"Perseteruan antara Raja Penthung Pinanggul dan Lembusura terus berlanjut seperti opera sabun yang gak pernah entek. Belakangan, disaat Lembusura sedang rehat mengisi kembali energi mistisnya, sang Raja kancil memutuskan sedikit bermain-main. Di tengah malam, dengan kelincahan bajing loncat, Raja Penthung memotong ekor Lembusura. Dikau mungkin mengira bahwa makhluk sakti seperti Lembusura akan mengabaikan hal ini, tapi tentu dong doi punya batas kesabaran.Walaupun doi bisa nyembuhin luka dan meregenerasi bagian tubuhnya lebih cepat dari ucapan 'abrakadabra,' aksi colong buntut nanging playu ini, jelas menumpahkan bahan bakar pada api persaingan mereka yang telah berkobar. Selama satu dekade terakhir, Lembusura telah menjadi tunggangan politik setia Raja Penthung, membawanya melewati medan pemerintahan penuh gejolak. Namun sekarang, dengan buntutnya yang hilang, kesabaran Lembusura semakin tipis.Rumor ngegosipin bahwa Lembusura saat ini sedang menjelajahi pasar rombeng, bukan buat nyari ekor baru, tapi nyari ramuan ajaib yang bakalan bikin buntutnya tumbuh kembali dengan lebih megah. Sementara itu, Raja Penthung sedang menikmati kemenangan badungnya, mungkin merencanakan skema besar berikutnya. Barangkali, doi lagi mempertimbangkan karir di dunia komedi, mengingat bakatnya memainkan drama.Kerajaan Penthungjaya penuh dengan ranah hidup aneka makhluk gharib, masing-masing menambah pesona dan mistik unik negeri tersebut. Nantaboga yang tenang, ular-ularan serupa naga, penghuni sungai dan danau di kerajaan. Nantaboga bekerja sambilan sebagai pelaku kudeta dan pengacau partai politik. Setiap kali ada tanda-tanda perayaan partai politik, Nantaboga mengintai dalam bayang-bayang, siap menerkam. Apa hobi favoritnya? Menumbangkan dan merontokkan partai politik dengan kemahiran seekor ular.Jenglot Misterius, makhluk kecil seumpama boneka, diselimuti misteri. Konon punya kekuatan gaib dan selalu dicari karena kemampuannya mengabulkan permintaan. Namun, berurusan dengan Jenglot perlu hati-hati, karena dikenal sebagai makhluk yang berubah-ubah dan tak dapat diprediksi. Jenglot, penteror mungil milik kerajaan, selalu siap menakut-nakuti siapa pun yang berani membangkang. Dengan tatapan yang bisa membuat susu jadi basi dan kehadirannya bikin bulu kuduk merinding, Jenglot memastikan semua orang patuh. Konon, bahkan ksatria paling berani pun berubah jadi genangan air, yang gemetar hanya karena melihat pemaksa kecil ini.Dan jangan lupakan Tuyul, makhluk mungil mirip boneka yang diselimuti misteri, garong kecil ini selalu siap nyolong apa pun yang gak dipaku. Dari perhiasan hingga kue terakhir di toples, gak ada yang aman dari jemari lengket Tuyul. Makhluk kecil nakal ini, berbakat membuat uang kas kerajaan amblas lebih cepat dari yang bisa dibayangkan.Bersama-sama, trio pembuat onar ini menjadikan Kerajaan Penthungjaya terus-terusan diacak-acak. Baik itu kudeta, ketakutan, maupun penggarongan, dirimu dapat yakin bahwa Nantaboga, Jenglot, dan Tuyul sedang beraksi, yang bikin penduduk kerajaan kesal.Saat kerajaan menunggu dengan napas tertahan apa langkah Lembusura berikutnya, satu hal yang pasti: saga ini jauh dari rampung. Akankah Lembusura membalas dengan banyolan digdayanya? Nantikan episode lanjutan komedi satire kerajaan ini!""Sekarang mari teruskan topik kita!" kata Cattleya. "Gagasan bahwa pergaulan bebas dapat melemahkan atau memusnahkan sebuah bangsa merupakan topik yang sering diperdebatkan dalam kerangka moral, budaya, dan sosiologi. Dampak perilaku tersebut terhadap sebuah bangsa sangat bergantung pada bagaimana perilaku tersebut mempengaruhi struktur sosial, norma budaya, dan stabilitas