Sabtu, 24 Agustus 2024

Ketika Cattleya Berbicara (9)

"Di sebuah negeri dimana demokrasi pernah sekokoh pohon jati, Dewan Perwakilan Rakyat memutuskan sudah saatnya berladang terasi. Mereka berpikir, “Mengapa gak mangkas cabang-cabang Mahkamah Konstitusi? Lagian, siapa sih yang peduli, checks and balances kalo kita bisa berkuasa tanpa terbatasi?”

Seiring berjalannya hari, tagar #PeringatanDarurat menjadi tren di media sosial, gerakan dengan lambang nasional berlatar biru menjadi simbol. Meme dan postingan satire membanjiri internet, didorong oleh ketidakpuasan rakyat terhadap rezim dan kekecewaan pada kartel politik. Salah satu gambar yang teramat populer menunjukkan seorang wakil rakyat mencoba memadamkan kebakaran hutan dengan selang taman, mengilustrasikan absurditas upaya pemerintah meredam kerusuhan yang semakin membesar dengan langkah-langkah dangkal. Meme lain menggambarkan para politisi sebagai tukang kebun, yang dengan putus asa mencoba memangkas 'gulma' perlawanan sambil mengabaikan hutan korupsi dan latarbelakang ketidakkompetenan mereka.

Pada 22 Agustus 2024, warga Jakarta, bersenjatakan suara dan cinta mendalamnya terhadap demokrasi, berkumpul di luar Gedung Dewan. Mereka disambut oleh pagar yang seakan berkata, 'Kalian gak bakalan bisa ngelewatin gua!' Namun sang pagar telah meremehkan tekad rakyat. Bersatu-padu mereka mendorongnya, menerobos penghalang, membuktikan bahwa bahkan langkan sekuat apapun takkan sanggup menahan kehendak rakyat.

Di dalam, para wakil rakyat sibuk berdebat tentang cara terbaik mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi. 'Anggap aja putusannya kagak ada, bilangin aja itu ilang,” saran salah seorang. Yang lain menimpali, 'Atau kita bisa nulis ulang undang-undang sesuai kebutuhan kita. Siapa sih yang berani halangin kita?'
Sementara itu, di luar, para pengunjuk rasa disambut dengan meriam air. 'Ah, air mandi yang bikin seger,' sahut mereka dalam hati, sembari tetap bertahan. Upaya pemerintah memadamkan api perlawanan semata menyulut api perjuangan yang lebih besar.

Keadaan ini sesungguhnya dapat dipandang sebagai cerminan 'social unrest' yang semakin terasa di kalangan rakyat. Kepercayaan publik terhadap pemerintah telah terkikis seiring waktu, didorong oleh keprihatinan tentang korupsi, tantangan ekonomi, dan upaya yang dipandang merongrong lembaga demokrasi. 'Resistensi Jakarta 2024', titik balik, hari ketika rakyat Indonesia bangkit demi demokrasi mereka, membuktikan bahwa tak ada dinding, seberapa pun tingginya, yang mampu menahan spirit kerakyatan. Protes serupa terjadi di beberapa kota di Indonesia. Selain di Jakarta, demonstrasi juga terjadi di Yogyakarta, Semarang, Makassar, Bandung, Surabaya, Padang, Surakarta, Malang, Tasikmalaya, Jambi, Bandar Lampung, Ambon, Bengkulu, Cirebon, Kendari, Palembang, Samarinda, Bekasi, Banjarmasin, Balikpapan, Palu, Gorontalo, Mataram, Kupang, Pekanbaru, dan Banda Aceh. Protes yang meluas ini, merefleksikan ketidakpuasan dan keresahan masyarakat terhadap tindakan pemerintah dan upaya melemahkan proses demokrasi.
Saat protes berlanjut, kerumunan mulai mendendangkan senandung 'Uprising'-nya Muse, suara mereka bergema bertalu: 'They will not force us. They will stop degrading us. They will not control us. We will be victorious.' Tembang ini—dalam makna metaforis—menjadi himne perlawanan, bergaung di jalan-jalan dan melambangkan tekad yang tak tergoyahkan merebut kembali demokrasi."

