Annalena Baerbock buka sidang PBB ke-80 bukan dengan vibes ulang tahun, tapi dengan “alarm dunia.” Beliau ngegas: anak-anak di Gaza makan pasir, nenek-nenek di Ukraina ngumpet dari drone, bocah Haiti takut ke sekolah karena geng bersenjata. Dan itu baru yang masuk headline—yang nggak viral lebih banyak lagi.Tapi beliau nggak nyalahin PBB mentah-mentah. Menurut Baerbock, yang gagal itu bukan lembaganya, tapi negara-negara anggota yang males ngejalanin Piagam PBB. Beliau ngelempar fakta: tanpa UNICEF, jutaan anak nggak sekolah; tanpa WHO, vaksin kagak nyampe; tanpa WFP, jutaan orang kelaparan. Kalau kita berhenti berbuat baik, yang menang ya kejahatan.Beliau throwback ke tahun 1945, pas dunia lagi hancur-hancurnya. PBB lahir dari puing-puing perang dan kolonialisme. Beliau ngajak semua pemimpin buat punya mental “bangun bareng,” bukan “menang sendiri.” Leadership itu bukan soal nunjuk siapa paling kuat, tapi soal ngangkat bareng-bareng.Baerbock juga nyentil isu kekinian: pandemi, krisis iklim, AI liar, semua nggak bisa diselesaiin sendirian. Beliau bilang, PBB butuh renovasi, bukan sekadar seremoni. Harus gesit, efisien, dan relevan. Dan beliau gak lupa nyindir: 80 tahun, belum pernah ada Sekjen perempuan. Masa dari 4 miliar cewek, kagak ada satu pun yang layak?Penutupnya tajam: PBB itu bukan fosil, tapi asuransi nyawa buat umat manusia. “Better Together” bukan sekadar tagline, tapi ajakan buat jalan bareng sampai 80 tahun ke depan.Abis Annalena Baerbock naik panggung dan ngegas soal dunia yang lagi kacau, giliran Presiden Brasil, Lula da Silva, yang ambil mic. Nggak lama, Trump pun muncul dengan curhatan ala Amerikanya—kayak plot twist di episode serial politik,Trump tampil kayak MC konser yang nggak main aman—langsung nyerang segala arah. Awalnya doski bilang, “Yo, sekarang Amerika tuh paling hype, paling kuat—militer, perbatasan, relasi internasional semua oke,” gitu vibes-nya.Terus doski bilang PBB udah jauh dari potensi maksimalnya. Kata doski, PBB cuma bisa bikin pernyataan tegas yang kedengeran keren, tapi gak pernah bener-bener bertindak. Doski juga ngomong soal migrasi tak terkendali, bilang itu berbahaya buat negara-negara Barat.Selain ngomel soal eskalator dan teleprompter yang gak fungsi, Trump juga nge-slam keras isu lingkungan. Trump gak tanggung-tanggung: doski nyebut inisiatif global itu “penipuan”, “scam”, bahkan “the greatest con job ever”. Doski ngajak negara-negara supaya mundur dari energi terbarukan, balik ke sumber energi tua, karena menurutnya, kebijakan hijau itu malah bikin ekonomi kacau. Doski juga ngritik Eropa yang beli minyak dari Rusia sementara terang-terangan ngecam Rusia di perang Ukraina.Dalam konteks Ukraina, doski ngasih ultimatum: kalau Rusia kagak mau damai, AS siap pakai tarif super keras. Dan doski kagak mau sendirian aja nuduh; doski ngajak negara Eropa buat join ngebrojol hukuman ekonomi ke Rusia.Soal Israel-Palestina, doski nolak ide sejumlah negara yang mau langsung ngakuin negara Palestina. Menurut Trump, itu cuma akan ngasih hadiah kepada Hamas atas serangan mereka. Doski juga desak supaya semua sandera Hamas segera dilepas.Mengenai migrasi, doi keras banget: “Negara loe bakal rusak bila terus-terusan buka pintu buat orang yang masuk tanpa kontrol.” Doi bilang negara-negara kudu punya perbatasan kuat, nggak permisif, dan bilang beberapa program internasional, termasuk yang PBB dukung, malah membantu migrasi ilegal. [Tapi habis itu, dalam pertemuan pribadi