politik.Promiscuity atau pergaulan bebas secara umum mengacu pada keterlibatan dalam hubungan seksual kasual dengan banyak pasangan tanpa komitmen. Hal ini seringkali menyiratkan kurangnya selektifitas dalam memilih pasangan dan dapat mengandung konotasi yang berbeda tergantung pada perspektif budaya, sosial, atau individu. Dalam beberapa konteks, terma ini dapat digunakan sebagai penilaian, sementara dalam konteks lain, istilah ini dapat sekadar menggambarkan perilaku tanpa implikasi moral.Pergaulan bebas itu sendiri bukanlah sebuah budaya, tetapi dapat dipengaruhi oleh norma dan nilai budaya. Budaya yang berbeda memiliki sikap yang berbeda terhadap perilaku seksual, termasuk apa yang dipandang dapat diterima atau tabu. Dalam beberapa budaya, hubungan seksual kasual mungkin lebih diterima secara sosial atau bahkan dirayakan, sementara di budaya lain, hubungan seksual kasual mungkin tak dianjurkan atau distigmatisasi.Cara pandang dan praktik pergaulan bebas dapat mencerminkan nilai-nilai budaya yang lebih luas, seperti sikap terhadap seksualitas, peran gender, dan kebebasan pribadi. Misalnya, beberapa subkultur atau komunitas menganut sikap yang lebih terbuka terhadap seksualitas, termasuk pergaulan bebas, sebagai bagian dari identitas atau gaya hidup mereka. Namun, penting disadari bahwa pergaulan bebas itu sendiri sebuah perilaku, bukan praktik budaya, dan prevalensi atau penerimaannya dapat sangat bervariasi dalam dan antarbudaya.Kehadiran pergaulan bebas di sebuah negara dapat dipengaruhi oleh faktor sejarah, namun tak selalu merupakan cerminan langsung dari sejarah negara tersebut. Beberapa elemen sejarah, sosial, dan budaya dapat membentuk sikap terhadap seksualitas, termasuk pergaulan bebas. Di negara-negara dengan sejarah penjajahan, norma-norma budaya dan agama penjajah kerap mempengaruhi sikap lokal terhadap seksualitas. Hal ini dapat menyebabkan penindasan atau liberalisasi perilaku seksual, tergantung pada pengaruh kekuatan penjajah. Agama atau kepercayaan spiritual yang dominan dalam sejarah suatu bangsa dapat secara signifikan membentuk pandangan tentang perilaku seksual. Agama yang menekankan kesucian, pernikahan, dan moralitas seksual dapat menumbuhkan budaya dimana pergaulan bebas kurang diterima. Sebaliknya, tradisi agama yang lebih permisif atau gerakan sekuler dapat mempengaruhi pendekatan yang lebih liberal terhadap seksualitas.Gerakan sosial historis, seperti revolusi seksual pada tahun 1960-an dan 1970-an di banyak negara Barat, memainkan peran utama dalam mengubah sikap terhadap perilaku seksual. Gerakan-gerakan ini acapkali menantang norma-norma tradisional dan mempekenalkan kebebasan seksual yang lebih besar, yang dapat meningkatkan penerimaan terhadap pergaulan bebas. Kondisi ekonomi historis, seperti periode perang atau kesulitan ekonomi, dapat mempengaruhi norma-norma sosial, termasuk perilaku seksual. Misalnya, pada masa pergolakan sosial, struktur tradisional dapat melemah, yang mengarah pada perubahan dalam perilaku seksual, termasuk peningkatan pergaulan bebas. Interaksi historis antara budaya yang berbeda melalui perdagangan, migrasi, atau penaklukan dapat memperkenalkan sikap dan praktik baru mengenai seksualitas. Hal ini dapat menyebabkan pencampuran atau benturan norma, yang mempengaruhi pandangan kontemporer tentang pergaulan bebas.Hukum dan kebijakan mengenai perkawinan, peran gender, dan perilaku seksual dapat berdampak jangka panjang pada norma-norma masyarakat. Misalnya, aturan hukum yang ketat mengenai perkawinan dan moralitas dapat menghambat pergaulan bebas, sementara lingkungan hukum yang lebih permisif dapat berkontribusi