"Sekarang, yuk kita lanjutin topik kita," kata Cattleya. "Tantangan-tantangan demografi merupakan faktor penting bagi sebuah negara lantaran secara langsung mempengaruhi berbagai aspek lanskap sosial, ekonomi, dan politik negara. Tantangan-tantangan demografi merujuk pada kerumitan atau masalah yang muncul akibat perubahan struktur populasi negara atau wilayah. Tantangan-tangan ini dapat berasal dari berbagai tren demografi, termasuk pergeseran distribusi usia, pertumbuhan atau penurunan populasi, pola migrasi, angka kelahiran dan kematian, serta perubahan struktur keluarga. Faktor-faktor ini dapat berdampak signifikan terhadap perekonomian, sistem sosial, stabilitas politik, dan pembangunan negara secara keseluruhan.
Meningkatnya proporsi lansia dalam populasi berdampak tekanan pada sistem pensiun, layanan kesehatan, dan menyusutnya tenaga kerja. Populasi muda yang besar dan berkembang pesat akan menyebabkan desakan pada sistem pendidikan, bursa kerja, dan potensi keresahan sosial jika peluang tak tersedia. Penurunan jumlah penduduk akibat rendahnya angka kelahiran dan tingginya emigrasi berimpak pada kekurangan tenaga kerja, stagnasi ekonomi, dan tantangan dalam mempertahankan layanan publik. Migrasi cepat dari daerah pedesaan ke perkotaan membebani kepadatan penduduk di kota, tekanan pada infrastruktur, dan kebutuhan akan pembangunan perkotaan yang berkesinambungan. Imigrasi skala besar dan integrasi imigran ke dalam masyarakat akan menambah ketegangan sosial dan budaya, tekanan pada layanan publik, dan tantangan dalam mempertahankan kohesi sosial. Kesenjangan yang signifikan dalam rasio lelaki dan perempuan dalam suatu populasi menyebabkan ketidakstabilan sosial, perubahan dalam struktur keluarga, dan potensi peningkatan kejahatan atau kekerasan. Pergeseran dalam dinamika keluarga, semisal menurunnya angka pernikahan, meningkatnya angka perceraian, atau ukuran keluarga yang lebih kecil menandai perubahan dalam kebutuhan perumahan, layanan sosial, dan sistem pendukung bagi anak-anak dan lansia.
Tantangan-tantangan demografi amatlah krusial sebab secara langsung mempengaruhi perkembangan masa depan negara. Guna mengatasi tantangan ini, diperlukan perencanaan dan kebijakan strategis yang mempertimbangkan tren populasi jangka panjang. Ketidakmampuan melakukannya, dapat menyebabkan kemerosotan ekonomi, keresahan sosial, dan melemahnya lembaga politik. Di sisi lain, pengelolaan tantangan demografi yang efektif, dapat menghasilkan masyarakat yang lebih tangguh, sejahtera, dan persisten.

Ukuran dan distribusi usia populasi menentukan tenaga kerja yang tersedia. Populasi yang menua dapat menyebabkan menyusutnya tenaga kerja, yang berpotensi memperlambat pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan beban pada sistem jaminan sosial. Komposisi populasi sebuah negara dalam hal usia dan pekerjaan, secara langsung mempengaruhi potensi ekonominya. Populasi usia kerja yang besar (biasanya berusia 15-64) dapat berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi melalui produktivitas dan inovasi. Namun, jika sebagian besar populasi lansia (65+), dapat menyebabkan rasio ketergantungan yang lebih tinggi, dimana lebih sedikit pekerja yang mendukung lebih banyak pensiunan. Ini dapat membebani sistem pensiun, mengurangi tabungan, dan meningkatkan pengeluaran pemerintah dalam layanan sosial. Jepang merupakan contoh negara yang menghadapi tantangan karena populasi yang menua. Dengan salah satu proporsi warga lanjut usia tertinggi di dunia, tenaga kerja Jepang menyusut, menyebabkan pertumbuhan ekonomi lebih lambat dan meningkatkan tekanan pada sistem pensiun dan perawatan kesehatan.
Populasi yang lebih muda dapat mendorong produktivitas ekonomi, inovasi, dan kewirausahaan, sedangkan populasi yang lebih tua dapat menyebabkan rasio ketergantungan yang lebih tinggi, dimana lebih sedikit individu usia kerja yang mendukung lebih banyak pensiunan. Populasi yang lebih muda cenderung dinamis, mudah beradaptasi, dan paham teknologi, mendorong pertumbuhan ekonomi. Di sisi lain, populasi yang lebih tua, akan punya banyak pengalaman tetapi tidak cepat beradaptasi dengan teknologi atau tren baru, berpotensi memperlambat pertumbuhan produktivitas. India berpopulasi yang relatif muda, telah berkontribusi pada pertumbuhan ekonominya yang pesat dalam beberapa dekade terakhir. Tenaga kerja muda yang besar menjadi kekuatan pendorong di balik industri teknologi India yang sedang berkembang dan statusnya sebagai pemain utama dalam ekonomi global.

