tindakan—kekerasan. Dengan demikian, koersi militer terdiri dari upaya mengubah posisi musuh dengan menggunakan cara-cara kekerasan yang konkret atau potensial. Koersi militer tak terjadi dalam ruang hampa, tetapi dalam konteks politik konflik keinginan. Pape membatasi studinya pada kasus-kasus dimana target diminta melepaskan kepentingan-kepentingan pentingmya.
Pape menyajikan koersi militer sebagai entitas yang berbeda dalam fenomena perang, terpisah dari tindakan perang. Tindakan koersi militer yang berhasil adalah tindakan yang mampu memperoleh konsesi yang diinginkan dari musuh yang memiliki cara untuk melawan. Potensi ancaman kekerasan yang menghasilkan hasil konkret dianggap sebagai bentuk koersi yang paling bersih. Pendekatan ini menekankan bahwa koersi dapat terjadi tanpa 'tindakan kekerasan' yang sebenarnya, tetapi dengan kekerasan yang ditahan dan digunakan sebagai ancaman.
Tindakan koersi militer yang berhasil akan menghasilkan konsesi yang diinginkan dari musuh, bahkan jika mereka memiliki cara untuk melawan. Sebaliknya, strategi militer tradisional sering kali bertujuan untuk meraih kemenangan langsung atau kekalahan total. Pape menganjurkan strategi penyangkalan, yang melibatkan penargetan strategi militer musuh untuk mencegah mereka mencapai tujuan mereka. Pendekatan ini lebih efektif daripada strategi hukuman, yang menargetkan warga sipil atau pemimpin dan sering menjadi bumerang dengan meningkatkan tekad musuh.
Pape mengkritik kebijakan konvensional tentang pengeboman strategis, dengan menyatakan bahwa pengeboman strategis sering menjadi bumerang dengan meningkatkan ketahanan dan loyalitas penduduk sipil. Ia berpendapat bahwa pengeboman strategis jarang memberikan hasil yang menentukan dan bahwa efektivitasnya acapkali diukur berdasarkan waktu penyerahan diri musuh. Pape menganjurkan agar mengintegrasikan kekuatan udara dan darat dengan cara 'hammer and anvil (palu dan paron)'. Ia meyakini bahwa operasi udara, darat, dan laut yang tersinkronisasi lebih mungkin menghasilkan kemenangan yang menentukan daripada hanya mengandalkan kekuatan udara. Pape menolak strategi pemenggalan kepala dan hukuman sebagai strategi yang tidak efektif. Pemenggalan kepala melibatkan penargetan kepemimpinan utama, yang menurutnya seringkali tak berhasil, sementara hukuman melibatkan pengenaan biaya pada penduduk sipil, yang menurutnya tak bermoral dan tak efektif.
Pape membahas berbagai teori kekuatan udara, termasuk penyangkalan (larangan melemahkan pasukan musuh), risiko (secara bertahap meningkatkan efek pengeboman), hukuman (menimbulkan rasa sakit pada warga sipil), dan pemenggalan kepala (serangan terhadap kepemimpinan utama). Gagasan Pape membantu para pembuat kebijakan memahami keterbatasan dan potensi kekuatan udara dalam mencapai tujuan strategis. Pape juga menantang kesalahpahaman umum tentang efektivitas pengeboman strategis dan menyoroti pentingnya mempertimbangkan konteks strategis yang lebih luas dimana kekuatan udara digunakan.

Mohamed ElBaradei mengkaji kompleksitas proliferasi nuklir, dengan fokus pada negara-negara semisal Irak, Korea Utara, dan Iran. ElBaradei membahas tantangan pemantauan dan pengendalian program nuklir, serta upaya mencegah penyebaran senjata nuklir. Ia menekankan bahwa keamanan nasional terkait dengan keamanan individu. Ia berpendapat bahwa pelucutan senjata sangat penting tetapi juga menyoroti perlunya komitmen universal terhadap martabat manusia, nilai-nilai demokrasi, dan bebas dari keinginan. Ia mengkritik standar ganda dalam hubungan internasional, khususnya dalam cara berbagai negara diperlakukan terkait program nuklir mereka. ElBaradei berpendapat bagi pendekatan yang lebih adil dan konsisten terhadap keamanan global.