pada maraknya pergaulan bebas.Para pendukung pergaulan bebas sering berpendapat bahwa hal itu dapat memberikan beberapa manfaat, khususnya dalam konteks kebebasan pribadi, eksplorasi diri, dan menantang norma-norma tradisional. Pergaulan bebas, kata mereka, memungkinkan individu membuat pilihan tentang tubuh dan pengalaman seksual mereka sendiri tanpa dibatasi oleh norma-norma masyarakat. Hal itu sering dilihat sebagai ekspresi kebebasan dan otonomi pribadi. Terlibat dalam hubungan kasual dengan pasangan yang berbeda dapat menjadi cara bagi individu mengeksplorasi seksualitas mereka, mempelajari lebih lanjut tentang hasrat mereka, dan menemukan apa yang mereka nikmati dalam relationships dan seksualitas.Pergaulan bebas dapat dipandang sebagai tantangan terhadap norma-norma sosial dan budaya tradisional yang seringkali membatasi seksualitas. Pergaulan bebas mempromosikan gagasan bahwa orang tidak boleh dihakimi atau dibatasi oleh standar-standar konvensional, khususnya yang berakar pada ideologi-ideologi yang sudah ketinggalan zaman atau menindas. Para pendukungnya berpendapat bahwa pergaulan bebas dapat menghasilkan kepuasan seksual yang lebih besar, karena individu tak terbatas pada satu pasangan dan dapat mencari pengalaman-pengalaman berbeda yang memenuhi kebutuhan dan hasrat seksual mereka.Pergaulan bebas, jika dilakukan secara terbuka dan atas dasar suka sama suka, dapat membantu mengurangi stigma yang terkait dengan perilaku seksual non-tradisional. Pergaulan bebas mendorong percakapan yang lebih terbuka tentang seksualitas dan membantu menormalkan praktik seksual yang beragam. Sebagian orang menghargai kebebasan yang menyertai pergaulan bebas. Mereka dapat lebih suka tak terikat pada satu pasangan atau hubungan jangka panjang, menikmati kebebasan terlibat dalam aktivitas seksual tanpa kewajiban emosional atau sosial yang acapkali menyertai hubungan yang berkomitmen. Bagi kaum perempuan dan kelompok terpinggirkan lainnya, pergaulan bebas dapat menjadi cara melawan dan melepaskan diri dari stereotip gender yang mendikte bagaimana mereka harus berperilaku seksual. Pergaulan bebas dapat menjadi bentuk pemberdayaan, menantang standar ganda yang sering ada di seputar seksualitas lelaki dan perempuan.Pergaulan bebas, terutama dalam konteks hubungan terbuka atau nonmonogami etis, memerlukan komunikasi yang terbuka dan jujur. Para pendukungnya berpendapat bahwa hal ini dapat mengarah pada hubungan yang lebih sehat secara keseluruhan, karena individu belajar mengekspresikan kebutuhan dan batasan mereka dengan jelas.Para kritikus pergaulan bebas kerap menyuarakan konsern tentang potensi konsekuensi negatif yang terkait dengan masing-masing poin yang diperjuangkan oleh para pendukungnya. Kritikus berpendapat bahwa meskipun kebebasan pribadi penting, pergaulan bebas terkadang dapat menyebabkan keputusan yang impulsif atau tak dipertimbangkan dengan baik, yang berpotensi mengakibatkan tekanan emosional atau penyesalan. Mereka juga menyoroti bahwa otonomi sejati memerlukan pengambilan pilihan yang mempertimbangkan keinginan langsung dan kesejahteraan jangka panjang. Meskipun penemuan jati diri itu berharga, kritikus berpendapat bahwa pergaulan bebas dapat menyebabkan kebingungan atau keterasingan emosional, sehingga mempersulit individu membentuk hubungan yang mendalam dan bermakna. Mereka juga memperingatkan bahwa pertemuan kasual yang sering terjadi dapat mencegah individu mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan bagi hubungan jangka panjang yang berkomitmen.Para kritikus mengakui pentingnya menantang norma-norma yang menindas tetapi memperingatkan bahwa menolak