Pemerintah perlu menyesuaikan kebijakan dengan perubahan demografi, semisal reformasi pensiun, pendanaan perawatan kesehatan, dan kebijakan imigrasi. Ketidakberhasilan dalam menangani perubahan ini, dapat menyebabkan keresahan politik dan ketidakpuasan sosial. Perubahan demografi memerlukan perubahan dalam kebijakan pemerintah. Misalnya, populasi yang menua akan memerlukan reformasi pensiun guna memastikan bahwa sistem jaminan sosial tetap berlangsung. Pendanaan perawatan kesehatan akan perlu ditingkatkan agar mengakomodasi permintaan yang terus meningkat. Ketidakmampuan dalam menyesuaikan kebijakan dengan realitas demografi dapat berakibat ketidakpuasan publik dan keresahan politik, karena warga negara akan merasa bahwa kebutuhan mereka tak terpenuhi. Prancis, harus menyesuaikan sistem pensiunnya beberapa kali disebabkan perubahan demografi. Reformasi terkini yang ditujukan untuk menaikkan usia pensiun telah memicu protes yang meluas, menggarisbawahi ketegangan antara realitas demografi dan harapan publik.
Pergeseran demografi dapat mempengaruhi representasi dan pengaruh politik. Misalnya, wilayah dengan populasi yang lebih muda akan menuntut kebijakan yang berbeda dibanding dengan wilayah dengan demografi yang lebih tua. Pergeseran demografi dapat mengubah lanskap politik. Misalnya, jika wilayah perkotaan tumbuh karena migrasi internal, wilayah tersebut dapat memperoleh lebih banyak representasi politik, yang mempengaruhi prioritas kebijakan nasional. Sebaliknya, wilayah pedesaan dengan populasi yang menurun akan kehilangan pengaruh politik, yang menyebabkan ketegangan antara wilayah atau demografi yang berbeda di dalam negeri. Amerika Serikat telah mengalami pergeseran dalam representasi politik oleh perubahan demografi. Misalnya, negara bagian seperti Texas dan Florida memperoleh pengaruh politik dalam pemilihan umum baru-baru ini karena pertumbuhan populasi, sementara negara bagian di Midwest mengalami penurunan kekuatan politik, yang mempengaruhi perdebatan kebijakan nasional.

Imigrasi dapat mengubah susunan demografi sebuah negara, yang mengarah pada tantangan dalam mengintegrasikan populasi baru dan mempertahankan identitas budaya. Keseimbangan antara melestarikan identitas nasional dan merangkul multikulturalisme sering menjadi titik pertikaian. Imigrasi dapat secara signifikan mengubah susunan demografi negara. Sementara imigrasi dapat membawa manfaat ekonomi, seperti mengisi kekurangan tenaga kerja, juga dapat menyebabkan tantangan dalam mengintegrasikan populasi baru ke dalam tatanan sosial yang ada. Isu-isu seperti asimilasi budaya, hambatan bahasa, dan kohesi sosial menjadi penting. Jika tak dikelola dengan baik, tantangan-tantangan ini dapat menyebabkan perpecahan dan ketegangan sosial. Swedia telah mengalami imigrasi yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir, mengarah pada tantangan dalam mengintegrasikan pendatang baru ke dalam tatanan sosial yang ada. Hal ini telah memicu perdebatan tentang identitas nasional, multikulturalisme, dan peran imigran dalam masyarakat.
Perubahan demografi dapat mempengaruhi penggunaan bahasa dan pelestarian pusaka peninggalan budaya, terutama di wilayah yang jumlah penduduk aslinya menurun. Perubahan demografi dapat mempengaruhi penggunaan dan pelestarian bahasa dan warisan budaya. Misalnya, jika generasi muda lebih cenderung mengadopsi bahasa global semisal bahasa Inggris daripada bahasa ibu mereka, dapat menyebabkan terkikisnya keragaman bahasa. Demikian pula, praktik dan tradisi budaya akan terancam jika tak diwariskan kepada generasi muda, yang menyebabkan hilangnya identitas budaya seiring berjalannya waktu. Wales di Inggris telah melihat upaya melestarikan bahasa Welsh dalam menghadapi penurunan jumlah penutur asli. Pemerintah telah menerapkan kebijakan mengedepankan penggunaan bahasa Welsh di sekolah dan kehidupan publik guna mempertahankan warisan bahasa dan budaya.