ElBaradei berpendapat bahwa senjata nuklir harus didelegitimasi. Ini melibatkan pengembangan sistem keamanan alternatif yang tak bergantung pada pencegahan nuklir. Ia juga menekankan perlunya menyediakan langkah-langkah keamanan inklusif dimana negara-negara tak merasa terancam dan dengan demikian, tak perlu memperoleh senjata nuklir sebagai pencegahan. Ia menggarisbawahi bahwa keamanan negara terkait dengan keamanan individu. Ia menganjurkan komitmen universal terhadap martabat manusia, nilai-nilai demokrasi, dan kebebasan dari keinginan. Pendekatan ini penting untuk mengurangi faktor pendorong proliferasi nuklir, seperti ketidakstabilan, ketidakamanan, serta kesenjangan ekonomi dan sosial.

Penggunaan senjata nuklir akan menyebabkan kerusakan besar dan jangka panjang, termasuk kerusakan yang meluas, keracunan radiasi, dan dampak yang berpotensi menimbulkan bencana bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Sebagian besar penelitian sepakat bahwa meledakkan senjata atom pada dasarnya tak bermoral karena efek-efek katastrofisnya. Penangkalan nuklir melibatkan risiko terhadap nyawa warga sipil yang tak bersalah, yang secara moral bermasalah. Ancaman pembalasan nuklir dapat menyebabkan situasi dimana warga sipil terjebak dalam baku tembak, sehingga penangkalan tak dapat diterima secara moral.
Penggunaan teknologi nuklir menimbulkan pertanyaan tentang penerimaan dan tanggungjawab publik. Dinyatakan bahwa proses teknologi harus tunduk pada pengawasan dan diskusi publik yang konstan agar memastikan bahwa proses tersebut melayani nilai-nilai kemanusiaan dan tak mengabaikannya. Alternatif etis penangkalan nuklir kerap dilihat sebagai pelucutan senjata bilateral, dimana kedua negara sepakat mundur dari senjata nuklir. Pendekatan ini bertujuan mengurangi risiko perang nuklir dan mendorong kerja sama internasional.
Cynthia C. Kelly menyajikan kompilasi wawasan dan catatan sejarah yang terkait dengan peran J. Robert Oppenheimer dalam Proyek Manhattan. J. Robert Oppenheimer memberikan kontribusi berarti bagi Proyek Manhattan, yang merupakan upaya penting selama Perang Dunia II, bertujuan mengembangkan bom atom pertama. Ia diangkat sebagai direktur ilmiah Proyek Manhattan pada tahun 1942. Oppenheimer mengumpulkan tim ilmuwan yang hebat, termasuk Enrico Fermi dan Richard Feynman, bekerjasama dalam proyek tersebut. Puncak upaya mereka adalah uji coba nuklir Trinity yang berhasil pada bulan Juli 1945, yang menandai ledakan pertama bom atom. Ia memilih dataran tinggi Los Alamos, dekat Santa Fe, New Mexico, sebagai lokasi laboratorium tempat proyek tersebut dilakukan. Pembuatan bom atom, di bawah kepemimpinan Oppenheimer, mengubah lanskap geopolitik global. Hal itu mengakhiri Perang Dunia II, namun menandai pula dimulainya Perang Dingin, mendefinisikan ulang hubungan internasional dan membangun iklim pencegahan.
Usai perang, Oppenheimer menjadi pendukung vokal pengendalian senjata nuklir internasional. Advokasinya merupakan bagian dari perdebatan pascaperang tentang penggunaan dan regulasi teknologi nuklir, meskipun juga dirusak oleh kontroversi dan tuduhan ketidaksetiaan. Oppenheimer merasa sangat bersalah tentang penciptaan bom atom. Ia sering merujuk pada legenda Prometheus, yang mencerminkan pengakuannya terhadap kejahatan dan pengetahuan lama tentangnya, yang menyertai kekuatan baru manusia. Rasa bersalah ini bukan hanya tentang penggunaan bom selama Perang Dunia II, melainkan pula tentang perlombaan senjata yang terjadi setelahnya dan ancaman terhadap peradaban yang ditimbulkannya. Ia dengan keras menentang pengembangan bom hidrogen, yang menurutnya lebih merusak daripada yang dapat dikendalikan manusia secara bertanggungjawab. Penentangan ini menempatkannya dalam konflik langsung dengan rekannya di Manhattan Project, Edward Teller, yang merupakan pendukung kuat H-bomb. Kode moral pribadinya rumit dan tak ditentukan oleh satu agama atau budaya. Ia mencari pertobatan atas kesalahan masa lalunya melalui berbagai teks keagamaan, termasuk Hinduisme, dan sangat berkonflik dengan dampak karyanya. Konflik moral batin ini, terus berlanjut hingga kematiannya, saat ia bergulat dengan pertanyaan akankah bom membawa kehidupan melalui tenaga nuklir atau kehancuran. Konflik-konflik ini menyoroti dilema etika dan politik yang dihadapi Oppenheimer, baik selama maupun setelah keterlibatannya dalam Proyek Manhattan. Keyakinan pribadinya tentang demokrasi, etika, dan penggunaan pengetahuan ilmiah yang bertanggungjawab, kerap berbenturan dengan realitas saat itu, menyebabkan tantangan-tantangan personal dan profesional yang berarti.