semua nilai tradisional terkadang dapat menyebabkan kurangnya stabilitas atau arahan moral. Mereka berpendapat bahwa tak semua tradisi pada dasarnya negatif dan bahwa beberapa tradisi dapat memberikan dasar bagi hubungan dan komunitas yang sehat. Para kritikus berpendapat bahwa meskipun pergaulan bebas dapat memberikan kepuasan seksual jangka pendek, hal itu takkan mengarah pada pemenuhan jangka panjang. Mereka berpendapat bahwa kepuasan seksual kerap lebih dalam dan lebih bermakna dalam konteks hubungan yang berkomitmen dimana hadirnya kepercayaan dan keintiman emosional.Para kritikus memperingatkan bahwa menormalisasi pergaulan bebas dapat secara tak sengaja menurunkan standar kesehatan seksual dan tanggungjawab, yang menyebabkan peningkatan risiko infeksi menular seksual (IMS) atau kehamilan yang tak diinginkan. Mereka juga menyatakan kekhawatiran bahwa mengurangi stigma seputar pergaulan bebas dapat menyebabkan erosi nilai-nilai sosial yang penting mengenai komitmen dan kesetiaan. Meskipun kemandirian dihargai, para kritikus berpendapat bahwa fokus pada ketidakterikatan dalam hubungan seksual dapat menghambat pertumbuhan pribadi. Mereka percaya bahwa hubungan yang dalam dan berkomitmen sangat penting dalam mengembangkan kematangan emosional dan bahwa menghindari keterikatan dapat menyebabkan kesepian atau kurangnya hubungan yang bermakna.Para kritikus setuju bahwa menantang standar ganda itu penting, tetapi memperingatkan bahwa pergaulan bebas bukanlah cara yang paling efektif mencapai kesetaraan gender. Mereka berpendapat bahwa mempromosikan tanggungjawab seksual dan rasa saling menghormati akan lebih memberdayakan dan berkelanjutan dalam jangka panjang. Sementara komunikasi terbuka sangat penting dalam hubungan apa pun, para kritikus berpendapat bahwa pergaulan bebas dapat memperumit dinamika ini, yang menyebabkan kesalahpahaman, kecemburuan, atau kerusakan emosional. Mereka berpendapat bahwa menjaga komunikasi terbuka dalam hubungan yang berkomitmen akan lebih konstruktif, menumbuhkan kepercayaan dan stabilitas yang lebih dalam.Kritikus pergaulan bebas sering menekankan potensi konsekuensi emosional, fisik, dan sosial yang menurut mereka lebih besar daripada manfaat yang dirasakan. Mereka menganjurkan pendekatan yang lebih hati-hati terhadap hubungan seksual, yang mengutamakan kesejahteraan jangka panjang, hubungan emosional, dan tanggungjawab. Terlibat dalam hubungan seksual kasual yang sering dapat menyebabkan tekanan emosional, perasaan hampa, atau penyesalan, terutama jika hubungan ini tak memiliki hubungan emosional atau mengakibatkan harapan yang tak terpenuhi.Pergaulan bebas dapat menghambat kemampuan menjalin hubungan yang mendalam, bermakna, dan berjangka panjang. Kritikus berpendapat bahwa hubungan kasual yang sering terjadi dapat mempersulit membangun kepercayaan dan keintiman dengan satu pasangan. Berhubungan dengan banyak pasangan meningkatkan risiko infeksi menular seksual (IMS) dan kehamilan yang tak diinginkan, terutama jika praktik seks yang aman tak diikuti secara konsisten. Beberapa individu akan mengalami perasaan bersalah atau menyesal setelah terlibat dalam hubungan seksual kasual, terutama jika tindakan ini bertentangan dengan nilai-nilai atau keyakinan mereka.Para kritikus berpendapat bahwa pergaulan bebas dapat dikaitkan dengan masalah kesehatan mental, semisal depresi atau kecemasan, terutama jika perilaku tersebut digunakan mengatasi masalah mendasar seperti harga diri yang rendah atau trauma masa lalu. Kendati ada perubahan sikap di beberapa masyarakat, pergaulan bebas masih dapat menimbulkan stigma atau penilaian sosial. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan reputasi, hubungan yang tegang dengan keluarga atau teman, atau perasaan terasing.Para kritikus berpendapat bahwa pergaulan bebas dapat berkontribusi pada tren budaya yang lebih luas yang merendahkan komitmen, kesetiaan, dan hubungan jangka panjang, yang berpotensi merusak stabilitas keluarga dan masyarakat. Hubungan seksual kasual dapat menyebabkan komplikasi, semisal kecemburuan, kesalahpahaman, atau keterikatan emosional, terutama jika semua pihak tak berpandangan yang sama tentang harapan atau batasan.Para kritikus berpendapat bahwa pergaulan bebas yang meluas dapat menimbulkan beberapa dampak negatif potensial terhadap sebuah bangsa, khususnya dalam hal kohesi sosial, kesehatan masyarakat, dan stabilitas budaya. Pergaulan bebas dapat menyebabkan terkikisnya struktur keluarga tradisional dengan merendahkan pentingnya hubungan yang berkomitmen dan berjangka panjang. Unit-unit keluarga yang kuat sering dipandang sebagai fondasi stabilitas masyarakat, dan melemahnya ikatan ini dapat menyebabkan masyarakat yang lebih terfragmentasi.Beberapa kritikus berpendapat bahwa pergaulan bebas merupakan tanda kemerosotan moral, dimana kesenangan individu diprioritaskan ketimbang collective well-being. Kemerosotan moral yang dirasakan ini dapat menyebabkan hilangnya rasa hormat terhadap lembaga sosial, seperti pernikahan, yang dipandang sebagai pilar tatanan masyarakat. Pergaulan bebas dapat menyebabkan melemahnya nilai-nilai budaya atau moral bersama, yang mengarah pada fragmentasi sosial yang lebih besar. Ketika norma-norma tradisional seputar hubungan dan seksualitas ditentang atau diabaikan, dapat memunculkan perpecahan dalam masyarakat, sehingga semakin sulit mempertahankan masyarakat yang kohesif.Pergaulan bebas dikaitkan dengan risiko lebih tinggi terhadap infeksi menular seksual (IMS), yang dapat membebani sistem kesehatan masyarakat. Mengelola penyebaran IMS memerlukan sumber daya yang signifikan, termasuk biaya perawatan kesehatan, kampanye kesehatan masyarakat, dan program pengobatan. Meningkatnya kehamilan yang tak diinginkan, terutama di antara mereka yang tak memiliki hubungan yang stabil, dapat meningkatkan beban pada layanan sosial, sistem perawatan kesehatan, dan ekonomi.Ketidakstabilan sosial yang berasal dari pergaulan bebas, seperti keretakan keluarga atau meningkatnya masalah kesehatan, dapat mempengaruhi produktivitas tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi. Angka orang tua tunggal yang lebih tinggi, yang sering dikaitkan dengan pergaulan bebas, dapat menyebabkan ketergantungan yang lebih besar pada sistem-sistem kesejahteraan, yang berpotensi membebani sumber daya pemerintah dan mempengaruhi stabilitas ekonomi. Anak-anak yang lahir dalam hubungan yang tidak stabil atau tak berkomitmen akan menghadapi tantangan, seperti kurangnya keterlibatan orang tua, ketidakstabilan keuangan, atau tekanan emosional. Masalah-masalah ini dapat mempengaruhi perkembangan dan prospek mereka, yang berpotensi menyebabkan masalah sosial jangka panjang.Jika pergaulan bebas menyebabkan pengabaian yang meluas terhadap norma dan lembaga sosial, hal itu dapat merusak rasa hormat terhadap hukum dan ketertiban, yang berujung pada ketidakstabilan sosial dan politik. Sebuah bangsa dengan lembaga sosial yang lemah, akan kesulitan menjaga ketertiban dan menegakkan hukum secara efektif. Pergaulan bebas dapat berkontribusi pada pergeseran budaya yang lebih luas, yang menantang nilai dan norma tradisional, yang berujung pada krisis identitas bangsa. Hal ini dapat mempersulit sebuah bangsa mempertahankan rasa identitas yang kuat dan bersatu, yang