Pertumbuhan populasi yang cepat dapat membebani sumber daya semisal makanan, air, dan perumahan, menyebabkan potensi konflik atas alokasi sumber daya. Pertumbuhan populasi yang cepat dapat memberikan tekanan berarti pada sumber daya alam semisal air, makanan, dan energi. Jika permintaan melebihi pasokan, dapat menyebabkan konflik atas alokasi sumber daya, baik di dalam maupun antarnegara. Kelebihan populasi di daerah perkotaan juga dapat mengakibatkan kepadatan penduduk, kondisi kehidupan yang buruk, dan peningkatan angka kejahatan, semuanya dapat merusak keamanan nasional. Mesir menghadapi tekanan cukup kuat dari pertumbuhan populasi yang cepat, telah membebani sumber daya seperti air dan lahan yang subur. Kelangkaan sumber daya, khususnya air dari Sungai Nil, berpotensi menyebabkan ketidakstabilan internal dan ketegangan dengan negara-negara tetangga semisal Ethiopia.
Komposisi demografi juga mempengaruhi perekrutan militer. Negara-negara dengan populasi yang lebih muda akan memiliki kumpulan calon rekrutan yang lebih besar sementara populasi yang menua akan kesulitan mempertahankan pasukan militer yang cukup. Kemampuan negara dalam mempertahankan militer yang kuat, sebagian bergantung pada komposisi demografi penduduknya. Negara-negara dengan populasi yang besar dan muda punya kumpulan lebih besar merekrut tentara. Sebaliknya, negara-negara dengan populasi yang menua akan kesulitan menemukan cukup banyak rekrutan, berpotensi melemahkan kemampuan pertahanannya. Rusia telah menghadapi tantangan dalam mempertahankan militer yang kuat karena populasinya menurun, terutama di daerah pedesaan. Pemerintah telah menerapkan berbagai insentif agar mendorong dinas militer, tapi kumpulan rekrutan muda yang bugar yang menyusut, tetap menjadi perhatian bagi keamanan nasional.

Negara-negara dengan populasi besar dan terus bertambah kerap berpengaruh lebih besar dalam urusan global oleh ukuran pasar, tenaga kerja, dan potensi inovasinya. Negara-negara dengan populasi besar dan terus bertambah, semisal China dan India, sering berpengaruh global signifikan lantaran potensi ekonomi dan pasar konsumen besarnya. Ukuran demografinya, memberi pengaruh dalam negosiasi internasional, perjanjian perdagangan, dan masalah geopolitik. Negara-negara ini juga dapat mendorong tren global dalam teknologi, budaya, dan ekonomi. Populasi China yang besar telah menjadi faktor kunci dalam pengaruh globalnya, terutama dalam perdagangan dan manufaktur. Ukuran pasar domestiknya yang amat besar, menjadikan China sebagai pemain penting dalam negosiasi perdagangan internasional dan tren ekonomi global.
Tekanan-tekanan demografi, seumpama kelebihan populasi atau penuaan, dapat mendorong arus migrasi, yang mempengaruhi politik global dan hubungan bilateral. Tantangan demografi, seperti kelebihan populasi atau penuaan, dapat menyebabkan peningkatan migrasi. Negara-negara yang mengalami penurunan populasi dapat mendorong imigrasi guna mengisi ulang tenaga kerjanya, sementara negara-negara yang menghadapi kelebihan populasi akan mengalami emigrasi yang signifikan. Pola migrasi ini dapat mempengaruhi politik global, karena dapat menyebabkan perubahan dalam hubungan bilateral, pertukaran budaya, dan bahkan strategi geopolitik. Meksiko dan negara-negara Amerika Tengah telah mengalami emigrasi yang signifikan ke Amerika Serikat karena tekanan ekonomi dan demografi. Migrasi ini berdampak mendalam pada kebijakan imigrasi AS, keamanan perbatasan, dan hubungan bilateral antara AS dan negara-negara Amerika Latin.