dengan Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres, tone-nya rada ngelunak: doski bilang AS ngedukung PBB “100%” karena menurutnya potensi buat perdamaian itu gede, walau tetep banyak hal yang doi kritik.]Langsung setelah Trump selesai pidato di Sidang Umum PBB tanggal 23 September 2025 itu, reaksi langsung keluar kayak notifikasi grup WA pas ada gossip panas.Di Eropa, para pemimpin langsung nge-bantah keras—mereka bilang aksi iklim itu bukan “tipuan” dan UE bakalan tetep gas pol ke transisi hijau. Intinya: jangan harap Eropa bakal stop soal dekarbonisasi karena alasan retoris.Di markas PBB, Sekjen António Guterres tampil kalem tapi tegas: PBB bisa ngumpulin negara, jadi mediator, dan bikin kerja bareng, tapi gak bisa maksa negara buat nurut kalo nggak ada kemauan politik. Jadi solusi buat isu global harus bareng-bareng, bukan aksi satu pihak.Negara-negara Timur Tengah langsung waspada soal bagian pidato yang sentuh Gaza dan migrasi; mereka khawatir banget kalau wacana soal pemindahan paksa atau solusi ‘dipaksa’ bisa ngelanggar hukum internasional dan bikin situasi makin meledak. Laporan live juga nunjukin diplomat-diplomat langsung protes.Rusia dan China juga gak diem: keduanya nunjukin argumen buat jagain diplomasi multilateral dan nge-sceptic sama solusi sepihak. Di Rusia, media malah bilang pidato itu lebih kayak performance buat konsumsi domestik daripada usaha cari dukungan global.Ilmuwan iklim, NGO, dan fact-checker langsung keluarin bantahan kilat: katanya klaim “con job” itu melenceng dari konsensus ilmiah dan data sekarang malah nunjukin energi terbarukan makin ekonomis. Media besar langsung bongkar klaim-klaim yang salah dan jelasin potensi dampak diplomatiknya.Kenapa sih Brasil selalu jadi pembicara pertama di Sidang Umum PBB?Jadi gini ceritanya: Brazil tuh selalu jadi yang pertama ngomong di Sidang Umum PBB, itu karena kayak temen yang selalu ngajak ngobrol duluan pas lagi ngumpul, padahal di awal-awal orang lain pada males duluan. Waktu PBB baru berdiri, nggak ada yang berani buka suara duluan, Brazil justru dengan pede-nya maju duluan, dan sejak itu doi dikasih kesempatan spesial buat buka sesi debat. Jadi kayak doi dapet "spotlight" permanen sejak tahun 1955.Setelah Brazil, Amerika Serikat yang ngomong kedua karena doski tuh host alias tuan rumah tempat markas PBB ada di New York. Nah, urutan ngomong negara lain disesuaiin sama siapa yang ngajuin duluan, siapa pejabatnya (presiden, perdana menteri, atau menteri), dan juga biar adil secara regional, jadi nggak asal-asalan.Intinya, Brazil itu kayak si pemberani yang maju duluan waktu yang lain takut-takut, terus AS ngomong kedua karena mereka tuan rumah. Tradisi ini udah jadi kayak ritual yang bikin acara PBB makin berwarna dan bersejarah tiap tahunnya. Nah, setelah Brazil, Amerika Serikat yang ngomong kedua karena doi tuh host alias tuan rumah tempat markas PBB ada di New York. Urutan ngomong negara lain disesuaiin biar adil. So, tradisi ini udah jadi kayak ritual yang bikin acara PBB makin berwarna dan bersejarah tiap tahunnya.Indonesia ngomong ketiga di Sidang Umum PBB tahun ini tuh bukan asal-asalan, tapi karena dapet respect dan penghargaan buat perannya yang makin keren di panggung dunia, terutama sebagai 'ketua' negara-negara berkembang alias Global South.Nah, Indonesia yang dikasih slot ketiga itu sebenernya tanda banget kalau dunia ngeliyat Indonesia sebagai pemain penting yang aktif banget dalam urusan damai dunia, kerjasama internasional, dan pembangunan. Ini juga nunjukin sikap