berkontribusi bagi kohesi sosial dan kebanggaan nasional.Sekarang, balik ke topik kita tentang konten eksplisit. Konten eksplisit dapat melemahkan sebuah bangsa dalam beberapa cara, khususnya dengan mempengaruhi tatanan budaya, sosial, dan moralnya. Paparan terhadap konten eksplisit, khususnya di media, dapat menyebabkan kemerosotan moral dan nilai-nilai masyarakat. Seiring berjalannya waktu, apa yang dulunya dipandang tak pantas atau tabu dapat menjadi hal normal, yang menyebabkan pergeseran standar budaya dan berpotensi mengikis landasan etika masyarakat.Konten eksplisit dapat berpengaruh serius pada kaum muda, yang kerap lebih mudah terpengaruh. Paparan materi tersebut secara teratur dapat membentuk sikap mereka terhadap seks, kekerasan, dan hubungan dengan cara yang tak sejalan dengan nilai-nilai atau tujuan masyarakat mereka, yang mengarah pada masalah-masalah semisal meningkatnya pergaulan bebas, narkoba, dan perilaku agresif. Konten eksplisit dapat menantang nilai-nilai keluarga tradisional dengan mempromosikan gaya hidup atau perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai tersebut. Hal ini dapat menyebabkan konflik dalam keluarga, melemahkan unit keluarga, yang sering dianggap sebagai landasan masyarakat yang stabil. Paparan konten eksplisit yang konstan, terutama yang menggambarkan kekerasan atau aktivitas seksual, dapat membuat individu tak peka terhadap masalah-masalah ini, mengurangi empati dan meningkatkan toleransi terhadap kekerasan atau perilaku yang tak pantas. Hal ini dapat berkontribusi pada masyarakat yang lebih agresif dan kurang berkasih-sayang.Konten eksplisit kerap memunculkan serangkaian nilai atau cita-cita tertentu, terkadang asing, yang dapat merusak atau mengikis norma dan praktik budaya tradisional. Hal ini dapat menyebabkan hilangnya identitas budaya dan homogenisasi nilai-nilai, yang dapat melemahkan persatuan dan kebanggaan nasional. Penyebaran konten eksplisit, khususnya materi pornografi, dapat menyebabkan masalah kesehatan masyarakat, termasuk penyebaran infeksi menular seksual (IMS), masalah kesehatan mental seperti kecanduan, dan persepsi yang menyimpang tentang seksulitas dan relationships. Menangani konsekuensi dari konten eksplisit yang tersebar luas dapat menimbulkan biaya hukum dan sosial yang besar, termasuk perlunya peningkatan penegakan hukum, layanan kesehatan mental, dan program pendidikan yang bertujuan mengurangi dampak negatifnya.Bangsa-bangsa akan menghadapi pula konsekuensi ekonomi, seperti penurunan produktivitas karena kecanduan atau gangguan, dan biaya yang terkait dengan penanganan dampak hukum, kesehatan, dan sosial dari konten eksplisit.Ada beberapa negara yang melarang atau membatasi secara ketat konten eksplisit. Arab Saudi memiliki undang-undang ketat yang melarang segala bentuk konten eksplisit, termasuk pornografi. Pemerintah memberlakukan hukuman berat memproduksi, mendistribusikan, dan memiliki materi tersebut. Konten internet juga disensor ketat memblokir akses ke situs web eksplisit. Di Iran, konten eksplisit dilarang keras berdasarkan hukum Islam. Pemerintah memberlakukan hukuman berat, termasuk penjara, bagi mereka yang kedapatan memproduksi, mendistribusikan, atau mengonsumsi pornografi. Sensor internet juga kuat, memblokir akses ke situs web eksplisit.Uni Emirat Arab (UEA) punya undang-undang ketat yang melarang konten eksplisit. Produksi, distribusi, dan kepemilikan pornografi, ilegal dan dapat dihukum dengan denda, penjara, atau deportasi bagi ekspatriat. Penyedia layanan internet diharuskan memblokir akses ke situs web eksplisit.China melarang penuh terhadap konten eksplisit, termasuk