Berikut ini beberapa negara tambahan yang terdampak signifikan oleh tantangan-tantangan demografi. Italia mengalami populasi menua dan angka kelahiran rendah. Italia salah satu populasi tertua di dunia dan salah satu angka kelahiran terendah. Hal ini menyebabkan menyusutnya tenaga kerja, stagnasi ekonomi, dan meningkatnya tekanan pada sistem pensiun dan perawatan kesehatan. Negara ini berusaha mempertahankan pertumbuhan ekonomi dan mempertahankan program kesejahteraan sosialnya lantaran meningkatnya jumlah pensiunan ketimbang populasi usia kerja.
Rusia telah mengalami penurunan dan penuaan penduduk. Rusia menghadapi penurunan populasi karena angka kelahiran yang rendah, angka kematian yang tinggi, dan emigrasi. Penurunan demografi negara tersebut mengancam kekuatan ekonomi dan militernya dalam jangka panjang. Selain itu, populasi yang menua membebani layanan sosial, dan wilayah dengan penurunan populasi yang signifikan menghadapi tantangan ekonomi dan sosial, semisal penurunan ekonomi lokal dan depopulasi daerah pedesaan.
Korea Selatan bertingkat kelahiran yang teramat rendah dan populasi menua. Korea Selatan merupakan salah satu tingkat kesuburan terendah di dunia, menyebabkan penduduknya menua dengan cepat. Pergeseran demografi ini, diperkirakan akan menyebabkan penurunan yang signifikan pada populasi usia kerja, yang memberi tekanan pada pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan rasio ketergantungan. Pemerintah menghadapi tantangan dalam mereformasi sistem pensiun dan mengadaptasi pasar tenaga kerja dengan struktur demografi yang berubah.
Spanyol mengalami tingkat kelahiran rendah dan populasi yang menua. Mirip dengan negara-negara Eropa Selatan lainnya, Spanyol menghadapi tantangan ganda, yakni tingkat kelahiran rendah dan populasi yang menua. Hal ini mengakibatkan menyusutnya tenaga kerja dan meningkatnya tekanan pada sistem pensiun publik dan perawatan kesehatan. Pemulihan ekonomi dari krisis keuangan 2008 berjalan lambat, sebagian karena faktor demografi ini.
Bulgaria menyaksikan penurunan populasinya dan emigrasi. Bulgaria merupakan salah satu negara dengan tingkat penyusutan penduduk tercepat di dunia oleh angka kelahiran rendah, angka kematian yang tinggi, dan emigrasi yang signifikan, khususnya di kalangan anak muda yang mencari peluang lebih baik di luar negeri. Penurunan populasi ini telah menyebabkan kekurangan tenaga kerja, stagnasi ekonomi, dan tantangan dalam mempertahankan layanan publik dan infrastruktur di daerah pedesaan.
Ukraina mengalami penurunan dan penuaan penduduk. Ukraina telah mengalami penurunan populasi yang signifikan karena angka kelahiran rendah, angka kematian tinggi, dan emigrasi, terutama sejak aneksasi Krimea dan konflik berkepanjangan di Ukraina Timur. Penurunan demografi menimbulkan tantangan serius bagi pemulihan ekonomi negara, stabilitas sosial, dan kemampuan mempertahankan militer yang kuat.
Jepang mengalami penuaan penduduk yang teramat ekstrem. Tantangan demografi Jepang termasuk yang paling parah di dunia, dengan populasi menua dengan cepat dan salah satu harapan hidup tertinggi. Populasi usia kerja yang menyusut, telah menyebabkan kekurangan tenaga kerja, pertumbuhan ekonomi yang lambat, dan meningkatnya biaya perawatan kesehatan dan pensiun. Upaya Jepang mengatasi masalah ini, meliputi peningkatan usia pensiun, mendorong partisipasi perempuan dan lansia dalam angkatan kerja, dan mempromosikan otomatisasi dan AI guna mengimbangi kekurangan tenaga kerja.
Portugal memiliki angka kelahiran rendah dan populasi yang menua. Portugal menghadapi krisis demografi, serupa dengan negara-negara Eropa Selatan lainnya, dengan angka kelahiran rendah dan peningkatan proporsi warga lanjut usia. Negara ini telah berjuang melawan stagnasi ekonomi dan depopulasi, terutama di daerah pedesaan, menyebabkan tantangan dalam mempertahankan pertumbuhan ekonomi dan menyediakan layanan sosial yang memadai.
Hongaria mengalami penurunan dan penuaan populasi. Penduduk Hongaria terus menurun oleh angka kelahiran rendah dan emigrasi. Pemerintah telah menerapkan berbagai kebijakan guna mendorong angka kelahiran yang lebih tinggi, semisl menawarkan insentif keuangan bagi keluarga dengan banyak anak. Namun, penurunan demografi terus menimbulkan ancaman bagi keberlanjutan ekonomi jangka panjang negara tersebut.
Yunani menghadapi tantangan berupa angka kelahiran rendah dan migrasi ekonomi. Yunani telah menghadapi tantangan demografi yang signifikan, khususnya sejak krisis keuangan tahun 2008. Kemerosotan ekonomi menyebabkan gelombang emigrasi, terutama di kalangan kaum muda, yang semakin memperburuk angka kelahiran rendah dan populasi menua di negara tersebut. Penurunan demografi ini, telah menghambat pemulihan ekonomi Yunani dan memberikan tekanan tambahan pada sistem kesejahteraan sosialnya.