Indonesia yang konsisten dorong perubahan tatakelola global biar lebih adil dan inklusif.Urutan setelah Brazil dan AS sebenernya kayak main strategi juga, ngitung-ngitung siapa pejabatnya, siapa yang minta duluan, dan supaya adil antara benua dan wilayah. Jadi posisinya Indonesia yang ketiga tuh yang keren, sekaligus jadi pengakuan kalau kita penting banget di kancah global.Nah, Indonesia yang dikasih slot ketiga itu sebenernya tanda banget kalau dunia ngeliyat Indonesia sebagai pemain penting yang aktif banget dalam urusan damai dunia, kerja sama internasional, dan pembangunan. Ini juga nunjukin sikap Indonesia yang konsisten dorong perubahan tata kelola global biar lebih adil dan inklusif.Presiden Prabowo buka dengan vibe “kita satu keluarga manusia,” gak peduli suku, agama, atau negara. Beliau bilang hak hidup, kebebasan, martabat itu milik semua orang. Beliau juga ngingetin masa lalu: waktu Indonesia masih butuh bantuan dari badan PBB kayak UNICEF, WHO, FAO—sekarang berkat solidaritas dunia Indonesia makin keren dan merdeka.Beliau bilang: dunia sekarang dipenuhi konflik, ketidakadilan, ketidakpastian, dan diam itu bukan pilihan. Perdamaian dan kemakmuran bukan hak cuma segelintir orang—harus untuk semua.Soal Gaza dan Palestina, Presiden Prabowo gak main-main: beliau minta pengakuan hak Palestina dan solusi dua negara. Tapi beliau juga bilang Israel harus aman—nggak bisa cuma Palestina diutamakan tanpa keamanan yang seimbang. Beliau desak dunia bantu Gaza sekarang juga karena rakyatnya lagi kena penderitaan berat: lapar, trauma, bahaya terus-terusan.Nah, yang keren: beliau bilang Indonesia siap “turun ke lapangan” juga—mau ngirim sampai 20.000 tentara atau lebih lewat mandat PBB buat jagain perdamaian di Gaza, Ukraina, Sudan, Libya—di mana pun diperlukan. Beliau juga siap bantu dari sisi dana.Di batas iklim dan pangan, Presiden Prabowo bilang Indonesia udah kena efek iklim: laut naik, ibu kota terancam. Makanya beliau mau bangun tembok laut panjang 480 km, reboisasi lebih dari 12 juta hektare, dan geser ke energi terbarukan. Beliau bangga juga: sekarang Indonesia udah swasembada beras bahkan ekspor ke Palestina. Untuk energi, mayoritas kapasitas baru akan dari renewable, dengan target net zero di 2060 (atau lebih cepat).Penutupnya sangat kuat: beliau panggil para pemimpin dunia buat ngobrol dri hati ke hati, buang rasa curiga atau kebencian, dan bertindak dengan kearifan, rendah hati, dan persaudaraan. Terakhir beliau tutup dengan salam multikultural—“Wassalamu’alaikum, Shalom, Om Shanti,” dan bilang Indonesia solid bareng Palestina—damai harus dibangun dengan keadilan dan keamanan buat semua.Nah, gini reaksi terhadap pidato Presiden Prabowo di PBB: ada yang tepuk tangan, ada juga yang ngasi catetan.
Pujian datang dari dalam negeri dan luar negeri—pemerintah bilang pidatonya “dapat pujian internasional,” disambut sebagai sinyal kuat solidaritas dan bahwa Indonesia mau lebih aktif di PBB. Bahkan Raja Jordan dan Presiden Lula dari Brasil dikabarkan langsung jabat tangan sambil bilang “good job.”Tapi nggak semua tepuk tangan. Ada kritikus yang bilang: “20.000 pasukan? Serius loe siap?” Mereka nanya, punyakah Indonesia modal logistik, dana, dan politik buat misi perdamaian sebesar itu tanpa bikin masalah baru. Ada juga yang bilang: ide pengakuan Israel secara kondisional (Israel harus jamin keamanannya dulu baru Indonesia ngajak ngomong) bisa bikin posisi pro-Palestina Indonesia terlihat goyah di mata sebagian rakyat. Terakhir, ada yang