pornografi. Pemerintah memberlakukan sensor ketat dan memberikan hukuman berat memproduksi, mendistribusikan, atau mengkonsumsi materi eksplisit. Tembok Api Besar China memblokir akses ke situs web asing yang memuat konten eksplisit. Di India, distribusi pornografi adalah ilegal, meskipun kepemilikan pribadi tak secara eksplisit dikriminalisasi. Pemerintah telah melarang beberapa situs web yang memuat konten eksplisit dan terkadang melakukan penggerebekan menegakkan undang-undang ini.Pakistan berundang-undang ketat yang melarang konten eksplisit. Pemerintah menyensor internet dan memblokir akses ke situs web eksplisit. Mereka yang tertangkap memproduksi atau mendistribusikan pornografi dapat menghadapi hukuman berat, termasuk penjara. Di Korea Utara, segala bentuk konten eksplisit dilarang keras. Pemerintah menjalankan kontrol total atas media dan informasi, dan kepemilikan atau distribusi pornografi dijatuhi hukuman berat, termasuk kamp kerja paksa. Turki berperaturan ketat terhadap konten eksplisit, khususnya pornografi. Pemerintah menyensor internet dan memblokir akses ke situs web eksplisit. Memproduksi atau mendistribusikan pornografi dapat mengakibatkan konsekuensi hukum, termasuk penjara. Mesir punya undang-undang yang melarang produksi, distribusi, dan kepemilikan konten eksplisit. Pemerintah juga memblokir akses ke situs web yang menampung pornografi dan memberlakukan hukuman atas pelanggaran, termasuk penjara.Di Indonesia, produksi, distribusi, dan kepemilikan konten eksplisit adalah ilegal. Pemerintah telah memberlakukan undang-undang untuk memblokir akses ke situs web eksplisit dan mengenakan sanksi bagi pelanggaran, termasuk penjara dan denda. Akan tetapi, Peraturan Pemerintah tentang Kesehatan yang baru-baru ini diumumkan telah memicu kontroversi. Satu pasal, yang menyebutkan penyediaan alat kontrasepsi bagi kelompok usia sekolah dan remaja, telah memicu perdebatan tajam di masyarakat. PP Nomor 28 Tahun 2024, tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 tentang Kesehatan, mencakup beberapa program kesehatan, termasuk kesehatan reproduksi. Pasal 103, yang mengatur upaya kesehatan reproduksi bagi usia sekolah dan remaja, telah menimbulkan kontroversi, terutama Ayat (4) butir 'e', yang berkaitan dengan penyediaan alat kontrasepsi. Hal ini dapat menimbulkan persepsi bahwa hubungan seksual di antara anak-anak usia sekolah dan remaja diperbolehkan.Beberapa lapisan masyarakat Indonesia memandang kebijakan ini sebagai tanda kemerosotan moral atau westernisasi, yang berpotensi mengikis pandangan tradisional tentang keluarga, seksualitas, dan moralitas. Persepsi ini dapat menyebabkan hilangnya atau memudarnya identitas nasional, terutama di antara mereka yang memandang nilai-nilai tradisional ini sebagai hal yang penting bagi makna menjadi orang Indonesia. Indonesia adalah negara tempat nilai-nilai tradisional dan agama memainkan peran penting dalam membentuk norma-norma masyarakat. Penyediaan alat kontrasepsi bagi kaum muda dipandang bertentangan dengan nilai-nilai ini, yang secara tradisional mempromosikan pantangan sebelum menikah. Hal ini dapat menyebabkan ketegangan antara kebijakan kesehatan masyarakat modern dan kepercayaan budaya dan agama yang mengakar kuat.Pengenalan kebijakan semacam ini, dapat menyebabkan perdebatan publik yang terpolarisasi, dengan berbagai kelompok pendukung atau penentang penyediaan alat kontrasepsi berdasarkan interpretasi mereka tentang identitas Indonesia. Polarisasi ini dapat terwujud dalam bentuk protes publik, tantangan hukum, atau diskusi panas di media, yang mencerminkan perpecahan masyarakat yang lebih luas. Penyediaan alat