Tantangan demografi Indonesia kerap memiliki beberapa masalah utama yang terkait dengan tren populasi negara ini, yang berimplikasi signifikan terhadap pembangunan ekonomi, stabilitas sosial, dan keberlanjutan lingkungan. Indonesia punya populasi muda yang besar dan terus bertambah, sering disebut sebagai 'youth bulge'. Negara ini belum sepenuhnya memanfaatkan bonus demografi ini, lantaran penciptaan lapangan kerja dan pendidikan tak memadai, serta ketidaksesuaian keterampilan. Penilaian internasional atas kinerja siswa, semisal pemeringkatan Programme for International Student Assessment (PISA), seringkali menunjukkan bahwa siswa Indonesia tertinggal dari siswa di negara lain, sehingga menimbulkan keprihatinan tentang daya saing tenaga kerja di masa mendatang. Sistem pendidikan Indonesia tak cukup mempersiapkan generasi muda menghadapi tantangan ekonomi abad ke-21. Ada kekhawatiran bahwa kualitas pendidikan tidak konsisten, menyebabkan tenaga kerja tak sepenuhnya siap bersaing dalam ekonomi global.
Kekhawatirannya, jika kaum muda tak mendapatkan pekerjaan yang berarti, dapat menyebabkan peningkatan keresahan sosial, tingkat kejahatan lebih tinggi, dan stagnasi ekonomi. Tingkat pengangguran kaum muda yang tinggi dan setengah pengangguran di daerah pedesaan, sering dikutip sebagai bukti bahwa kebijakan pemerintah belum secara efektif mengatasi tantangan populasi muda yang terus bertambah.
Statistik dari BPS yang menunjukkan bahwa 9,89 juta atau 22,5% Gen Z di Indonesia menganggur hingga Agustus 2023 telah meningkat signifikan. Tingkat pengangguran yang tinggi di kalangan kaum muda ini mengarisbawahi masalah sistemik dalam penyelarasan pendidikan dan bursa kerja, serta perlunya kebijakan pemerintah yang lebih efektif guna mengatasi pengangguran kaum muda. Banyak analis luar negeri menunjukkan bahwa ada ketidaksesuaian yang signifikan antara keterampilan yang diperoleh kaum muda melalui pendidikan dan tuntutan bursa kerja. Kesenjangan ini dipandang sebagai hambatan utama pekerjaan bagi Gen Z. Para ahli memperingatkan bahwa tingkat pengangguran yang tinggi di kalangan kaum muda dapat menghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan sebagian besar penduduk tak berkontribusi pada perekonomian, negara ini akan sulit mencapai tujuan ekonomi jangka panjangnya. Ada kekhawatiran tentang implikasi sosial dari pengangguran kaum muda, termasuk meningkatnya angka kejahatan dan keresahan sosial. Frustrasi dan kurangnya kesempatan dapat menyebabkan tantangan sosial yang berarti. Para pengamat luar menekankan perlunya reformasi kebijakan yang komprehensif dalam mengatasi masalah ini. Mereka menyarankan agar pemerintah Indonesia fokus pada peningkatan pelatihan kejuruan, menyelaraskan pendidikan dengan kebutuhan pasar, dan menciptakan lebih banyak kesempatan kerja bagi kaum muda.
Para pengamat luar telah menyuarakan beberapa kekhawatiran tentang konsekuensi jangka panjang tingginya pengangguran di kalangan pemuda di Indonesia. Mereka memperingatkan bahwa pengangguran tinggi yang berkepanjangan di kalangan pemuda dapat menyebabkan stagnasi ekonomi. Dengan sebagian besar penduduk tak berkontribusi terhadap ekonomi, pertumbuhan dapat melambat, mempengaruhi kesehatan ekonomi negara secara keseluruhan. Ada risiko 'brain drain', dimana individu muda yang berbakat mencari peluang di luar negeri, menyebabkan hilangnya tenaga kerja terampil dan potensi inovasi di Indonesia. Pengangguran yang terus-menerus dapat memperburuk ketimpangan ekonomi, memperlebar kesenjangan antara mereka yang berakses ke peluang dan mereka yang tidak. Hal ini dapat menyebabkan kesenjangan sosial dan ekonomi jangka panjang. Tingkat pengangguran yang tinggi di kalangan pemuda dapat menyebabkan ketidakstabilan sosial, termasuk peningkatan angka kejahatan dan keresahan sosial. Frustrasi dan kurangnya prospek dapat memicu ketidakpuasan dan berpotensi mengganggu stabilitas masyarakat. Dampak jangka panjang pada generasi muda saat ini, bisa sangat besar, mempengaruhi pendapatan seumur hidup, perkembangan karier, dan kualitas hidup mereka secara keseluruhan. Dampak antargenerasi ini juga dapat berdampak pada generasi mendatang. Pengamat luar menekankan perlunya upaya yang komprehensif dan berkelanjutan dalam mengatasi masalah ini, termasuk reformasi dalam pendidikan, penciptaan lapangan kerja, dan dukungan kewirausahaan. Mereka juga menekankan pentingnya kerjasama internasional dan pembelajaran dari praktik terbaik di negara lain guna mengatasi pengangguran kaum muda secara efektif.