kritik: ngomongin dua negara terus tapi gak ngasih langkah konkret buat pertanggungjawaban bisa jadi cuma gaya diplomasi belaka, tanpa dampak nyata.Pernyataan Presiden Prabowo di PBB itu yang bilang Indonesia bakal akui Israel kalau Israel akui Palestina, itu bikin heboh banget. Amnesty International Indonesia, lewat Usman Hami, bilang pidato itu kurang tegas karena nggak nyebut langsung tindakan Israel sebagai genosida. Ia bilang, pakai kata "bencana" malah bisa bikin tanggungjawab Israel nggak jelas. Ia juga minta pemerintah Indonesia agar desak Israel berhenti menduduki Palestina dan bongkar permukiman ilegal.Terus, Baitul Maqdis Institute juga khawatir, karena kalau Indonesia akui Israel, itu bisa dianggap ngasih legitimasi ke negara penjajah, yang bisa bikin perjuangan Palestina terhambat.Di media sosial, banyak netizen yang kecewa. Artis seperti Wanda Hamidah juga nyindir keras, bilang tindakan Israel itu genosida dan nanya, kenapa Indonesia malah mau akui Israel sekarang.Jadi, meskipun niatnya buat perdamaian, banyak yang anggap langkah ini nggak sensitif sama penderitaan Palestina dan bisa menjadi pengkhianatan buat perjuangan mereka.Rencana bikin tembok laut sepanjang 480 km di pantura Jawa, gak cuma bikin heboh, tapi juga menuai banyak kritik. Para ahli dari IWI dan IPB bilang, proyek ini gak bakal nyelesain masalah utama, yaitu tanah yang terus turun. Malah, proses pembangunannya bisa bikin air jadi keruh, merusak habitat ikan, dan ganggu ekosistem mangrove. Organisasi lingkungan kayak WALHI dan KIARA juga nggak setuju. Mereka bilang, proyek besar gini malah bikin kesenjangan makin lebar dan nambah utang negara. Terus, nelayan dan warga lokal juga khawatir. Survei DFW nyebut, 56,2% orang nggak setuju sama proyek ini karena takut lingkungan rusak dan mata pencaharian hilang. Meskipun niatnya buat ngelindungin warga dari bencana alam, banyak yang bilang proyek ini malah bisa munculin masalah baru.
Bagaimanapun, banyak yang kagum sama keberanian dan nuansa moral pidato seorang Prabowo, kritiknya pun fokus ke arah bisakah itu dijalanin, konsistensi strategi, dan akankah pidato itu lebih dari sekadar omon-omon keren di panggung global. Presiden Trump ngasi jempol buat pidato Presiden Prabowo. Waktu ada pertemuan multilateral soal Timur Tengah di New York, Trump bilang pidato Presiden Prabowo tuh penuh semangat dan berani. Doski bilang gaya komunikasi Presiden Prabowo tuh bisa narik perhatian audiens, bikin pidatonya berkesan banget.Terus, di kesempatan lain, Trump langsung bilang ke Presiden Prabowo, "Pidato loe goyangin podium PBB, my friend!" Itu ngasih bukti kalau Trump bener-bener ngeliat pidatonya Presiden Prabowo tuh kuat dan berpengaruh di panggung internasional.Berhubung Sidang Umum PBB ke-80 (UNGA) masih berlangsung (23–29 September 2025 untuk sesi debat umum), jadi semua drama, konflik, dan ending-nya belum kelihatan jelas, tapi dari liputan terkini dan sumber resmi PBB, bisa di spill dulu nih isu-isu panas yang udah naik ke permukaan, topik yang lagi rame diperdebatkan, dan solusi atau proposal yang lagi diangkat.Selama Sidang Umum PBB ke-80 ini, isu-isu yang nge-boom banget udah nongol: perang Ukraina, konflik Gaza, krisis iklim, reformasi PBB, migrasi besar, pengakuan Palestina, duit PBB yang bocor, sampai teknologi kayak AI juga ikut muncul.Pertama, perang Ukraina terus jadi sorotan. Presiden Zelenskyy bilang kalau Ukraina itu kemungkinan “korban pertama” kalau dunia nggak keburu ngejaga aturan internasional.Konflik