kontrasepsi bagi remaja dapat mempengaruhi bagaimana kaum muda Indonesia memandang identitas mereka sendiri, khususnya yang menyangkut seksualitas dan otonomi pribadi.Dokter, pakar kesehatan, dan psikolog memainkan peran penting. Dokter dan pakar kesehatan sangat penting dalam mendidik remaja dan keluarga mereka tentang penggunaan alat kontrasepsi yang tepat, termasuk manfaat, efek samping, dan keterbatasannya. Pakar kesehatan dapat membantu merancang dan menerapkan program pendidikan seksual yang akurat secara medis dan sesuai usia. Psikolog dapat memberikan dukungan dengan mengatasi masalah psikologis ini, membantu kaum muda mengendalikan emosi mereka, dan membuat keputusan yang sejalan dengan nilai-nilai dan well-beingnya. Profesional kesehatan dapat bekerjasama dengan para pemimpin agama dan budaya untuk memastikan bahwa pesan kesehatan masyarakat disampaikan dengan cara yang menghormati nilai-nilai budaya dan agama.Para pendidik memainkan peran penting dalam mengintegrasikan pendidikan seksual ke dalam kurikulum sekolah. Para pendidik juga dapat berperan sebagai jembatan antara sekolah dan orang tua, membantu mengomunikasikan tujuan dan manfaat pendidikan seksual. Sosiolog dan antropolog dapat memberikan wawasan tentang dinamika budaya dan sosial yang mempengaruhi sikap terhadap kontrasepsi dan kesehatan seksual. Mereka dapat membantu menyesuaikan materi pendidikan dan kampanye kesehatan masyarakat agar mencerminkan nilai-nilai, tradisi, dan norma sosial setempat, serta memastikan bahwa materi tersebut sesuai dengan berbagai komunitas di seluruh Indonesia.Pakar hukum sangat penting dalam memastikan bahwa peraturan tersebut dilaksanakan dalam kerangka hukum Indonesia. Cendekiawan agama dan etika dapat memberikan perspektif kritis tentang bagaimana peraturan tersebut selaras dengan ajaran agama dan prinsip etika. Keterlibatan mereka dapat membantu memastikan bahwa kebijakan tersebut dilaksanakan dengan cara yang menghormati keyakinan agama dan nilai-nilai moral, mengurangi potensi konflik dan memperoleh penerimaan yang lebih luas. Ekonom dapat menganalisis implikasi keuangan dari peraturan tersebut, termasuk biaya penyediaan alat kontrasepsi dan pendidikan seksual, serta potensi penghematan dari pencegahan kehamilan yang tak diinginkan dan pengurangan biaya perawatan kesehatan.Dengan bekerjasama, para ahli ini dapat membantu membangun lingkungan pendukung yang meningkatkan kesehatan dan well-being remaja Indonesia dengan tetap menghargai nilai-nilai budaya dan sosial di negara ini.Pada sesi berikutnya, kita akan membahas secara singkat bagaimana ketidakstabilan politik menjadi faktor internal yang melemahkan sebuah bangsa. Kepemimpinan yang inkompeten atau otoriter dapat menjerumuskan negara ke dalam kekacauan melalui keputusan yang buruk atau tindakan yang menindas. Korupsi yang merajalela merusak kepercayaan publik dan mengganggu stabilitas pemerintahan. Konflik internal yang berkelanjutan dapat memecah belah bangsa, membuatnya rentan terhadap ancaman eksternal. Biidznillah."Selepas pembicaraan ini, Seruni membaca sajak,Di bayang kelam, dimana kebajikan memudar,Korupsi merajalela, kebenaran mulai pudar.Hati bangsa, dulu suci, kini tersesat,Dalam reruntuhan moral, harapan tak terlihat.
Kutipan & Rujukan:
- Louise Perry, The Case Against the Sexual Revolution: A New Guide to Sex in the 21st Century, 2022, Polity Press
- Joe S. McIlhaney Jr. & Freda McKissic Bush, Hooked: New Science on How Casual Sex is Affecting Our Children, 2008, Northfield Publishing
- Richard Wetzel, Sexual Wisdom: A Guide for Parents, Young Adults, Educators, and Physicians, 1997, Dimension Publishing