Urbanisasi yang pesat di Indonesia telah menimbulkan berbagai tantangan berarti, termasuk kota yang penuh sesak, infrastruktur tak memadai, dan degradasi lingkungan. Perencanaan kota dan pembangunan infrastruktur pemerintah belum mengimbangi masuknya penduduk ke daerah perkotaan, menyebabkan daerah kumuh, kemacetan lalu lintas, dan polusi. Meskipun Indonesia secara keseluruhan masih berpopulasi relatif muda, para pengamat memperingatkan bahwa negara ini tak cukup siap menghadapi populasi yang menua. Dengan perbaikan dalam perawatan kesehatan, harapan hidup meningkat, tetapi negara ini tak memiliki sistem jaminan sosial yang kuat dan infrastruktur perawatan kesehatan yang memadai bagi para lansia. Para pengamat berpendapat bahwa tanpa perencanaan yang tepat, Indonesia dapat menghadapi tantangan ekonomi dan sosial yang signifikan seiring bertambahnya populasi penduduknya. Sistem pensiun saat ini di Indonesia dianggap tak memadai dalam mendukung populasi lansia yang besar, dan ada kekhawatiran tentang keberlanjutan layanan perawatan kesehatan seiring bertambahnya populasi lansia.
Para pengamat menunjukkan adanya kesenjangan regional yang lebar dalam pertumbuhan penduduk dan pembangunan ekonomi. Sementara Jawa dan pulau-pulau besar lainnya padat penduduk dan terurbanisasi, wilayah lain, khususnya di Indonesia Timur, menghadapi depopulasi dan kurangnya akses ke layanan dasar. Ketidakseimbangan ini, menyebabkan pembangunan ekonomi yang tak merata dan kesenjangan sosial. Papua dan provinsi-provinsi Timur Indonesia lainnya, berkepadatan penduduk lebih rendah dan menghadapi tantangan dalam menarik investasi dan menyediakan layanan publik yang memadai, menyebabkan pertumbuhan ekonomi lebih lambat dibanding wilayah yang lebih maju semisal Jawa dan Bali.
Pertumbuhan penduduk dan urbanisasi di Indonesia, terkait dengan berbagai tantangan lingkungan, termasuk penggundulan hutan, hilangnya keanekaragaman hayati, dan polusi. Para pengamat berpendapat bahwa pemerintah belum melakukan upaya yang cukup dalam menyeimbangkan pembangunan dengan perlindungan lingkungan, yang mengakibatkan risiko jangka panjang bagi sumber daya alam dan ekosistem negara ini. Deforestasi di sebagian besar wilayah Kalimantan dan Sumatera bagi perkebunan kelapa sawit, didorong oleh tekanan penduduk dan pertumbuhan ekonomi, mengakibatkan hilangnya habitat dan berkontribusi terhadap perubahan iklim.
Indonesia merupakan negara pengimpor utama bahan pangan pokok semisal beras dan kedelai, dan ketergantungan pada impor ini dapat menjadi masalah serius jika rantai pasokan global terganggu atau jika produksi dalam negeri tak membaik. Dengan populasi yang terus bertambah, ada kekhawatiran bahwa produktivitas pertanian negara ini, takkan dapat mengimbangi pertumbuhan populasi, yang menyebabkan meningkatnya ketergantungan pada impor pangan dan kerentanan terhadap fluktuasi pasar global.
Kesenjangan kekayaan di Indonesia masih lebar, dengan sebagian kecil penduduk menguasai sebagian besar kekayaan negara, sementara banyak penduduk di daerah pedesaan masih hidup dalam kemiskinan. Kendati ekonomi tumbuh secara keseluruhan, dinamika populasi Indonesia berkontribusi terhadap ketimpangan dan kemiskinan yang terus berlanjut. Manfaat pertumbuhan ekonomi belum merata, dengan kesenjangan yang signifikan antara penduduk perkotaan dan pedesaan, serta antara kelompok sosial ekonomi yang berbeda.