Gaza juga jadi panggung besar: negara-negara banyak yang dukung pengakuan Palestina, kritik penderitaan warga sipil, debat soal tindakan sepihak yang bisa melanggar hukum.Reformasi PBB via program UN80 juga jadi perbincangan panas. Banyak orang bilang PBB harus “diet”: staf dipangkas, mandat dipadatkan, operasi disederhanakan, supaya nggak jadi lembaga ribet dan nggak berpengaruh.Iklim tetep jadi medan perang ide: ada negara yang paksa dekarbonisasi, ada juga yang takut soal biaya dan keadilan energi.Migrasi dan pengungsian juga nggak ketinggalan: konflik, iklim, ekonomi buat orang jalanin hidup mereka. Intinya debat soal siapa mau nanggung, bagaimana proteknya, dan kenapa mereka harus pindah.Teknologi—khususnya AI—juga mulai nongol dalam diskusi. Beberapa orang udah mulai teriak: kita butuh aturan supaya AI nggak ngerusak hak asasi manusia, jangan sampai terlalu lepas.Untuk solusi, banyak ide dilempar ke panggung: negara wajib bayar kontribusi PBB mereka, PBB harus lebih ramping dan efisien lewat reformasi UN80, negara kaya bantu keuangan iklim ke negara berkembang, pendekatan multilateral di konflik, framework internasional untuk migrasi dan pengungsi, ditambah regulasi AI dan teknologi digital.Tapi ya, semua ini belum ditutup rapat—masih nego terus. Keberhasilan SU PBB ke-80 ini bakal dilihat dari bisakah negara-negara sepakat meski punya prioritas, kekuatan, dan masalah masing-masing. Ini jadi ujian buat PBB: di usia 80 tahun, masih bisakah PBB nge-deliver apa yang dijanjikan atau cuma jadi panggung pidato doang.Kalau kita lihat perjalanan PBB selama 80 tahun, jelas banget kalau organisasi ini selalu berjalan di atas benang tipis antara idealisme dan realisme. Dari awal, PBB lahir buat mencegah perang global, tapi selalu susah nyari jalan tengah antara kepentingan negara masing-masing sama perdamaian dunia. Sejarahnya tuh campur aduk: ada kesuksesan, kompromi, dan kegagalan, yang nunjukin kalau diplomasi multilateral itu keren tapi nggak sempurna.Sekarang, PBB tetep amat penting sebagai panggung ngobrol dan kerja bareng antarnegara, LSM, dan organisasi internasional buat urusan mulai dari perang sampai krisis iklim. Meski kadang dianggap nggak efektif karena politik ribet, eksistensinya bikin semua orang pakai “bahasa yang sama” soal hak, kewajiban, dan tanggungjawab. Jadi, PBB masih ngatur norma internasional dan mempengaruhi kebijakan di seluruh dunia.Ke depan, PBB harus siap dengan dunia yang berubah cepat—krisis iklim, ancaman cyber, AI, sampai pandemi global. PBB nggak cuma harus responsif, tapi juga proaktif, mikirin risiko-risiko baru sebelum kejadian. Kombinasi diplomasi kreatif sama pengalaman masa lalu penting biar PBB tetep relevan di dunia multipolar sekarang.Yang gak kalah penting, PBB kudu inklusif dan adil. Reformasi Dewan Keamanan, perwakilan negara kecil, suara rakyat minoritas, dan pemuda harus beneran didenger, bukan cuma sekadar formalitas. Kalau semua suara diberdayakan, legitimasi PBB makin kuat, tahan banting, dan bisa bikin rasa tujuan bareng dalam hadapi tantangan global.Pada akhirnya, cerita PBB gak bisa lepas dari perjalanan umat manusia sendiri. Kemampuannya memediasi konflik, dorong pembangunan, dan lindungi hak asasi manusia tergantung sama niat kolektif para anggotanya dan komitmen etis para pemimpin di dunia. Pelajaran masa lalu, realita sekarang, dan ketidakpastian masa depan ngingetin kita kalau meski nggak sempurna, PBB tetep jadi mercusuar harapan, dialog, dan kerjasama buat generasi mendatang.