Robert D. Blackwill dan Jennifer M. Harris menyoroti integrasi strategis perangkat ekonomi ke dalam kebijakan luar negeri, dengan menekankan pentingnya memanfaatkan kekuatan ekonomi dalam mencapai tujuan geopolitik. Blackwill dan Harris menggambarkan bahwa penggunaan instrumen ekonomi mencakup berbagai perangkat semisal kebijakan perdagangan, kebijakan investasi, sanksi ekonomi dan keuangan, kebijakan siber, keuangan, dan moneter, serta energi dan komoditas sebagai 'geoekonomi.' Mereka mendefinisikan 'geoekonomi' sebagai penggunaan instrumen ekonomi dalam menggalakkan dan mempertahankan kepentingan nasional dan menghasilkan perolehan geopolitik yang menguntungkan. Definisi ini mencakup pula dampak tindakan ekonomi negara lain terhadap tujuan geopolitik sebuah negara. Geoekonomi bertujuan memajukan tujuan strategis negara melalui cara ekonomi, ketimbang hanya mengandalkan kekuatan militer. Tujuan utamanya ialah mencapai hasil geopolitik yang menguntungkan negara dengan menggunakan instrumen ekonomi ini.
Blackwill dan Harris berpendapat bahwa Amerika Serikat secara historis terlalu bergantung pada kekuatan militer daripada alat ekonomi dalam memajukan kepentingannya di luar negeri. Kelalaian ini telah menyebabkan kerugian bagi AS dalam persaingan geopolitik, khususnya melawan kekuatan yang sedang naik daun semisal China dan Rusia. Mereka merekomendasikan penggunaan posisi AS sebagai 'energy superpower (negara adikuasa energi)' guna membantu sekutu dan mengamankan kesepakatan perdagangan utama semisal Trans-Pacific Partnership (TPP) dan Transatlantic Trade and Investment Partnership (TTIP) untuk mengimbangi kebijakan geoekonomi China dan Rusia. Mereka berpendapat bahwa jika kebijakan AS tetap tak berubah, negara tersebut akan semakin bergantung pada kekuatan militer dalam melindungi kepentingannya, yang dapat menimbulkan biaya besar dalam bentuk darah dan harta.
Blackwill dan Harris menggarisbawahi meningkatnya penggunaan instrumen ekonomi dalam kebijakan luar negeri, yang merupakan tren dominan dalam geopolitik modern. Negara-negara memanfaatkan instrumen ekonomi dalam mencapai tujuan geopolitik, termasuk kebijakan perdagangan, sanksi, dan manipulasi energi, seperti yang terlihat dalam tindakan China dan Rusia. Mereka menekankan perlunya AS menyesuaikan kebijakan luar negerinya dengan penggunaan instrumen ekonomi dan keuangan yang lebih gencar. Hal ini penting karena negara-negara lain, terutama negara-negara yang tidak liberal, menggunakan strategi geoekonomi bagi keuntungan mereka.
Dengan tidak memanfaatkan instrumen ekonomi, AS berisiko kehilangan posisi sebagai kekuatan dunia. Negara-negara berkembang seperti China dan Rusia semakin menggunakan cara-cara geoekonomi, melemahkan pengaruh Amerika dan memajukan kepentingan mereka. AS akan terpaksa lebih mengandalkan kekuatan militer demi melindungi kepentingannya, yang dapat menimbulkan pengorbanan besar dalam bentuk darah dan harta. Ketergantungan yang berlebihan ini dapat menyebabkan risiko konflik militer yang lebih tinggi dan beban keuangan yang lebih besar. Tanpa strategi geoekonomi yang kuat, AS menjadi lebih rentan terhadap koersi ekonomi dari negara-negara lain. Ini dapat mencakup pembatasan perdagangan, sanksi, dan tindakan ekonomi lainnya yang dapat berdampak signifikan terhadap ekonomi AS.