Contoh-contoh yang telah disebutkan, menyoroti bagaimana berbagai tantangan demografi dapat melemahkan struktur ekonomi, sosial, dan politik sebuah negara, sehingga memerlukan kebijakan dan strategi yang tepat guna mengurangi dampaknya, memastikan stabilitas dan pertumbuhan jangka panjang.

Tantangan demografi telah kita kenali sebagai salah satu faktor yang dapat melemahkan bangsa. Selanjutnya, kita akan mengulas secara singkat kemajuan teknologi dan militer. Ketertinggalan dalam pengembangan teknologi, khususnya dalam pertahanan, dapat membuat sebuah negara rentan terhadap musuh yang lebih maju. Selain itu, ancaman atau penggunaan senjata nuklir dapat merungkadkan negara dan menyebabkan keruntuhannya.”

Cattleya lalu mengungkapkan keprihatinannya melalui puisi menyentuh,

Populasi menua, pemuda berkurang,
Sumber daya tertekan, dan masa depan berbilang.
Migrasi bergeser, ekonomi bergoyang,
Bangsa harus beradaptasi, dan temukan jalan terang.
Kutipan & Rujukan:
- Nancy Birdsall, Allen C. Kelley & Steven W. Sinding (Eds.), Population Matters: Demographic Change, Economic Growth, and Poverty in the Developing World, 2003, Oxford University Press
- John Ibbitson & Darrell Bricker, Empty Planet: The Shock of Global Population Decline, 2019, Crown Publishing
- Fred Pearce, The Coming Population Crash: And Our Planet's Surprising Future, 2010, Beacon Press 
- George Magnus, The Age of Aging, 2009, John Wiley & Sons