Dengan tak mengintegrasikan instrumen ekonomi ke dalam kebijakan luar negerinya, AS kehilangan kesempatan untuk mencapai tujuan strategis melalui cara ekonomi. Hal ini dapat menyebabkan hilangnya peluang diplomatik dan ekonomi yang dapat dimanfaatkan dalam memajukan kepentingan AS. Lapangan permainan geoekonomi global condong ke arah AS lantaran meningkatnya penggunaan instrumen ekonomi oleh negara-negara lain. Pergeseran ini dapat mengakibatkan AS berada pada posisi yang kurang menguntungkan dalam persaingan ekonomi dan keamanan internasional. AS akan sulit secara efektif melawan strategi geoekonomi yang digunakan oleh negara-negara yang sedang bangkit seperti China dan Rusia. Hal ini dapat menyebabkan penurunan pengaruh dan kekuatan AS relatif terhadap negara-negara ini. Mengabaikan geoekonomi bagi AS, dapat menyebabkan hilangnya pengaruh global, meningkatnya ketergantungan militer, kerentanan ekonomi, hilangnya peluang strategis, lapangan permainan geoekonomi yang miring, respons yang tak memadai terhadap negara-negara yang sedang bangkit, dan konsekuensi ekonomi yang negatif.
Blackwill dan Harris menekankan pentingnya memanfaatkan instrumen ekonomi untuk mempengaruhi musuh dan mencapai tujuan strategis. Mereka berpendapat bahwa langkah-langkah ekonomi dapat menjadi instrumen pengaruh yang kuat, yang mampu membentuk hasil internasional tanpa harus menggunakan kekuatan militer. Akan tetapi, mereka tak menganjurkan pengabaian total kekuatan militer; sebaliknya, mereka menyarankan agar para pembuat kebijakan mempertimbangkan pendekatan yang lebih komprehensif yang mencakup statecraft ekonomi di samping alat-alat militer tradisional.
Penggunaan perangkat ekonomi bukan berarti harus meninggalkan kekuatan militer. Sebaliknya, hal itu menunjukkan pendekatan yang lebih bernuansa mencakup berbagai instrumen yang lebih luas guna mencapai tujuan strategis. Langkah-langkah ekonomi dapat menjadi perangkat yang ampuh dalam membentuk hasil internasional tanpa harus menggunakan kekuatan militer.

David A. Baldwin menyoroti pentingnya statecraft ekonomi sebagai alat yang ampuh dalam kebijakan luar negeri, yang mampu mempengaruhi hubungan internasional dengan cara yang kompleks dan beragam. Statecraft mengacu pada seni dan praktik menjalankan urusan negara, yang mencakup berbagai teknik dan strategi yang digunakan oleh pemerintah guna mencapai tujuan kebijakan luar negeri mereka. Ini melibatkan penggunaan kekuatan dan pengaruh yang terampil mengelola hubungan internasional, yang kerap mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu semisal ekonomi, politik, psikologi, filsafat, sejarah, hukum, dan sosiologi. Statecraft telah dipraktikkan sepanjang sejarah, dengan contoh-contoh penting termasuk boikot perdagangan Athena kuno dan sanksi modern.
David A. Baldwin membedakan statecraft ekonomi dari bentuk-bentuk statecraft lainnya dengan mendefinisikannya sebagai 'upaya pengaruh pemerintah, yang mengandalkan sumber daya, terutama yang memiliki kemiripan yang wajar dengan harga pasar dalam bentuk uang'. Definisi luas ini mencakup berbagai alat ekonomi yang digunakan mempengaruhi aktor internasional lainnya, termasuk bantuan luar negeri, kebijakan perdagangan, dan sanksi. Statecraft ekonomi bergantung pada sumber daya yang memiliki harga pasar, semisal uang, perdagangan, dan arus modal. Baldwin mendefinisikan statecraft ekonomi sebagai upaya pengaruh, yang bermakna bahwa hasil yang diinginkan tak harus terbatas pada istilah ekonomi. melainkan dapat mencakup dampak strategis dan politik yang lebih luas. Ia membagi statecraft ekonomi menjadi dua kategori besar: sanksi negatif (hukuman aktual atau yang mengancam) dan sanksi positif (hadiah aktual atau yang dijanjikan). Baldwin menantang pandangan konvensional bahwa alat ekonomi kebijakan luar negeri tak berfungsi, dengan menyatakan bahwa kegunaannya telah diremehkan secara sistematis karena ketidakcukupan dalam kerangka analitis.
Baldwin berpendapat bahwa kegunaan teknik ekonomi statecraft telah diremehkan secara sistematis. Hal ini karena kerangka analitis tradisional memiliki kekurangan yang menyebabkan estimasi yang keliru atas efektivitasnya. Ia mendefinisikan statecraft ekonomi secara luas tak semata mencakup sarana ekonomi, melainkan pula upaya pengaruh yang lebih luas, yang ditujukan membentuk perilaku negara lain. Hasil yang diinginkan dari statecraft ekonomi tak harus terbatas pada istilah ekonomi. Sebaliknya, dikonseptualisasikan sebagai 'upaya pengaruh,' yang berarti nerupaya mempengaruhi perilaku negara lain dengan cara apa pun, ekonomi atau lainnya.
Statecraft ekonomi adalah cara yang digunakan negara dalam mempengaruhi negara lain. Dengan menggunakan alat ekonomi semisal bantuan luar negeri, kebijakan perdagangan, dan sanksi, negara dapat membentuk perilaku negara lain, dan dengan demikian, mempengaruhi kekuatan nasional mereka. Statecraft ekonomi sering digunakan dalam proses tawar-menawar. Negara menggunakan cara ekonomi bernegosiasi dengan negara lain, yang dapat menyebabkan perubahan dalam dinamika kekuatan nasional. Contohnya, menawarkan bantuan luar negeri atau menjatuhkan sanksi dapat digunakan mempengaruhi perilaku negara lain. Perdagangan luar negeri dan bantuan luar negeri merupakan alat penting dalam statecraft ekonomi. Alat-alat ini dapat digunakan memperkuat atau melemahkan posisi ssebuah negara dalam hubungan internasional, dengan demikian mempengaruhi kekuatan nasionalnya.
Baldwin juga membahas moralitas dan legalitas statecraft ekonomi. Ia berpendapat bahwa meskipun sanksi dan penghargaan ekonomi dapat berdampak signifikan pada kekuatan nasional, sanksi dan penghargaan tersebut harus digunakan secara etis dan legal guna menghindari konsekuensi yang tak diinginkan. Legalitas sanksi ekonomi unilateral menjadi subjek banyak perdebatan dan perbedaan pendapat dalam bidang hukum internasional. Sanksi ekonomi dapat menimbulkan biaya kemanusiaan yang signifikan, termasuk kekurangan gizi, kurangnya perawatan medis darurat, dan perampasan kebutuhan dalam bertahan hidup. Sanksi ekonomi juga dapat menyebabkan kerugian yang lebih besar bagi populasi yang rentan seperti bayi, orang tua, dan orang sakit. Meskipun tidak efektif dalam mengubah perilaku, sanksi ekonomi punya fungsi simbolis. Sanksi ekonomi menandakan perilaku etis yang dapat diterima dan tidak, membantu membangun norma-norma baru tentang kepercayaan dan perilaku dari waktu ke waktu. Fungsi simbolis ini sangat penting bagi tindakan dan simbol etika dalam membentuk praktik normatif.
Penggunaan sanksi ekonomi menimbulkan dilema etika karena potensi kerugian warga sipil yang besar. Langkah-langkah yang diambil guna meminimalkan kerugian warga sipil kerap tak konsisten dengan sifat sanksi ekonomi, yang secara inheren melibatkan kerusakan ekonomi yang dapat menghancurkan penduduk sipil. Moralitas negara ekonomi bersinggungan dengan legalitasnya. Sementara beberapa pihak berpendapat bahwa negara punya kebebasan ekonomi yang inheren dalam mengubah hubungan mereka, termasuk mengenakan sanksi, pihak lain berpendapat bahwa tindakan koersif, melanggar hukum. Moralitas sanksi sering diperdebatkan dalam hal dampaknya terhadap warga sipil yang tak bersalah dan prediktabilitas hasilnya.

Kita masih lanjut membincangkan tekanan eksternal, yang meliputi pengaruh budaya dan ideologis, serangan siber, perang informasi, ketergantungan ekonomi, dan tekanan lingkungan. Biidzinillah."
Setelah itu, Cattleya melantunkan tembangnya Sting bertajuk Russian,

How can I save my little boy from Oppenheimer's deadly toy?
[Bagaimana ku bisa menyelamatkan bocah kecilku dari boneka mematikan Oppenheimer?]
There is no monopoly on common sense
[Tiada monopoli pada akal sehat]
On either side of the political fence
[Di kedua sisi pagar politik]
We share the same biology, regardless of ideology
[Kita berbagi biologi yang sama, tanpa memandang ideologi]
Kutipan & Rujukan:
- Robert D. Blackwill and Jennifer M. Harris, War by Other Means: Geoeconomics and Statecraft, 2016,  Belknap Press 
- Robert A. Pape, Bombing to Win: Air Power and Coercion in War, 1996, Cornell University Press
- Mohamed ElBaradei, The Age of Deception: Nuclear Diplomacy in Treacherous Times, 2011, Bloomsbury Publishing
- Cynthia C. Kelly (Ed.), Oppenheimer and the Manhattan Project, 2006, World Scientific Publishing 
- David A. Baldwin, Economic Statecraft, 2020, Princeton University Press